12. I(N)B : FORMULIR

43 2 0
                                    


"Ini formulirnya!"

Aku menoleh saat kak Beby memberikan sebuah kertas formulir, yang tidak tau tentang apa formulir tersebut.

Kak beby tersenyum.

"Ini lomba karate, kakak tau ini udah kesekian kalinya kakak Beby bujuk kamu terus biar ikut tapi enggak mau karena alasan Ayah, sekolah dan lainnya terutama mamah kamu." Sambungnya

Aku tersenyum tipis, karena memang benar yang dikatakan kak Beby. Semenjak kepergian mamah dan menyuruh ayah untuk fokus kemiliteran dirumah, waktu latihan karate bersama kak Beby menjadi berkurang. Bahkan saat ada lomba ataupun event pasti kak Beby yang mengusulkannya agar aku ikut, tapi ditolak.

Terkadang aku juga beralasan sekolah dan ikut eskul, meskipun terkesan bohong, tapi hanya itu caranya agar kak Beby percaya.

Ada rasa kasihan, dan tidak enak juga setiap kak Beby mebujukknya selalu aku tolak. Tapi mau bagaimanapun juga aku harus menuruti Ayah. Ayah adalah orang yang aku takuti setelah Tuhanku.

Kali ini aku sengaja datang ke tempat latihan karate, karena semalam Ayah menyuruh untuk meneruskan selama ia pergi, dan ayah akan melatihku saat ia pulang kerumah.

Loker pintupun perlahan ditutup bersamaan dengan helaan nafas kasar dari bibirku. Kini pandanganku kearah kak Beby yang masih berdiri disana.

"Kak! Aku baru latihan lagi, setelah lama vakum dari tempat ini. Bahkan kakak aja taukan, gerakan aku banyak yang salah. Apalagi aku aja ngerasa kaya anak kecil lagi karena jarang kesini." Kataku.

"Ya itukan latihan, wajar dong kalo salah. Lagian kakak kan negur karena kamu salah." Ucap kak Beby.

"Aku nggak akan nerima formulir ini." Balasku.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Aku butuh waktu kak." Ucapku, kemudian pergi dari sana meninggalkan kak Beby.

Jika seperti ini aku lelah karena sering dikejar-kejar kak Beby, seperti mengejar tanda tangan oshi yang tidak tau kapan dapatnya?

Langkahku berkelok kekanan, yang dimana sudah terlihat gerbang tempat ini. Aku tersenyum, karena akhirnya bisa pulang dan makan masakan bi Nana.

Setelah menyapa pak satpam, aku keluar berjalan kaki sekaligus kebengkel karena sepeda yang dipakai ternyata bocor dan akhirnya harus ditambal. Tidak jauh, hanya beberapa meter dari tempat latihan.

Seraya berjalan kaki, otakku tidak sengaja memikirkan formulir yang dipegang kak Beby. Bukan, bukan berapa uang yang aku dapat nanti, melainkan, apakah bisa ikut kembali setelah lama tidak ikut latihan karate. Maksudnya, aku ingin tau kemampuan yang dicapai sekarang, mengingat sudah lama juga turun ke lapangan untuk bertanding.

"Drun!"

Kepalaku mendongak kekanan mencari sumber suara tersebut, yang dimana Olla, Zee, dan Mira sudah duduk santai di bawah pohon dekat bengkel tempat sepedaku bocor. Tunggu! Sejak kapan mereka ada disini?

"Kalian?" Tanyaku.

"Kenapa ada disini?" Sambungku.

"Nungguin lo lah." Sahut Zee, dan langsung melahap gorengan.

"Lo ngomong kaya gitu, yang ada Badrun baper. Bukan kok drun, kita bukan nunggu lo." Balas Olla.

Keningku mengernyit. "Lah terus nunggu apa?"

"Tuh!" Kata Mira, membuatku ikut mengikuti arah pandangnya. Dimana kak Beby yang sudah menggunakan motor beatnya dan sedang menawarkan tumpangan kepada seorang perempuan.

"Kak Beby!" Jawabku, dan pukulan di lenganku mengagetkan dan merasakan sakit bersamaan.

"Aduh sakit!" Aduku.

I'M (NOT) BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang