6. Injection 💮

425 80 24
                                    

"Ben?" Suara lirih Lily memanggil.

Hati Lily tersentuh saat melihat tangannya digenggam oleh Ben yang tertidur di samping ranjang.

Ben sedikit menggeliat. Dia berkantung mata, sehari semalam dia tidak bisa tidur sebelum sepuluh menit lalu. Tidak juga mengangkat pantatnya dari kursi. Demi Lily. Dia ingin menjadi orang pertama yang dilihat saat Lily membuka mata. Dia juga harus meminta maaf sesegera mungkin karena mengabaikan Lily. Dia bahkan berhasil menentang Tuan Hargreeves untuk membolos latihan sementara waktu.

Rasa kantuk langsung lenyap bengitu netranya menangkap seulas senyum di bibir sang saudari. Ben bernapas sangat lega, senang mendengar sapaan dari Lily. Suara yang dirindukannya dua belas jam terakhir. Ben membenarkan posisi duduknya dari telungkup, menjadi tegak.

"Syukur kamu siuman."

"Setelah berapa lama?"

"Sekitar dua puluh empat jam."

"Pantas matamu hitam sekali. Kau tidak tidur?"

Ben menggeleng. "Bagaimana bisa tidur kalau saudariku dalam kondisi tidak menentu?"

"Bu-"

"Lily!" panggil Vanya dari ambang pintu ruang perawatan.

Lily berbinar melihat Vanya semangat menghampirinya. "Hai, Vanya!"

"Bagaimana keadaanmu?"

"Sangat baik. Aku senang disambut dua orang terspesial."

"Good to see you again, little girl."

Diego lagi. Bersedekap sambil bersandar di daun pintu. Sok keren sekali anak itu.

"Hai, Diego!"

Mereka bertiga mengelilingi kasur Lily, menggunakan baju tidur. Kecuali Ben. Jaket kulit hitamnya masih menempel sempurna sejak kemarin. Sedangkan Lily, sudah ganti baju. Grace yang menggantinya karena pakaian Lily kotor saat dibawa pulang.

Rasanya mereka baru berbincang sebentar, tiba-tiba Grace sudah ada di samping mereka.

"Waktu untuk makan malam, anak-anak," ujar Grace. Senyum di wajahnya tak pernah luntur.

Diego dan Vanya segera mengucap salam perpisahan, menuruti kata Grace.

"Ibu, boleh aku makan di sini lagi?" pinta Ben.

Grace menggeleng. "Kau sudah tiga kali makan di sini, saudaramu yang lain pasti-"

"Oh oh, ayolaah, Bu ... Kasihan Lily, baru siuman dan harus makan sendirian di sini."

"Apa aku boleh gabung makan bersama mereka, Bu?"

Grace menggeleng lembut. Tangannya membelai surai coklat milik Lily. "Ayah harus melakukan pengecekan sekali lagi."

Paparan Grace mengundang dengusan kesal kedua anaknya.

Kalbu gadis bersurai cokelat merintih. Pengecekan apanya? Obat apa lagi yang harus masuk ke dalam tubuh ringkihnya?

Tuan Hargreeves terlalu memaksakan hidup Lily. Padahal seharusnya, Lily sudah mati.

Pun, dia hidup hanya menjadi beban untuk satu rumah. Grace, Vanya, Diego, terutama Ben.

Lily beralih pada Ben. "It's okay, Ben. Lagi pula, kau perlu mandi. Aku tidak mau ditemani anak lelaki bau sepertimu."

Grace terkikik, Ben tersipu malu. "Jahat sekali."

Akhirnya, Ben berdiri. Lily benar, dia seharusnya mandi.

"Ben!" tahan Lily sebelum Ben benar-benar berbalik.

Sweetypie [Ben Hargreeves]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang