Suasana berubah canggung selama perjalanan ketika Wira mengantarkan Ara pulang ke rumahnya. Pasalnya, setelah Ara yang kepergok oleh Fira berada dalam ruangan si bos dengan penampilan yang sangat berbeda, mereka mendapatkan tatapan aneh dari para pegawai lain saat keluar dari kafe, entah apa yang Fira katakan pada mereka, yang lebih membuat Ara salah tingkah ketika bukannya mengatakan sesuatu, Wira malah menggenggam erat tangannya seraya membawanya keluar hingga menuju mobil yang terparkir.
"Ehm," dehem Wira hingga membuat Ara yang sedari tadi memalingkan wajahnya ke luar jendela seketika tersadar. Ternyata sedari tadi gadis patah hati itu tengah asik dengan pikirannya sendiri.
"Saya tidak mau melewati gang sempit lagi dan sebenarnya saya tidak suka bertanya dua kali, kamu tunjukkan jalan utamanya atau ikut saya pulang ke rumah?" Wira masih menatap lurus ke depan, sedari tadi ia sudah menanyakan arah yang harus dilewati namun tak ada respon apa pun dari Ara hingga ia memilih untuk melambankan laju kendaraannya.
Ara yang tersadar dengan.maksud Wira mulai melihat pada jalanan sekitar, setelah ia memahami dimana mereka berada segera ia memberitahu Wira arah yang akan mereka tuju.
***
"Loh, Ra?" sambut sang ibu ketika melihat penampilan Ara, yang lebih membuat wanita paruh baya itu terkejut adalah keberadaan Wira di belakang gadis itu.
Pasalnya, saat pulang dari membantu acara di rumah Laras, wanita itu mendapatkan kiriman foto dari seorang kerabat yang mengatakan jika Ara datang ke acara Laras bersama seorang pria. Tak nampak jelas siapa pria yang bersama puterinya, yang terlihat hanyalah paras sang puteri tampak dari samping bersama seorang pria yang tengah memeluk pinggang Ara dengan posesif. Awalnya bu Ratna tak mempercayai foto itu karena ia tahu jika Ara tak pernah memiliki gaun seperti yang dikenakan gadis dalam foto. Tadi pagi bahkan Ara berpamitan padanya jika ia ada pekerjaan mendakak. Wanita itu pikir yang dikirim kerabatnya adalah sebuah kesalahpahaman, namun ketika melihat Ara sekarang, ia tak bisa berkata apa pun lagi.
"Bu," cicit Ara.
Gadis itu tahu jika sang ibu pastilah akan terkejut melihatnya, apalagi ketika melihat reaksi ibu secara langsung, Ara tahu jika ibunya tengah kecewa. Ara telah berjanji untuk tak datang ke acara pernikahan Laras namun yang terjadi justru sebaliknya.
"Silakan masuk, Pak." Berusaha mengurai rasa terkejutnya, bu Ratna mempersilakan Wira untuk masuk terlebih dahulu, sementara itu Ara bergegas ke dapur untuk membuatkan minuman.
Entah apa yang dikatakan Wira pada sang ibu, yang Ara dapati sekarang ibunya yang tengah tersenyum lembut pada pria itu. Tak berapa lama setelahnya, Wira undur diri dari rumah Ara dengan alasan hari sudah semakin larut.
"Mandi dulu, Ra. Anak ibu cantik sih pakai baju ini, tapi bau," canda sang ibu seraya menepuk pundak Ara kemudian berlalu menuju dapur.
Ara reflek membaui tubuhnya sendiri lalu berkata," mana ada Ara bau, Bu." Namun gadis itu tetap berjalan menuju kamarnya untuk mengambil baju ganti kemudian mandi.
"Bu," panggil Ara ketika mendapati sang ibu masih berada di dapur sedang duduk seraya menyesap teh hangat secara perlahan.
"Hm, kenapa?" Bu Ratna meletakkan cangkir yang semula ia pegang, beralih sepenuhnya menatap lembut sang puteri.
"Maafin Ara ya, Bu. Pasti ibu kecewa ya sama Ara karena udah langgar janji Ara buat gak datang ke sana?" Ara menumpukan kedua tangannya ke atas meja, menatap dalam sang ibu yang justru tersenyum setelah mendengar ucapannya.
"Pak Wira udah jelasin semua ke Ibu. Justru Ibu malah bangga sama kamu karena bisa hadapi hari ini dengan baik." Bu Ratna menggenggam tangan Ara seraya tersenyum.
Mendengar penjelasan Wira tadi, bu Ratna merasa sedikit lega. Anaknya mampu menghadapi semua orang yang telah meremehkannya. Bahkan Ara tak sedikitpun terlihat bersedih di hadapan mereka. Puterinya justru sangat kuat dan tak serapuh yang ia khawatirkan selama ini.
Ara hanya mengernyit, apa yang Wira jelaskan pada ibunya, sementara pria itu saja belum menjelaskan apa pun padanya tentang alasan apa yang terjadi hari ini.
***
Di tempat berbeda, seorang pria nampak tengah duduk di balkon kamarnya. Menyendiri sembari menyesap sepuntung rokok yang tinggal separuh, menatap lurus ke depan. Baju yang ia kenakan bahkan masih sama saat dirinya pulang ke rumah.
Mengembuskan asap ke atas pada sesapan terakhir seolah melepaskan sesuatu yang sejak tadi menyita pikirannya. Pria itu kemudian mematikannya pada asbak di atas meja sampingnya.
"Kenapa masih ada gadis seperti itu? Bodoh Ares sudah menyakitinya," gumam Wira menyandarkan punggung seraya menaikkan sebelah bibirnya ketika wajah Ara kembali terlintas dalam ingatannya.
Laras, bahkan saat bertemu dengan wanita itu tadi, denyutan dalam dada Wira sudah terasa biasa saja. Bahkan pria itu kini merasa jika Laras memang sedari awal tak pantas untuknya setelah melihat bagaimana wanita itu menatap Ares.
Yang membuatnya terusik justru ketika ia beberapa kali menangkap mata Ares yang beberapa kali menatap Ara dengan pandangan yang sulit ia artikan. Tanpa sadar Wira mengepalkan tangannya ketika mengingat hal itu. Entah apa yang terjadi dengannya, harusnya ia tak perlu kesal melihatnya, toh Ara bukan siapa-siapanya bahkan hanya salah seorang pegawai yang tanpa sengaja ia pilih sebagai gadis cadangan untuk memenuhi tantangan Ares.
Ara, kenapa beberapa hari ini justru malah gadis itu yang seolah terus saja mengusik pikirannya?
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Cadangan
Любовные романыMutiara Anandya yang hampir bertunangan dengan Ares harus menelan kekecewaan serta patah hatinya ketika sang kekasih memilih membatalkan pertunangan tepat pada hari pertunangan mereka. Tak cukup sampai di sana, sebulan kemudian Ares kembali datang...