[08] STRES.

119 30 0
                                    

Kiran sampai rumah sedikit sore, jalan rumah Yoga ke sekolahnya tadi sih menang sedikit dekat, tapi jalan rumah Yoga ke rumah Kiran lah yang bikin jauh.

Kiran terduduk di meja belajarnya, ia langsung mandi dan beres beres tadi.

Gadis itu melamun sembari menatap kaca kecil yang ada di samping meja belajarnya.

"Tadi siapanya Yoga?"

"Kalo di lihat lihat sih, kayak bodyguard gitu gak sih?"

"Tapi masak iya sih?"

"Asli dah kepo banget, pasti yang aku lihat tadi ada alasannya Yoga kayak gitu."

Beberapa pertanyaan muncul begitu saja di otak Kiran.

Tok tok tok

"Kiran belajar, jangan ngomong sendiri, mau bikin drama kamu? Ngomong sendiri kayak gitu? Udah deh gak bakal jadi aktor juga lu. Jangan ngarep."

Kiran sontak menutup mulutnya.
"Astaga kedengaran ya?"

"Kedengaran lah bego, gimana sih. Diem makanya, jangan ganggu, aku mau bikin vidio eh malah denger kamu ngomong, gak konsen nih."

Kiran yang masih duduk di kursi belajarnya itu berdecak kesal.

"Ck berisik pergi aja deh." usir Kiran.

"Adik sialan, belajar aja sana, dari pada ganggu dengan suara gak jelas."

Ucapan yang tidak lain berasal dari kakaknya Kiran sendiri itu perlahan menjauh.

Kiran tersenyum kecut sembari memegangi kepalanya.

"Pokoknya aku harus cari tau lebih dalam tentang kehidupan dia deh, biar gak penasaran."

***

Pagi begitu cepat untuk datang, tanpa Kiran sadari dirinya telah tertidur di atas meja belajarnya.

"Aku ngapain di sini?" Tanyanya binggung.

Penampilan Kiran sedikit kacau, dengan rambut panjang yang berantakan itu.

Ia melihat sekelilingnya seperti orang linglung. Beberapa detik kemudian ia meraih ponselnya yang di letakkan tidak jauh darinya.

Kiran menggaruk rambutnya yang tidak gatal itu tiba tiba. Ia menggecapkan lidah beberapa kali sampai matanya melotot secara tiba tiba.

"Hah, jam tuju udah kurang dua puluh menit? Mampus aku."

Kiran berdiri, yang ada di pikirannya kali ini adalah bukan mandi. Melainkan seragam sekolahnya.

"Duh harus buru buru nih, mampus aku" Kiran mondar mandir mencari seragamnya yang entah di letakkan di mana olehnya.

"Gak boleh telat, gak usah mandi aja, pake parfum yang banyak biar kelihatan mandi."

Kiran langsung melepaskan kausnya dan melempar ke sembarangan arah. Ia meraih kemeja bermotif batik warna merah itu.

Setelah selesai memakai, kiran buru buru memakai roknya dan juga sepatu.

Dalam hal itu Kiran cuma membutuhkan waktu sepuluh menit.
Stelah selesai semua, Kiran menyemprotkan sekujur tubuhnya dengan parfum yang banyak. Tak lupa menyisir rambutnya juga.

Pintu kamar kira terbuka, gadis itu sudah berlari keluar rumah. Kali ini dirinya tidak tau harus berangkat sekolah naik apa, biasanya sih di anterin kakak perempuannya. Tapi mungkin dirinya sudah di tinggal.

"Kakak jahat banget sih, ninggal, adeknya yang malang ini."

"Sakit banget tau gak sih, aaahh."

Kiran mengomel di tengah perjalanan. Sampai dirinya pun menemukan ojek yang menganggur.

Kalo Kiran tidak menyogok tukang ojek itu, mungkin Kiran bakal telat beneran. Kiran menyogoknya karena di suruh ngebut. Untung bapaknya mata duitan, jadi mudah saja di pancing.

Kiran sampai di depan gerbang yang hendak ditutup itu. Beruntung dirinya masih bisa masuk.

"Loh, kak Kiran, kok terlambat biasanya selalu pagi."

Kiran mendongak setelah mengatur napasnya.

"Ahh, gapapa kok cuma kasiangan."

Anak osis itu tadi tersenyum ramah.
"Istirahat yang cukup kak, untung kakak engga terlambat, lewat sedetik udah kayak mereka." anak itu menunjuk di luar gerbang yang sudah di tutup itu.

Kiran meneguk ludahnya. Memang nakutkan sekali yah.

"Ya udah kak Kiran, aku mau hukum mereka dulu, kak Kiran cepat ke kelas, takutnya ketinggalan pelajaran malah."

Kiran tersenyum.
"Iya makasih yah, aku pergi dulu"

Kiran beranjak pergi dari sana untuk menuju kelasnya.

Kiran melangkah santai menuju ke kelasnya. Ia melewati koridor koridor kelas. Dari jendela Kiran bisa melihat kelas kelas yang sudah pada masuk, namun belom ada gurunya.

Jadi Kiran merasa sudah tidak terlalu kawatir untuk telat, semoga saja jam pelajaran pertama gurunya sedikit lelet.

Namun pemikiran Kiran salah. Ia menghentikan langkahnya saat melihat segerombolan anak kelasnya ada di depan. Dengan wajah yang menunduk.

"Kok itu pada di luar? Kenapa?" Kiran berlari kecil menuju kelasnya.

"Ada apa? Kok pada di luar?" Tanya kiran.

Salah satu dari mereka menatap Kiran.
"Kiran, kamu udah ngerjain pr sosiologi?"

Alis Kiran terungkat
"Pr yang mana?"

Anak itu menghela napasnya.
"Hah, Sepertinya nasip mu sama seperti kita."

Kiran mengkerutkan dahinya.
"Dih, jangan sama samain aku dong, memang apa prnya?"

"Yang di suruh mencari konflik batin itu loh, sama yang di suruh mengerjakan halaman 175." anak yang lainnya menjawab.

Kiran beroria sembari mengangguk.

"Udah selesai?" Tanya anak itu lagi.

Kiran tersenyum.
"Tentu sudah dong, masak seorang Kiran belum mengerjakan sih." Kiran masuk ke kelas dengan percaya dirinya.

Hal yang pertama yang ia lihat adalah Bu Fahma, guru sosiologi kelas sebelas.

Bu Fahma yang tengah mengoreksi buku murid lain itu mendongak.

"Kiran? Baru dateng?"

Kiran menatap Bu Fahma.
"Maaf bu, saya terlambat, ada kegiatan osis sedikit tadi."

Tentu saja kiran berbohong. Dirinya hanya melamun saat menyusuri koridor kelas.

"Mana pr yang ibu kasih Minggu kemarin? Jangan jangan kamu belum lagi."

Kiran memalingkan wajahnya kesal.
"Jangan sama sama kan diri ku dengan yang di luar dong bu, aku ini Kiran, Kiran tetaplah Kiran, yah pasti sudah lah."

Bu Fahma menaikan kacamatanya.
"Baik mana buku kamu?" Bu Faham mengalurkan tangannya.

Kiran mendekat ke meja guru dan langsung merogoh tasnya.

"Nih Bu." Kiran menyerahkan buku itu.

Tapi tadi ada yang janggal saat mengambil buku.

Bu Faham meraih buku Kiran. Ia mengangguk.

"Baik kamu boleh duduk, dan sekarang buka buku paket hal 184 sampai 192 dan baca." 

Kiran mengangguk dan undur diri.

Kiran menatap Yoga yang sudah anteng dengan bukunya, sepertinya Yoga juga tidar sadar kemaren di ikutin Kiran.

Mata kiran terus menatap wajah Yoga, dia adalah orang yang tersangka pertama karena membuat Kiran bergadang dan hampir saja terlambat.

Kiran duduk di bangkunya dan mulai mengeluarkan bukunya. Namun..

"Hah kok gak ada?" Kiran berucap pelan sembari melirik Bu Fahma.

"Mampus gak bawa buku paket sosiologi, anjim."

To be continued

BERSAMAMU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang