Apa [Name] pernah bercerita bagaimana dirinya dan Jean mengikat janji saat kecil dulu? Kejadian ini jika diingat-ingat sangat lucu dan manis baginya.
Waktu itu, saat bunga bermekaran dengan indah, [Name] dan Jean bermain bersama di kebun ibu Jean. Mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama. Mulai dari memetik bunga, membantu ibu Jean menanam bibit baru bahkan hingga aksi saling kejar-mengejar karena masing-masing dari mereka sangat usil.
Karena aksi kejar-mengejar itu pula keduanya menjadi lelah dan memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon yang subur. Angin berhembus dengan sejuk, membelai kulit yang basah oleh keringat.
"Jean, aku lelah mengejarmu. Padahal kau itu gendut."
Bug!
Pukulan [Name] terima. Jean sangat lancang memukul pundaknya kuat.
"Kata ibuku, aku tidak gendut! Hanya saja sedikit lebih besar," ketus Jean sinis.
[Name] menilik tak suka sembari mengusap pundaknya. Jean memang paling anti diejek gendut. Namun, meski Jean itu gendut, dia itu sangat imut di mata [Name]. Bahkan pipi tembem Jean sering kali [Name] remas karena saking tak bisa menahan kegemasannya terhadap sesuatu yang imut.
[Name] menyandarkan punggungnya pada batang pohon. Menatap lurus dan memperhatikan ibu Jean yang sedang sibuk berkebun. Selain suka memasak, ibu Jean ternyata juga suka berkebun. Bahkan ada begitu banyak jenis bunga di kebun rumah Jean.
"Sepertinya, ibumu dan bunga-bungannya adalah pasangan hidup," lontar [Name].
Jean menoleh, menatap [Name] sejenak lalu mengangkat kedua pundaknya acuh. "Pasangan hidup ibuku adalah ayahku."
Menarik nafas panjang, Jean memang sukar untuk diajak bicara. Mengusap wajahnya kasar, gadis kecil itu menarik diri untuk bangkit. Tangannya berkacak pinggang dengan kedua mata yang meneduh.
"Sepertinya aku harus belajar berkebun dengan ibumu." Lantas [Name] segera berlari kecil menghampiri ibu Jean dan berseru girang. "IBU! AKU INGIN BELAJAR MENANAM BUNGA!"
Jean bersungut-sungut. Alih-alih memanggil ibunya dengan sebutan bibi, [Name] justru memanggil ibunya dengan sebutan ibu pula. Terkadang, kedekatan [Name] dengan ibunya membuat Jean iri!
Menarik diri untuk bangkit, Jean langsung berlari kecil menghampiri dua perempuan yang penting di dalam hidupnya itu. Ia akan ikut berkebun juga.
Setelah menghabiskan waktu untuk berkebun selama beberapa jam dengan jeda rehat sejenak yang mendominasi, ibu Jean akhirnya mengakhiri kegiatan mereka. Serta mengatakan jika wanita itu akan membuatkan mereka cemilan untuk disantap bersama.
[Name] dan Jean pun tak lupa pula diberi perintah untuk membersihkan kaki dan tangan mereka agar terhindar dari kuman.
"Apa kakakmu akan pergi melakukan ekspedisi ke luar dinding?" Di tengah perjalanan menuju halaman belakang di mana sumur berada, Jean tiba-tiba bertanya.
Kening [Name] berkerut. "Dia bahkan belum lulus akademi militer."
Lantas Jean menepuk keningnya. "Oh iya, aku lupa!"
Setibanya di sumur, Jean menimba air sebisanya. Dengan hati-hati bocah berbadan tambun itu menimba air. Memberi intruksi kepada [Name] agar menyerahkan kedua tangannya. Segera menuangkan air, gadis itu membasuh tangan kotornya di bawah air yang mengalir.
"Jean, apa nanti kau akan masuk akademi militer juga?" Tiba-tiba [Name] bertanya.
"Tentu saja. Aku juga sudah berbicara dengan kakakmu sebelum dia kembali latihan militer. Katanya, latihan militer itu berat, tetapi sangat menyenangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐎𝐌𝐈𝐒𝐄 || Jean Kirstein || FAP ✔︎
FanfictionRasa ini terhubung. Terhubung oleh janji masa kecil yang masih melekat indah dalam benak. [Name] takkan pernah melupakan janji itu dan justru menggunakan janji mereka sebagai sebuah rekonsiliasi antara dirinya dan Jean. Namun, bagi Jean semua janji...