11. I(N)B : MASALAH (SEMENTARA)

98 2 0
                                    


Bungkus rokok berwarna putih dan menggambarkan seorang pria sedang merokok masih aku pandangin sedari tadi. Keadaan menjadi benar-benar sepi setelah Mira dan Zee pergi sebentar untuk mengantarkan Katrina, Indah dan Marsha yang ingin pergi ke mall, sekaligus membeli makanan untuk kita berempat.

Ada rasa senang Marsha akhirnya dengan mudah berbaur bersama Katrina dan Indah. Mungkin karena seumuran, jadi mudah untuk melakukan komunikasi. Bersyukur juga aku pun bisa menikmati waktu bersama ketiga temanku, yaitu Mira, Zee, dan Olla.

Benar, disini hanya ada aku dan Olla saja. Olla masih asyik menghisap rokoknya, meskipun tempat yang aku duduki agak jauh dari Olla, tetap saja kepulan rokoknya selalu menghampiri.

Beberapa kali aku menghela nafas kasar, membuat Olla hanya terkekeh.

"Hehehe maaf drun, asapnya kena lo terus. Habis lo kenapa nggak didalem aja sih duduknya?" Tanya Olla setelah mengeluarkan kepulan rokoknya.

Aku menghela nafas lagi, lalu melihat dirinya. "Ya mau gimana lagi, kalo didalem mau ngobrol sama siapa? Kan temenku ada disini?"

Olla tersenyum tipis.

"Dari awal ketemu sama lo, gue rasanya bersyukur banget bisa punya temen kaya lo. Makasih ya mau temenan modelan gue kaya gini. Gue tau ekspetasi lo ngiranya gue anak baik dan sopan, padahal gue sebenarnya adalah anak paling lemah dan bodo karena nggak bisa apa-apa." Ucap Olla.

"La jangan bilang kaya gitu, semua orang itu kuat, nggak ada yang lemah. Lemah itu untuk orang yang nggak mau nguatin dirinya sendiri, makanya sering bilang lemah." Ujarku berusaha menyakinkan Olla.

Lagi-lagi Olla mengeluarkan asap rokoknya, kali ini terlihat kasar.

"Jujur drun! Gue itu capek sebenarnya sama diri gue yang kapan bisa keluar dari zona kaya gini? Bener-bener kaya orang bodoh, bahkan gue hidup rasanya nggak punya arah harus kemana. Kaya gue itu hidup males, tapi mati juga belum siap." Balas Olla, lalu meminum segelas air yang disediakan Mira tadi.

Dari gaya bicaranya, sepertinya Olla sedang mengeluarkan isi hatinya yang selama ini ia pendam sendirian.

"Kalo mau cerita mah, cerita aja la!" Kataku, membuat Olla menoleh seolah tau apa yang difikirkannya.

Aku mengangguk seraya tersenyum.

"Cerita kamu akan aku simpan dan dijaga rapat sampai aku mati. Aku janji!" Ujarku, lalu mengangkat jari kelingking.

Olla tersenyum, kemudian mengaitkan jari kelingkingnya, setelah itu melepaskannya.

"Ini karena mamah yang udah nemuin Tuhan drun. Semuanya berubah setelah mamah pergi waktu itu gue masih kelas 2 SMP. Mamah gue pergi karena serangan jantung dan kebetulan gue lagi pergi bareng temen-temen yang suka otomotif juga. Dimana kita semua lihat pameran mobil antik sampe mobil keluaran baru."

Olla mematikan rokoknya karena sudah habis, kemudian tersenyum tipis.

"Rasanya gue seneng banget kalo masalah otomotif, bahkan kamer gue aja isinya mobil hot wells semua yang biasa gue beli di toko mainan. Entahlah, gue juga nggak tau kenapa gue bisa suka banget, atau mungkin karena ayah juga yang sering dibengkel dan gue selalu diajak sama beliau."

"Kalo kamu suka otomotif, kenapa nggak masuk STM atau SMK la? Kan disana ada jurusannya?" Tanyaku, tapi sayangnya Olla menggelengkan kepala.

"Ayah gue nggak ngijinin, makanya dia masukin gue kesekolah itu." Balas Olla.

"Jadi yang waktu itu kamu telat sekolah gara-gara nonton MotoGP itu bohong?" Kataku.

Olla tersenyum bodoh, membuatku menghela nafas kasar dan menggelengkan kepala. Ada-ada saja memang Olla si mekanik ini.

I'M (NOT) BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang