Bab 11 - Cari tahu

12 9 4
                                    

Rasanya hari berjalan melambat, semalaman aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Kedua mata pun sulit kuajak kerjasama untuk tidur barang semenit. Aku berhasil bergadang tanpa adanya faedah, hanya gelisah, gelisah dan gelisah. Gelisah menunggu pagi hari ini, ingin segera bergegas ke kantor dan mencari cara bagaimana agar aku tahu si empunya nomor tak ku kenal semalam di ponsel Mas Bian.

Aku harus punya bukti kuat, supaya tuduhan ku beralasan. Dan keputusan yang ku ambil tepat, bukan karena emosi sesaat. Awas aja Mas, kalau sampai firasat jelekku ini benar-benar terbukti. Rasanya aku tak mungkin mempertahankan rumah tangga kita yang sudah tak baik ini.

"Pagi Mba Cinta, tumben udah datang pagi-pagi Mba. Mau dibuatkan kopi?" Mas Priyono yang bertugas sebagai Office Boy di kantor menyapa ramah di depan ruangan kerjaku

"Pagi Mas Pri, kopi? ... Boleh juga. Kebetulan saya belum tidur semalam, lumayan ngantuk nih. Tapi jangan kopi hitam yah."

"Ah siap Mba. Sebentar ya saya buatkan."

Sambil menunggu kopi yang dibuatkan Mas Pri datang, aku sambil menyalakan komputer dan bersiap memulai pekerjaan.

"Kopi nya sudah datang ... Silahkan di nikmati Mba Cinta" Mas Pri menaruh cangkir kopi di pinggir meja kerjaku

"Terima kasih, Mas Pri. Nanti saya minta tolong titip beli makan siang boleh ya Mas, biasa ... Temen duet nya lagi pulang kampung nih."

"Oh, ya siap! Setengah dua belas nanti saya ke sini lagi ya Mba, saya permisi dulu mau lanjut bersihin ruangan sebelah dulu Mba," pamit Mas Pri meninggalkan aku sendiri.

"Makasih ya Mas Pri."

Ku lanjutkan double job ku hari ini, tanpa Yulia memang sepi terlebih dengan perasaan yang carut marut saat ini. Butuh teman curhat tapi tak mungkin aku mengganggu Yulia yang sedang merawat Ayahnya yang sakit.
Adit?! Apa harus aku berbagi cerita ke Adit saja?! Ach... Jangan, bagaimana kalau nanti malah membuat situasi makin sulit dan runyam. Oke, semoga semuanya bisa ku atasi sendiri. Begitu mungkin lebih baik.

***

Baru jam sebelas kurang lima menit, tapi aku sudah sibuk mencari keberadaan Mas Pri. Di sela-sela konsentrasi bekerja yang memang sudah kacau tadi, aku menemukan ide brilian untuk mengungkap si empunya nomor yang tak dikenal itu.

"Mas Pri, saya cari ke belakang gak ada, gak tau nya di sini." Akhirnya aku mendapati apa yang kucari, semoga Mas Pri bisa di andalkan.

"Lho, Mba Cinta kok cari saya?, Kan masih jam sebelas Mba, nanti saya pasti ke ruangan Mba Cinta kalo sudah setengah dua belas. Gak usah di cari, saya ingat kok Mba. Bener deh."

"Enggak Mas Pri, saya bukan mau titip beli makan. Saya mau minta tolong sama Mas Pri, boleh?" Saya menggiring posisi berdiri kami sedikit masuk ke dalam pantry, berharap tidak ada yang mendengar dan hanya kami berdua yang tau masalah ini.

"Minta tolong apa ya Mba?" Ku lihat wajah Mas Pri kebingungan

"Mas Pri punya hape?" Tanyaku memulai rencana

"Ada, ini Mba ... Tapi hape saya jelek Mba, cuma bisa telepon sama SMS aja, gak bisa foto Mba." Mas Pri dengan polos menunjukkan ponsel miliknya. Ponsel berukuran kecil, bergaya flip berwarna putih. Jelas tidak ada fitur foto, untuk download berbagai aplikasi pun tidak bisa.

"Owh ... Gak papa Mas, tapi ada pulsanya gak?" Tanyaku lagi

"Ya ada dong Mba, tadi malam baru aja diisikan anak saya." Terang Mas Pri

"Oke, Good. Begini - saya mau minta tolong Mas Pri telepon ke nomor ini. Nanti, kalau yang angkat laki-laki, Mas Pri langsung bilang aja salah sambung. Tapi kalau yang angkat perempuan, nanti Mas Pri bilang mencari Fahira Suketi. Gimana, bisa? paham gak?" Pelan-pelan aku menerangkan, sambil menyodorkan nomor yang sudah ku tulis besar-besar di kertas.

Cinta BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang