[13] TIDAK MAU CERITA.

102 20 0
                                    

Brakkk

Yoga tersentak kaget saat hendak memasukan bukunya ke dalam tas.

Yoga mendongak ke atas melihat siapa yang membuatnya hampir jantungan tadi.

"Kamu?"

Kiran manatap Yoga penuh tajam.
"Kenapa gak cerita saja sama aku? Kenapa kalo sama Romeo kamu mau cerita sih, salah aku di mana? Hah."

Yoga mengangkat satu alisnya binggung.
"Cerita apa? Aku enggak cerita apa apa sama Romeo tadi, kamu pasti di tipu sama dia."

Kiran melotot.
"Kami pikir Romeo berbohong?"

Yoga mengangguk.
"Aneh deh, mau tau aja urusan orang." Yoga berdiri.

"Eh mau kemana?" Tanya Kiran.

"Mau nemuin pak Bambang buat diskusiin lomba lari yang berlangsung Minggu depan."

Kiran mencekal tangan Yoga yang hendak pergi dari hadapannya.
"Tunggu, aku lupa satu hal."

Yoga diam menatap Kiran yang kini sudah melapaskan tangannya.
"Kita kan di suruh cari anggota."

Yoga memalingkan wajahnya.
"Udah lah lupain itu, gak ada yang mau masuk kok."

"Yakin banget sih kalo gak ada yang masuk, buktinya aku masuk tuh di ekskul lari."

Yoga menatap Kiran malas.
"Itu kan kamu."

Kiran menghela napasnya.
"Sebenernya apa sih alasan kamu kayak gini, kenapa? Kamu gak mau kah kalo ekskul lari jadi ramai, banyak anggotanya gitu?"

Yoga masih diam. Entah apa yang dipikirkan cowok itu.

Kiran memalingkan wajahnya juga.
"Aku tau kamu gak bisa bilang, tapi aku tipikal orang yang suka kepo, jadi jangan salahin aku kalo aku gunain berbagai cara untuk bisa tahu apa masalahmu ya."

"Kenapa lakuin itu?"

Pertanyaan itu membuat Kiran terdiam. Nada dingin itu membuat Kiran merinding di tempat.

"Kamu gabut banget sih, emang kalau kamu tahu, masalah ku bisa selesai?"

"En.."

"Bisa, masalah kamu bisa selesai, aku akan coba bantu kok."

Yoga tersenyum tipis.
"Sekali lagi aku ucapin terimakasih untuk itu."

Yoga hendak melintas di samping Kiran. Tapi Kiran langsung menghadangnya lagi.

"Ayo cerita, aku yakin kamu bisa berbagi sama aku kok."

"Enggak bisa, aku enggak mau cerita, karena cerita ini sangat membosankan."

Kiran tersenyum.
"Aku..."

"Tolong jangan paksa aku, aku bener bener enggak mau cerita."

Baiklah, Kiran kali ini akan mengalah lagi, namun itu hanya sementara saja. Kiran bakal tetap mencari tahu apa yang terjadi dengan Yoga yang sebenarnya.

***

Kiran pulang seorang diri, ia baru saja hendak akan berjalan ke gerbang sekolah, karena tadi ada kegiatan tambahan yang tidak bisa ia tinggalkan.

Saat hendak melewati lorong di lihatnya Yoga yang sedang lari keliling lapangan, tidak ada siapa siapa di sana hanya ia seorang.

Kiran bersedekap dada menatap cowok dengan rambut berantakan penuh dengan keringat itu.

Tadi ia hendak ikut juga, tapi ia lupa ada diskusi antar osis, jadi dia memilih untuk diskusi antar osis dari pada ikut latian lari sama Yoga.

Setelah beberapa saat memandang, satu orang datang mendatangi Yoga, Kiran pikir itu pak Bambang ternyata bukan.

"Itu kan orang yang pernah ku lihat ada di depan rumah Yoga."

Kiran menatap orang itu, Terlihat orang ber Jaz hitam itu berbicara kepada Yoga, namun Yoga hanya diam tidak menjawab ia memilih meninggalkan orang itu dan memilih untuk kepinggir untuk mengambil tasnya.

Kiran melotot melihat Yoga hendak pergi. Ia ingin mengejar, tapi mendadak dirinya takut melihat orang itu yang tampak seram mengikuti Yoga dari belakang.

Kiran menghela napasnya kesal.

"Heh gak baik tau lihatin orang."

Kiran menoleh kaget.

"KAMU."

Kiran mundur dua langkah.
"Kok bisa di sini?"

Itu adalah kak Nay, wanita yang keluar dari buku yang ia lihat kemarin.

Kak Nay mengkibaskan tangannya.
"Adalah, kamu enggak perlu tau"

Kiran tidak setakut awal ketemu kak Nay. Kali ini ia jauh lebih tenang.

"Kamu ini sebenernya dari mana sih?"

"Buku." jawab kak Nay santai.

Kiran mengkerutkan dahi.
Kak Nay menghela napasnya.

"Ayo bicara di tempat lain, kamu gak mau kan di bilang gila sama orang yang melihat kamu berbicara sendiri?"

Kiran menoleh ke sana kemari.
Lantas ia pun langsung menujuk kak Nay.

"Kamu?"

"Aku enggak bisa di lihat oleh sembarang orang loh." ucapnya.

Wanita dengan tanduk merah serta baju merah itu pun berjalan melewati Kiran. Ia mendudukan diri di salah satu kursi yang tersedia di sana. Kursi yang sengaja di buat untuk murid istirahat duduk duduk.

Kiran ikut duduk.

"Siapa namamu?" Tanyanya.

"Kiran."

"Kamu juga sudah tidak takut kan sama aku?" Tanya kak Nay melihat ke arah Kiran.

Kiran menatap kak Nay.
"Aku gak tau, aku kaget aja bisa lihat mahkluk kayak kamu."

Kak Nay tersenyum ke arah Kiran. Keduanya sama sama melihat ke arah lapangan yang kosong itu. Pohon pohon di sebelahnya bergoyang tertiup angin.

"Kamu ini sebenernya apa?" Tanya Kiran takut takut.

"Aku iblis, kamu percaya?"

Kiran geleng geleng.
"Tapi dengan adanya tanduk di kepala kamu itu sudah membuktikan semuanya sih."

Kak Nay melihat ke arah kepalanya.
"Ah iya tanduk."

"Kok kamu bisa di dalem buku? Kamu sebangsanya jin gak sih?"

Kak Nay menghela napasnya.
"Bisa di bilang seperti itu, tapi aku versi jahatnya, jin yang jahat." kak Nay tersenyum miring.

"Tapi tampang tampang kek kamu gak cocok jadi jahat deh." jawab Kiran spontan.

Kak Nay menoleh ke arah Kiran kesal.
"Aku memang enggak jahat, lebih tepatnya aku tidak sejahat mereka." kak Nay menoleh ke atas.

Kiran juga ikut menoleh ke atas.
"Aku enggak tahu kamu ngomong apa, tapi siapa yang kamu maksud tidak sejahat mereka itu? Aku penasaran deh."

"Ya mereka, aku tidak bisa menyebutkannya."

To be continued

BERSAMAMU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang