“Kita itu berbeda,”
— Jaemin to Yuna.
-“Good morning, pa, ma!” Sapa gadis menuruni tangga dengan seulas senyuman manis terpapar di wajahnya berhasil menyimpul senyum lebar di wajah orang tuanya melihat keimutan anak mereka.
“Morning too, princess,” sapa Haein mengecup kening putrinya kini duduk di sampingnya, “apa tidurmu nyaman, sayang?” Haein tersenyum, Yuna membalasnya.
“Tidurku sangat nyaman, pa.” Yuna tersenyum lebar, Haein pula ikut tersenyum memandang putrinya bertumbuh begitu cepat di matanya. Ah, alangkah baiknya jika ia tidak perlu bertumbuh begini, biarkan ia memandang wajahnya saat kecil.
Namun ia tak bisa melakukannya, sejak Jisoo—istrinya melahirkan bayi tanpa ada dirinya di samping Jisoo membuat Haein bersalah. Jisoo mengerti, pekerjaan Haein lebih penting dibandingkan menemaninya.
Dan akhirnya Haein tidak melakukan sebarang pekerjaan lagi, dia juga sudah tua, tidak larat melakukan apa-apa selain duduk dengan kopi atau koran bersamanya.
Jisoo datang dengan mampan, “pagi, princess.” Sapanya singkat lalu mengacak surainya pelan. Jisoo meletakkan makanan sarapan pagi di depan suami dan anaknya.
“Pagi, sayang.” Haein pula menyapa isterinya, mengelus lembut pipinya dan mengecup pelan, oh, jangan di bibir—lihat di sampingnya sudah memutar bola matanya dengan bibir dikerucutkan.
“Pa dan ma tidak kenal tempat untuk bermesra,” tuturnya mengigit roti disapu selai cokelat dibuat oleh Jisoo. Jisoo terkekeh, “makanya cari pasangan.”
Ah, sudahlah. Yuna sama sekali tidak mahu membahaskan soal ini, ada sedikit sesal telah berkata begitu tadi. Soal pasangan, Yuna pernah menyukai seseorang cukup sederhana dibandingkan dirinya dipenuhi harta.
“Pa,ma, I want to talk about something important,” ungkapnya kepada mereka yang menatapnya. Sejenak mereka berpandangan lalu kembali menatap putri mereka satu-satunya. Yuna mengetap bibirnya—just why she don’t feel good about that.
“Apa itu?” Jisoo bertanya dengan nada lembutnya sambil mengelus lengan suaminya terlihat begitu serius mengganggapi kalimat putrinya—he don’t want something bad happen to her daughter, that it.
“A-aku...” Bibir Yuna bergetar, matanya kelit menghindari kontak mata dengan pria kini menatapnya dengan air muka serius. Oh, damn, how scary!
“Kamu apa?” Celetuk Haein ditenangkan oleh isterinya karena nadanya terdengar tegas membuat Yuna membungkam bibirnya dengan tunduk.
“Hey, princess. Tell the truth, don’t worry about papa,” Jisoo mendekat, mengeratkan pelukannya menyalurkan rasa nyaman pada putrinya kini sedaya upaya memberanikan diri untuk menatap sang ayah.
“Oke-oke,” Yuna menarik nafas dalam-dalam sebelum hembus pelan, “pa...” Haein pula rasa bersalah telah menakutkan putrinya langsung mengembangkan senyumannya. Yuna lihat itu lantas ikut tersenyum samar, “...I like someone who is quite simple, teaches me the meaning of patience, life. Pa, you’re not mad, are you?”
“Why should I mad? Daughter, you love him is not wrong, as long as he never hurt your feelings, that's all.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story┃Oneshot Yuna
FanfictionYUNA ONESHOT COLLECTION; ❝just wait and see, it's not the end of the story.❞ - THE STORY Karya theonives © 2O22.