15. The Hell 💮

323 58 18
                                    

Di antara mereka bertiga—Alex, Maria, dan Yuki, Maria lah yang menangis dalam-dalam. Meraung sejadi-jadinya.

Pagi ini mereka tidak mendapat sarapan, tiba-tiba saja mereka dikumpulkan di aula dan dipisahkan setiap tim. Maria sudah curiga sejak mengamati bahwa ada satu orang dari masing-masing tim yang tidak hadir.

Biasanya, tiga tim lain berisi lima orang, tetapi kali ini hanya empat. Dan tim Maria sendiri tersisa tiga, Daniel yang tidak hadir. Mereka yang tidak hadir, adalah orang-orang yang sama yang kemarin terlambat makan siang.

Setelah berkelompok dengan masing-masing tim, setiap tim dipandu keluar oleh satu senior seumuran Tuan Louis. Hingga mereka sampai di empat pintu berjajar. Setiap tim memasuki satu pintu, tanpa senior.

Setelah memastikan semua masuk ke ruangan, para senior langsung menutup pintu dan menguncinya dari luar.

Di dalam ruangan yang semula terang, seketika gelap. Seakan lampu dipadamkan. Alex berteriak ketakutan dan menendang pintu besi—jalan mereka masuk—yang terletak di sebelah selatan saat telinga Maria menangkap suara berdesing dari dinding sebelah utara.

Bunyi dentuman yang teredam menyusul begitu desingan besi padam.

Alex, Maria, dan Yuki melangkahkan kaki berat mereka ke arah dinding utara yang kini telah berubah menjadi kaca. Rupanya, ruangan ini terhubung dengan ruangan luas lain yang dipisahkan oleh kaca besar.

Selain Daniel yang berdiri lima meter di hadapan mereka, ada juga tiga anak lain yang sejajar dengan Daniel.

"Mereka anak yang tidak hadir di aula tadi," komentar Yuki.

"Kenapa mereka di ruang sebelah?" timpal Maria. Dia berjalan lebih dekat. Merasakan ketebalan kaca melalui ketukan dan telapak tangannya.

Perasaannya tidak enak.

"DANIEL!" teriak Alex.

Yuki mencegah Alex yang melambai-lambai. "Percuma, ruangan ini kedap suara. Dinding kaca itu tebal dan merupakan cermin dua sisi. Jadi, Daniel dan mereka tidak akan bisa melihat kita."

Tidak ada penerangan lain selain lampu putih terang yang berasal dari ruangan di dalam dinding kaca. Cahayanya begitu terang, kontras dengan ruangan gelap tempat Maria berada.

Perasan setiap anggota tim yang tidak berada di ruangan dalam dinding kaca mulai tak karuan.

Maria menyentak bahu satu-satunya lelaki yang satu ruangan dengannya. "Alex, coba masuk ke dalam pikiran Daniel!"

Alex menggeleng. "Awalnya, kupikir beberapa hari terakhir ini pikiran Daniel memang kosong. Tapi aku baru sadar kali ini, pikiran Daniel terkunci. Aku tidak bisa menembusnya."

"Bagaimana dengan tiga anak lainnya?" tukas Yuki.

Alex menggeleng lagi. "Kalian pikir aku sangat bodoh?! Aku tidak akan berteriak dan coba melambai jika aku bisa mengetahui apa yang terjadi lewat pikiran mereka," ujar Alex sedikit membentak.

Kengerian semakin memenuhi pori-pori ketika mereka melihat para senior yang tadi mengantarkan, kini ada di belakang setiap dari empat anak di ruang kaca.

"DANIEL!"

Tangan para senior terulur ke depan, seperti mencekik. Tubuh Daniel dan ketiga anak lainnya terangkat dengan urat leher yang mencuat. Daniel mengeluarkan suara tercekat.

Apa ini? Mereka bisa melihat dan mendengar suara Daniel dari ruangan sebelah, tapi tidak sebaliknya?

Tidak seperti Maria yang mematung, Yuki memutar otak di tengah mata mereka yang memanas. Mereka harus segera menyelamatkan Daniel.

Sweetypie [Ben Hargreeves]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang