[5]

38 9 0
                                    

_________¤•••¤__________

•Ekspektasi >< Realta•

__________¤•••¤__________

*Flashback

"Tunggu! Tunggu! Biarkan aku meluruskan ini, kamu memintaku untuk menikahi mu?" Tanya Gian memastikan.

"Iya."

Fokus kamera yang awalnya merekam asal, kini beralih ke wajah Zea yang tengah duduk bersimpuh dengan menatap nanar pria yang menopangnya.

"Setuju," ucapnya sambil melihat kamera yang dipegangnya. "Tapi mari kita menikah saat kita bertemu lagi dan saat kamu sudah SADAR," lanjutnya sambil tersenyum sebelum video berhenti.

*Flashback end*

Erin meletakkan ponselnya dan menghela napas berat, melihat ke arah Zea yang memulai aksi mematahkan kepalanya dengan membenturkannya ke dinding.

"Berhenti lakukan itu bodoh. Gue lagi nggak mau liat darah yah!" ketus Erin, namun Zelia menatapnya dengan tatapan kosong.

"Gue pasti benar-benar sudah gila. Bagaimana bisa, gue meminta orang asing untuk menikahi ku?" gumam Zelia dengan suara bergetar ingin menangis.

Zea kembali membenamkan kepalanya di kedua lipatan tangannya. Seakan sudah pasrah dengan keadaannya yang sungguh memprihatinkan.

"Lo bener-bener udah kehilangan akal sehat Ze! pake acara mabuk segala lagi, tau sendiri kan akibatnya? dan yang paling membagongkan adalah dia merekamnya sendiri pake Hape lo!"

"Hmm, tapi tampan yah Ze," lanjut Erin seraya memuji sosok pria yang ada dalam video. Spontan Zea mengangkat kepalanya dan memelototi sahabatnya itu

"Ini bukan waktunya bagimu untuk memuji-muji pria itu, semangatin kek, apa kek! Liat temennya hampir gila malah muji orang lain."

Zelia meraih ponsel miliknya, kembali memperhatikan dengan seksama video itu.

Setelah berbicara dengan Yona melalui telepon di pagi hari, ia berinisiatif untuk memeriksa beberapa foto, mana tau ada pencerahan di balik segmen drama lupa ingatannya. Tapi Zea malah menemukan video itu sebagai gantinya.

Hampir saja Zelia mencukur habis rambutnya saat ia menonton video tersebut, perasaan malu dan terlihat bodoh adalah dua kata yang mungkin bisa menjabarkan dirinya.

"Ehh btw, dia beneran serius gak sih pengen nikahin Lo?" tanya Erin lagi.

Zea memutar matanya, "Dia cuman bercanda ngomong kek gitu, pria mana yang tidak akan memainkan trik seperti itu kepada orang mabuk yang jelas-jelas tidak berpikir jernih, itu artinya tidak mungkin terjadi Rin."

"Kenapa tidak?"

"Wajahnya terlihat lebih muda dariku."

"Elahh! Udah gue bilang, singkirin pikiran-pikiran seperti itu! Sejauh ini nggak ada masalah kok kalo punya pasangan yang lebih muda, mereka juga bisa dewasa dalam suatu hubungan."

"Ada banyak juga artis-artis yang punya hubungan beda usia jauh tapi masih adem ayem, intinya tuh di diri kita sendiri bagaimana menyikapi, membina suatu hubungan. Trust me now, okey?" Lanjut Erin gamblang.

"Sepertinya itu akan sulit bagiku, Rin!" Desah Zea seraya mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke udara. "Setiap kali gue liat pria yang lebih muda, gue menganggap mereka seperti adik dan tidak ada perasaan lebih yang kurasakan. Yang gue rasain hanyalah dorongan untuk menjaganya seperti Zean. Gue juga pengen di perhatiin Rin dan gue merasakan hal itu saat berbicara dengan pria yang lebih tua dariku atau pria seusiaku."

"Gue nyaranin buat ngilangin pikiran-pikiran kek gitu atau kau akan hidup menjomblo selamanya." Zea semakin memelototi Erin.

"Ohh! Bagus! Lanjutkan! Terus taburkan garam di lukaku," ucap Zea dan Erina tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar matanya.

"Gue nggak tau harus gimana lagi, gue bener-bener udah Gilaa," keluh Zelia sembari membentur-benturkan kepalanya ke dinding.

"Udah gue bilang berhenti melakukan itu. Kepalamu nanti ter-"

"Mommy!"

Kedua wanita itu serentak menoleh dan melihat Albi, Adri serta Rian yang berjalan menghampiri mereka. Bocah 6 dan 4 tahun, yang masih tergolong sangat nuda harus rela menerima kenyataan bahwasanya sebentar lagi ada member baru di keluarganya.

Adri yang sudah lebih dulu berlari memeluk Erin, sedangkan Albi masih setia memegangi tangan ayahnya seraya berjalan beriringan. Anak itu tampak pucat dan lesuh.

"Mommy! Ayah bilang kita akan pergi memancing," ucap Adri memberi tahu Ibunya dengan penuh semangat dan senyum sumringah.

"Ayah mau ngajakin mancing?" Tanya Erin lagi dengan nada ceria sambil menepuk-nepuk kepala anaknya.

"Sepertinya Albi sedang tidak enak badan, aku akan mengantarnya pulang. Nggak papa kan Adri ikut denganmu?" tanya Rian lembut.

Erin melirik Albi dan menarik tangan putranya pelan, memeriksa suhu badannya yang sangat panas. Rasa cemas terlihat jelas dari raut wajah Erina.

"Iya nggak papa, biar aku yang ngurus Andri. Mas pulang aja bawa Albi buat istirahat. Jangan lupa kasi obat penurun panas yah, Mas"

Senyuman kecil antara Erina dan Rian adalah hal-hal kecil yang didambakan oleh seorang Zelia. Satu senyuman atau kontak mata bisa menyampaikan semua yang ingin dikatakan.

Zelia hanyalah seorang roman tanpa harapan.

Rian melihat Zea sembari tersenyum dan Zelia melakukan hal yang sama.

"Aku masih menyaring beberapa orang untukmu, Erin memberitahuku tentang tipe ideal yang kamu inginkan," ucapnya.

"Gunakan waktumu untuk bekerja, aku tau kamu sangat sibuk di kantor. Jangan buang-buang waktumu untuk hal seperti itu."

"Itu tidak terlalu menjadi masalah, tunggu saja. Aku bakal menemukan Pria yang sesuai dengan kriteria mu," balas Rian yang membuat Erin terkekeh.

"Singkirkan semua pria yang umurnya lebih muda dari daftar mu," Timpal Erina membuat Rian kebingungan. "Kenapa?" tanya Rian dan Erina menghela napas jengah

"Ceritanya panjang dan Albi kayaknya sudah mau pulang," jawab Zelia sambil menatap anak yang balas menatapnya.

Rian lantas mengacak-acak rambut putranya dan menatap Erin lagi. "Kalau begitu, aku pulang. Sampai ketemu di rumah," Erin hanya mengangguk.

Perhatian Zelia tertuju pada Adri yang sedang bermain-main dengan sedotan jus. "Adri, mau nggak main dengan kakak?" Tanya Zea dan anak itu menatapnya.

"Kakak? siapa?" Tanyanya dan senyuman di wajah Zelia mulai runtuh.

"A_aky."

"Kamu bukan kakak tapi Tante," koreksi Adri.

Bahkan Erin juga tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dia memandang Zelia yang tampak membeku di tengah teriknya panas. "Adri, aku masih kakak," lanjut Zelia setelah jeda yang cukup lama.

Adri cemberut. "Tapi, mommy bilang kalau umurmu udah 30 tahun, jadi kamu adalah tanteku," balas Adri dengan anggapannya.

Zelia mempoutkan bibirnya, tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Tapi... Kamu sudah 30 tahun tapi kenapa belum menikah?" Tanya Adri dengan polosnya.

Demi Neptunus! Bahkan anak kecil memaksanya untuk menikah. Tak ada pembelaan lagi yang bisa Zelia utarakan selain menampakkan senyum pahit dari bibinya sebagai jawaban.

"Aku juga ingin jawaban untuk itu," gumamnya.


°
°
°
Maaf yah update nya telat,, lagi banyak kerjaan soalnya... Part ini juga dikit... Tapi semoga selalu suka dengan cerita ini...
Makasih 🥰🥰

BEGAN AGAIN [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang