"Salahmu!"
"Bagaimana bisa? Bukankah kamu yang terakhir melihat Lily? Kenapa kamu tidak temani dia pergi keluar?" sangkal Ben.
Dengan cepat, Diego menekan ujung salah satu pisaunya di bawah dagu Ben, membuat langkah kaki mereka berhenti. "Kau juga sama, saking sibuknya dengan buku busukmu sampai malas untuk menemani Lily keluar barang sebentar, kan? Hm?"
Ben menelan ludah, Diego marah besar. Diego memang arogan, namun lubuk nurani tidak berbohong bahwa dia juga setuju dengan perkataan Diego.
"Turunkan pisaumu, kita tidak akan menemukan Lily jika terus seperti ini. Waktu kita kurang dari satu jam. Ayahmu akan membunuh kita hidup-hidup jika mengetahui kelalaian untuk saling menjaga." Ben sengaja menekan pada kata 'ayahmu'
"Dia ayahmu juga."
Diego sedikit menggoreskan sisi tajam pisaunya sebelum menyimpannya kembali.
Ben meringis, mengusap darah yang keluar. Mereka melanjutkan langkah yang sempat terhenti.
Mereka hampir sampai di toko tempat Lily biasa membeli es krim. Toko tersebut sudah hampir tutup. Ben dan Diego berlari, menahan pergerakan pemilik toko yang hendak mengunci pintu.
"Tuan, apa tadi saudari kami kemari?" tanya Ben dengan sopan.
"Ada banyan anak perempuan yang berkunjung, kau—"
"Yang membeli es krim coklat dan soda, sekitar satu jam lalu. Mengenakan kaos putih lengan pendek, vest kuning, dan celana hitam," tukas Diego.
Pemilik toko nampak berpikir sejenak. "Oh, anak yang itu—"
"YA, KAU TAHU—" potong Diego sembarangan. Baginya, pemilik toko ini lelet untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana.
"Soda?" Ben menatap Diego yang belum menyelesaikan ucapannya dengan penuh selidik. "Sejak kapan Lily minum soda, Diego?"
Diego membasahi bibirnya, kaku untuk menjawab pertanyaan Ben. "A-aku titip padanya."
Ben menunjuk tepat di depan hidung Diego. "Jadi kau dibalik ini?"
"Hei, diamlah! Jangan berdebat di depan tokoku!" Lerai pemilik toko.
Ben menggertak kuat sedangkan Diego menunduk.
Dasar anak-anak. Yang satu wajahnya merah padam, yang satu lagi pucat pasi.
Pemilik toko menyelesaikan urusannya dengan pintu, kemudian melanjutkan, "Dia tidak jadi beli es krim di sini tadi, karena kebetulan persediaan sodaku habis. Aku menyarankannya beli di toko ujung perempatan sebrang jalan sana."
"Toko milik Bibi Natalie?" Kali ini, Ben kembali angkat suara.
Pemilik toko mengangguk.
Ben dan Diego sama-sama mematung. Toko yang dimaksudkan berada satu kilo meter dari sini, di perempatan jalan yang ramai. Tidak sedikit kendaraan melintas dengan kecepatan tinggi.
"Terima kasih, Tuan Smith," pamit Ben.
Mereka bergegas menuju toko Bibi Natalie. Jika dari rumah menuju toko Tuan Smith perlu lima belas menit berjalan kaki biasa, pun dari toko Tuhan Smith menunu toko Bibi Natalie, perlu lima belas menit.
Hari semakin sore, derap langkah bersusulan antara kaki Ben dan Diego saling bersusulan. Empat puluh lima menit lagi, waktu bebas mereka habis. Mereka semakin mempercepat langkah.
Lily harus segara ditemukan.
Lima menit berlalu, sisa tiga ratus meter untuk sampai di toko Bibi Natalie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetypie [Ben Hargreeves]
FanficNumber Eight, yang juga diberi nama "Lily" oleh ibu kandungnya, merupakan anak angkat keluarga Hargreeves yang tertinggal. Sejujurnya ia tidak tahu mengapa ibu kandungnya menyerahkannya kepada Tuan Hargreeves. Ia hanya anak biasa, tidak memiliki ke...