11) Lelah

34 7 3
                                        

Aku kembali ke rumah dengan wajah yang kusut serta remuk, sungguh aku masih tak percaya apa yang baru saja aku alami. Entah wajah yang remuk atau hati yang remuk? Yah jangan tanya pada ku, nanti aku bertanya pada siapa? Dan tentu masih ada pengganggu kecil yang sedang bersender di sofa sambil menonton film favoritnya.

Tanpa babibu aku langsung menjatuhkan diri pada paha lelaki yang menggunakan sweatshirt biru itu. Menghela nafas akan segala hal yang telah terjadi, aku masih bingung mengapa aku sekesal ini? Mengapa aku merasakan hal seperti ini... Padahal dianggap sebagai adik oleh Tom Hiddleston adalah pleasure yang tidak semua orang miliki.

Masih asik dengan film dan popcorn caramelnya itu, ia pun menyodorkan makanan tersebut ke depan muka ku.

"Wan' Sum?" tanya nya begitu lembut menyembunyikan bibir kecilnya.

"Ga. Makasih" aku menolaknya.

"Bad day? ... Or bad date?"

"Shut up Tom, it's not a date" jawabku dengan muka semakin mengkerut, kesal akan pertanyaan tak jelasnya.

Aku hanya lanjut menonton film yang terpampang di layar sampai ada tangan yang mengelus kepala ku dengan sangat pelan. Untung ia tidak menggunakan tangan bekas popcorn caramelnya, bisa-bisa rambut ku lengket.

"Are you okay? How are you feeling right now? Is there something bad happened? ucapnya dengan sedikit sentuhan sentimen.

"I don't even know what to say, gue bahkan gak tau apakah ini buruk atau gak" balasku dengan sedikit frustasi.

"Gue dianggep sebagai adek. Fuck, tell me this is my fault, Holland. Ekspektasi gue terlalu tinggi, dia cuman teman kerja gue, sekalipun dia idol gue yang udah gue suka selama bertahun-tahun bahkan sampai sekarang bukan berarti he's the one kan?" lanjutku dengan omelan sebagai senjata pamungkas.

"Listen, it's not your fault L/N. Gue paham kok perasaan lo. Terlalu cepat buat nganggep kalau dia adalah the one. You barely know him, take it slow darl."

Mendengar perkataannya pun aku langsung berpikir, betapa bodohnya aku. Tak seharusnya aku bertingkah seperti anak kecil yang haus, ingat Y/N sekalipun kau sangat dekat dengan Tom Hiddleston, ia tidak akan memilihmu. Jadi untuk apa aku bertingkah seperti orang kesetanan?

Aku memutar posisi badanku, yang tadinya menghadap layar kaca sekarang menghadap laki-laki yang tiba-tiba menjadi bijak padahal biasanya bego banget. Mengatur posisiku, masih dengan kepala ku di atas pahanya. Aku menatap matanya dan berkata, "Woi kenapa lo jadi Mario Teguh gini?"

"Yaelah, jadi Mario Teguh salah. Jadi gue yang biasanya juga salah. Mau lo gimana sih?" kesalnya.

"Gue sih maunya popcorn ya, bukan lo." jawabku sambil terkekeh.

"Udah balik nih Y/N yang happy? Udah ga galau lagi kan?" katanya dengan nada bertanya sambil mentap mataku dengan sedikit keraguan.

"Hmm, you decide."

Setelah mendengar perkataanku ia langsung mengambil handphonenya. Aku tak tahu apa yang ia lakukan di sana, namun setelah 1 menit menunggu aku mendengar suara dari handphone tersebut.

Irama yang seru, nada yang asik. Ah ini pasti Paper Rings karya Taylor Swift! Si paling peka deh, ia selalu ingat kalau lagu ini adalah moodbooster ku. Mood ku langsung membaik jika aku mendengarkan lagu-lagu yang semangat dan penuh kebahagiaan.

"Dance? Shall we?"

"With honor, spider-lord"

Ia menggandeng tanganku, mengajak aku berdiri dan menikmati alunan musik yang sedang terputar itu. Dengan supelnya, ia pun tertawa. Aku tak kuasa melihat wajah bodohnya itu, aku ikut tertawa bersamanya.

His Cup of TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang