15. Membingungkan

758 143 16
                                    

“Kalau nggak ada yang dibicarain lagi, saya izin ke kelas ya, Mas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kalau nggak ada yang dibicarain lagi, saya izin ke kelas ya, Mas. Belum istirahat,” izin Isya saat merasa sudah tidak ada yang ingin dia bicarakan.

Semuanya sudah jelas. Intinya dia tetap harus melaksanakan bimbel yang sudah ditetapkan Ashar.

Ashar mengangguk, mempersilahkan.

Mendapat izin, Isya langsung melangkah pergi. Namun, belum sempat sampai di pintu, suara Ashar kembali menghentikannya.

“Tunggu!” cegahnya.

Isya berbalik badan dengan melempar tatapan bertanya. Dahinya menampilkan kerutan yang tampak jelas.

Bukannya mengutarakan maksudnya memanggil Isya, Ashar malah merogoh saku celana kainnya lalu menyerahkan ponselnya pada Isya.

“Ketik nomor kamu. Setelah saya ngecek data nilai kelas kamu nanti saya kasih infonya ke kamu tentang siapa lagi yang harus ikut bimbel selain kamu dan Ridwan, terus umumin ke teman-teman kamu biar mereka mempersiapkan diri soalnya saya lupa nama-namanya,” jelas Ashar saat Isya tidak kunjung menerima ponselnya. Cewek itu malah menatapnya bingung.

Bibir Isya masih melongo sekalipun Ashar sudah menjelaskan maksudnya mengulurkan ponsel miliknya.

Isya hanya tidak menyangka saja kalau Ashar akan meminta nomornya walau dengan tujuan memberikan informasi. Pasalnya Isya hanyalah rakyat biasa di 11 MIPA 6. Biasanya yang diberikan kewenangan menyampaikan informasi seperti itu adalah ketua kelas.

Dan lagi, besok ada jadwal Ashar mengajar di kelas 11 MIPA 6, kenapa tidak mengumumkannya langsung saja tentang bimbel yang dia adakan?

Isya tidak mengerti dengan guru PPL yang satu ini. Dia kira guru PPL yang paling aneh hanyalah Ghafer, tapi ternyata Ashar tidak berbeda jauh.

Pertama, cowok itu sering kali menatap Isya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia juga memilih diam saat Ghafer menyapa Isya tadi pagi.

Kedua, dia meminta Isya memanggilnya mas di saat yang lain memanggilnya kakak.

Dan yang ketiga, dia meminta nomor Isya untuk mengumumkan informasi, padahal biasanya yang dimintai nomor seperti itu adalah ketua kelas.

“Isya,” panggil Ashar saat melihat Isya hanya bengong saja. Cewek itu seperti tengah memikirkan sesuatu.

“I-iya, Mas?” Isya tergagap mendengar panggilan Ashar.

Ashar memberikan isyarat lewat lirikan mata agar Isya segera mengambil ponselnya.

Paham dengan kode itu, Isya langsung meraih ponsel yang Ashar ulurkan dan mengetik nomornya walau dirinya masih bertanya-tanya tentang sikap Ashar yang menurutnya aneh ini.

Ashar tersenyum tipis saat Isya mengembalikan ponselnya dan mendapati nomor Isya sudah terpampang di layar ponselnya. Segera dia menyimpannya.

“Oh ya, terima kasih karena kamu udah mengembalikan tasbih saya waktu itu. Itu barang paling berharga yang saya miliki,” ucap Ashar tepat saat Isya berniat melangkah pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dari Ashar, Untuk IsyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang