[17] TULISAN(END)

368 36 2
                                    

01 Maret 2022

Aku enggak tau harus berbuat apa sekarang. Aku kesepian bener bener kesepian. Pada awalnya aku masih bisa bertahan dengan kesepian ini, sampai satu orang datang.

Aku enggak tau apa tujuan dia, mungkin tujuan dia baik, dia hanya tidak ingin aku terlihat menyendiri.
Aku sangat berterima kasih karena dia merhatikan aku.

Namu dia selalu memaksa aku untuk bercerita. Aku ingin sekalih bercerita, tapi mulut aku selalu terkunci saat melihat dia.

Hai, aku enggak tau kamu baca ini apa tidak, tapi terimakasih sudah memperhatikan aku akhir akhir ini.

Ini semua tentang ayah ku. Aku tidak bisa menulis banyak hal. Namun ayah ku selalu melarang ku untuk berteman dengan siapa pun.

Aku kurang tau alasannya apa. Jadi kumohon mengertilah, dan satu lagi.
Maaf dengan sikap ku akhir akhir ini yang sedikit membuat mu jengkel.

Mungkin itu hal baik karena kamu menjauhi aku.

Terimakasih sudah membaca.
Salam hangat.
Y

Kiran terdiam
"Ayah?" Gumamnya.

Kiran menjadi teringat akan waktu itu dia membuntuti mobil yang membawa Yoga.

"Kamu sudah baca?" Tanya kak Nay tiba tiba.

Kak Nay muncul di sebelah Kiran.
Di sebelahnya ada Neta yang masih fokus membaca.

"Kamu gak usah jawab. Sekarang akan ku jelasin maksud surat itu."

Kak Nay mulai bercerita.
"Yoga membuka buku coklat itu juga tanpa di sengaja, kamu tau kan dia jarang mengerjakan pr di mata pelajaran yang tidak ia sukai?"

Kiran mengangguk.

"Yoga selalu menghabiskan waktunya di perpustakaan saat di suruh keluar oleh gurunya, jadi dia bertemu aku, saat aku melihatnya aku bisa lihat dia banyak pikiran."

"Kamu mau tau kenapa?"

Kiran mengangguk lagi.

"Ayahnya itu terlalu posesif dengan Yoga, dia melarang Yoga untuk berteman dengan siapa pun karena takut di tinggalkan."

Alis Kiran terangkat satu.
"Itu karena mendiang ibunya meninggal saat sedang bersenag senang dengan teman temannya. Ibu Yoga meninggal kecelakaan bersama kelima temannya saat hendak pulang ke rumah masing masing."

"Saat itu Yoga masih berumur lima tahun. Ayah Yoga shok melihat istirahat sudah tewas di tempat dengan kaki yang patah."

"Dia tidak bisa berdamai dengan keadaan dan memutuskan pindah ke kota ini saat Yoga baranjak umur enam tahun."

Kiran menatap kak Nay serius.

"Kamu tau kan, di umur Yoga yang seperti itu pasti ingin sekalih bermain. Namun Yoga tidak bisa mendapatkan itu semua."

"Dia di kurung dalam rumah sama ayahnya, tidak boleh keluar, dia melarang anaknya itu untuk bermain dan mempunyai teman."

Kak Nay menatap Kiran.
"Ayah Yoga trauma kalo kejadian beberapa tahun yang terjadi pada istrinya itu terjadi juga kepada Yoga."

Kiran mengigit bibirnya. Bisa bisanya seperti itu.

"Sekarang kamu tau kan alasannya? Yoga sudah meminta permohonannya untuk menjelaskan ini kepadamu, sekarang aku bisa memohon, tolong jangan ganggu Yoga seperti itu. Karena kalo Yoga ketawan punya teman, itu semua akan berimbas kepada Yoga."

Kak Nay menghela napasnya.
"Yoga sudah meminta permohonannya. Sekarang giliran mu, biar aku cepat selesai di sini."

Kiran mengangkat dagu.
"Baiklah, aku cuma memohon kepada mu, tolong jangan biarkan Yoga sedih, atau pun kalo bisa jangan jauhkan dia dari aku."

Kiran berbicara lewat pikirannya.

"Agak maruk ya, tapi apa boleh buat."

Kiran menatap ke arah lapangan, dia tersenyum tipis melihat Yoga yang sedang latian lari di sana.

"Gapapa, aku akan jadi pengagum rahasianya untuk sekarang." ucapnya dalam hati.

"Kiran." pangil kak Nay.

"Aku tidak bisa memaksakan takdir, itu semua pasti sudah ada yang mengatur, tapi aku juga berdoa agar Yoga bisa selalu ada di dekat mu, mungkin kalian jodoh."

Kiran tersenyum mendengar itu.
"Aminn."

Sejak saat itu kak Nay menghilang dari hadapan Kiran dan tidak pernah melihatnya lagi.

Tulisan yang di tulis oleh Yoga juga menghilang, sudah di pastikan tulisan itu adalah untuk dirinya.

Dan sejak hari itu juga Kiran memutuskan untuk tetep memperhatikan sosok Yoga. Walau tidak bisa berbicara banyak hal. Dan tidak bisa membantu apa apa. Kiran sangat bersyukur melihat Yoga baik baik saja.

***

"Wwooo, dramatis juga yah."

"Apanya yang dramatis?" Kiran melotot menatap Hana kesal.

Hana menyengir lebar.
"Cerita mu sulit di percaya sih, tapi aku cuma bisa bilang, semangat."

Kiran tertawa di dalam mobil taksi yang hendak membawa keduanya ke sekolah, dua hari Kiran habiskan untuk bercerita dengan Hana.

"Aku melewatkan banyak hal ya, gara gara tugas osis." Pikir Hana.

"Makanya jangan terlalu sibuk, ketinggalan kan?"

"Tapi gak papa, kamu ka udah cerita."

Kiran cuma tersenyum.

"Satu hal yang aku enggak tahu dari mu."

Kiran menoleh.
"Apa?"

Hana juga menoleh.
"Mudah jatuh cinta."

Pipi Kiran memerah tidak bisa ia pungkiri mungkin ucapan Hana ada benarnya juga. Ia jatuh cinta kepada Yoga.

Dan mungkin kisah meraka hanya sampai di akhir kelulusan. Walau begitu ia berharap di mana pun Yoga melanjutkan jenjang pendidikannya nanti ia selalu baik baik saja.

Kiran tersenyum.
"Senang mengenalmu walau kita tidak bisa banyak bicara, tapi aku bahagia, Yoga."

•selesai•


Haiii, terimakasih sudah baca ini sampai abis😊❤️

Beberapa tugas yang ada di cerita ini adalah bentuk tugas yang aku dapat saat menyelesaikan cerita ini.

Di mana pun kalian berada semoga sehat selalu ya. Terimakasih lagi karena sudah baca.

Banyak banyak terimakasih juga untuk yang sudah vote😆❤️
Seneng banget aku.
Hehehe
See you again❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BERSAMAMU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang