“Ngaku, deh, lo sebenarnya suka sama Isya kan?” cecar Ghafer saat hanya berdua saja dengan Ashar.
Di jam pelajaran ke satu ini mereka sama-sama tidak ada kelas. Daripada gabut di basecamp, jadi mereka memutuskan untuk ngopi di kantin.
Sebenarnya tadi ada Kahfi juga yang ikut ngopi bersama mereka, tapi cowok itu sekarang pergi karena ada urusan dengan guru Fisika yang dia gantikan selama semester ini.
“Kenapa lo bisa berpikir kayak gitu?” tanya Ashar setelah menyeruput kopinya.
Pagi ini mendung jadi dia memutuskan untuk memesan kopi moka panas.
“Karena lo udah dua kali kasih gue peringatan setiap gue mau deketin Isya, jadi apa namanya kalau bukan suka?”
Ghafer menaikkan sebelah alisnya. Dia menunggu jawaban apa yang akan diberikan temannya itu.
Sebenarnya dia baru mengenal Isya. Itu pun saat Ghafer mengajar Kimia di kelas 11 IPA 6. Karena seperti guru PPL lainnya, Ghafer juga meminta para murid untuk memperkenalkan diri mereka.
Saat Ghafer kagum melihat cewek yang membantu temannya mengambil sepatu dari atas pohon tanpa banyak bicara, yang berakhir mendapat peringatan dari Ashar, saat itu dia belum tahu kalau cewek itu adalah Isya. Dia baru tahu saat Isya memperkenalkan dirinya yang membuat Ghafer ingat dengan wajahnya.
Sejak saat itu Ghafer tahu cewek yang mendapat perhatian khusus dari Ashar sampai-sampai temannya itu memberinya peringatan—yang sebelum ini tidak pernah dia dapatkan saat dia berniat mendekati cewek mana pun—ternyata adalah Isya.
Alasan Ghafer menyapa Isya tadi pagi dan menanyakan siapa cowok yang mengantar cewek itu juga untuk Ashar.
Namun, jangankan berterima kasih padanya, Ashar malah tidak mau mengakui kalau dia juga penasaran dengan cowok yang tadi mengantar Isya. Kampret memang.
Untung saja Ghafer orangnya ikhlas tanpa mengharap balasan. Padahal jika Ashar mau mengaca, wajah cowok itu tadi sangat asem seperti keteknya jika tidak mandi selama seminggu.
“Gue cuma nggak mau lo macam-macam. Di sini kita ngajar, bukan cari cewek. Lagian cewek lo kan udah banyak,” jawab Ashar ngeles dengan menatap ke arah lain.
Ghafer mendengus tidak percaya. “Apa salahnya ngajar sambil nyari jodoh? Ibarat peribahasa, menyelam sambil silaturahmi ke rumah Spongebob. Dan yang paling penting, mereka bukan cewek gue, tapi cuma kenalan gue. Jumlahnya juga masih sembilan, banyakan anggota keluarga Gen Halilintar.”
“Nggak usah lha. Lo fokus aja sama Indri. Jangan main-main, nanti kita dapat masalah. Ingat, kita di sini cuma numpang ngajar,” larang Ashar halus dengan menyebut nama salah satu gebetan Ghafer.
“Ya elah, masih nggak mau ngaku juga. Kalau lo cuma berani mantengin dari jauh nggak bakal dapat apa-apa, Bro. Ashar yang gue kenal selama ini selalu gerak dapatin apa yang dia mau. Bukan malah mengagumi dalam diam kayak orang pengecut.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Ashar, Untuk Isya
Fiksi RemajaBermula dari tasbih Ashar yang jatuh dan ditemukan oleh Isya, takdir mempertemukan mereka kembali dengan Ashar yang menjadi guru PPL di sekolah Isya. Tanpa Isya sadari, karena jasanya, Ashar menaruh perhatian lebih padanya. Isya dan dunianya yang be...