Hamparan pantai yang luas ia lihat. Deru ombak terdengar begitu merdu kala kedua mata terpuka saat melihat ombak-ombak kecil berlarian menjorok ke bibir pantai. Ditambah pula dengan dersik dan suara kicauan burung yang terbang bebas semakin menambah rasa takjub tak berujung.
Selama 19 tahun tak pernah pergi keluar dinding, hari ini [Name] melihat betapa indahnya dunia luar dinding.
Pantai, hamparan pasir, dermaga, lokasi pembangunan lokomotif yang kelak akan dikenal dengan sebutan kereta api, mereka semua benar-benar membuat [Name] seperti orang bodoh kala memandangnya! Gadis ini kagum dengan dunia luar dinding hingga tak bisa berkata apa-apa. Lidah keluh karena takjub tiada hentinya.
"Hentikan wajah bodohmu itu, kau terlihat tolol."
Ujaran Jean sontak membuyarkan seluruh keterkaguman [Name]. Kedua mata yang sejak tiba tak berkedip sama sekali ia kerjapkan dengan lidah yang berdecak. "Kalimatmu kasar sekali."
Jean menatap [Name] tak acuh kala gadis itu menatapnya tak suka. "Apa? Aku memang benarkan?"
Menarik nafas, [Name] melangkahkan kedua kakinya menjauhi Jean. Berkumpul dengan Mikasa dan Sasha adalah pilihan terbaik daripada harus mendengarkan kalimat tak sedap dari mulut Jean. Lagi pula, ini kesempatan [Name] untuk dekat dengan kedua teman Jean tersebut.
"Ternyata dunia luar itu menakjubkan, ya," ucap [Name] setibanya ia diantara Mikasa dan Sasha.
Sasha meletakkan tas berukuran sedang yang berisikan pakaian gantinya ke atas pasir kering. Menatap [Name] dengan bibir mengurva, gadis mahoni itu mengangguk. "Ini yang pertama kalinya bagimu, ya?"
[Name] mengangguk, kembali memperhatikan hamparan air pantai yang sangat memanjakan mata. "Benar-benar indah sekali."
Sangat disayangkan sekali jika dokter muda ini tidak tahu bahwa dibalik indahnya pantai pulau Paradise, ada musuh yang selalu menanti mereka. Itu wajar. Sejak dulu, sejak sang kakak tewas dalam ekspedisi bersama Pasukan Pengintai, keluarga [Name] menjauhkan diri dari dunia militer.
Memilih sesuatu yang aman dan menjanjikan, berhubungan dengan militer adalah hal yang benar-benar keluarga [Surname] hindari. Hanya saja, diusianya yang ke-19 tahun, [Name] justru berhubungan dengan dunia militer dan itu semua didasarkan oleh janji masa kecilnya bersama Jean.
"Dokter [Name], apa kau bisa berenang?"
Mendengar Mikasa bertanya demikian sontak membuat [Name] terkekeh. Gadis itu melepaskan ikatan rambutnya sehingga membuat surai jelaga indahnya tergerai dan tertiup pelan oleh angin sejuk pantai.
"Di akademi medis, nilai praktek berenangku cukup rendah, tetapi aku masih bisa berenang dengan baik," jawabnya santai.
Beralih mengalihkan perhatiannya, [Name] dapat melihat Jean bersama Connie dan Armin yang salin bercanda, terkecuali Eren yang tampak diam memperhatikan hamparan pantai. Tak memperhatikan Eren, perhatian [Name] hanya tertuju pada Jean.
Jean tampak berbeda ketika bersama teman-temanya dan dirinya. Pemuda itu tampak lebih lepas berekspresi saat bersama teman-temannya ketimbang bersama dirinya. Saat bersamanya, ekspresi yang selalu [Name] dapatkan adalah ekspresi tak suka dari pemuda itu.
"Hei kalian! Kemari!" Connie berseru kepada [Name], Mikasa dan Sasha.
Mengikuti seruan Connie, pada akhirnya mereka semua berkumpul pada satu tempat yang sama; di bawah pohon rindang yang tumbuh subur dengan sendirinya.
"Seberhubung tujuan kita kemari untuk menikmati waktu libur, mari kita bersenang-senang!" Connie adalah orang yang paling bersemangat.
Pemuda dengan rambut tipis itu merangkul Jean dan menatap sang sahabat dengan tatapan yang menggebu-gebu. "Jean! Ayo kita bertanding! Siapa yang bisa menyentuh tengah pantai lebih dulu akan mendapatkan traktiran wine selama seminggu penuh dari si kalah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐎𝐌𝐈𝐒𝐄 || Jean Kirstein || FAP ✔︎
FanficRasa ini terhubung. Terhubung oleh janji masa kecil yang masih melekat indah dalam benak. [Name] takkan pernah melupakan janji itu dan justru menggunakan janji mereka sebagai sebuah rekonsiliasi antara dirinya dan Jean. Namun, bagi Jean semua janji...