꒰⚘݄꒱Lama tidak bertemu

1.5K 250 92
                                    

Hujan deras membuat perjalanan sedikit terhambat. Bersama kusir kuda yang bertugas mengantarnya menuju markas pasukan pengintai, mereka terpaksa berteduh di sebuah bar kecil.

Untuk saat ini mereka tak bisa memaksa menerjang hujan. Saat hujan deras, jalanan begitu licin. Di tambah dengan jarak pandang yang menispis dan terganggu. Maka dari itulah, keputusan untuk berteduh adalah keputusan terbaik. Tak masalah jika dirinya datang terlambat ke acara penyambutan. Bukankah lebih baik jika dia datang terlambat asal selamat dari pada memaksa, tapi celaka?

"Nona, tidak ingin duduk?"

Menoleh, kusir kuda yang bertugas mengantar dirinya menawarkan sebuah tempat duduk padanya. Gadis itu tersenyum tipis lalu mendudukkan dirinya di kursi, tepat di sebelah sang kusir. Mereka berteduh di teras sebuah bar kecil. Tidak memiliki niatan untuk masuk ke dalam karena di sana sangat berisik oleh para pemabuk dan penjudi. Beruntung pemilik bar ini baik, menerima dirinya dan sang kusir untuk berteduh.

"Nona, apakah setelah ini kau akan menetap di sana?" Sang kusir sedang mencari topik pembicaraan agar mereka tak menghabiskan waktu berteduh dengan suasana hening.

Memperhatikan rinai hujan yang masih turun, gadis itu mengangguk. "Setelah tamat dari akademi medis, aku diberikan tugas untuk bekerja sebagai salah satu tenaga medis di markas pasukan pengintai. Kepala akademi mengatakan jika mereka kekurangan seorang dokter," jelasnya.

Sang kusir tersenyum, memperlihatkan deret gigitnya yang rapih. "Kau hebat, Nona [Name]."

Mendapat pujian seperti itu sontak membuatnya tersenyum. Dia tahu dirinya hebat. Tak perlu merendah, gadis ini sadar akan fakta mengenai dirinya.

"Terimakasih, Pak."

Setelah itu hening melanda. Sepertinya sang kusir tak ada ide untuk mengajak dokter muda ini berbicara. Ditambah dengan rasa gugup yang melanda kala mereka duduk bersebelahan. Dokter muda ini memiliki senyum yang indah. Bisa memikat lelaki dengan mudah.

"Apa diantara anggota pasukan pengintai ada orang yang kau kenal?"

Mendengar pertanyaan sang kusir membuat [Name] terdiam. Gadis itu berpikir sejenak. Apa di sana ada orang yang dia kenal? Sudah jelas jawabannya ada. Bahkan karena orang itu pula [Name] rela ditugaskan di markas pasukan pengintai.

Gadis bersurai hitam legam itu mengangguk pelan. "Di sana ada teman masa kecilku. Kami dulunya sangat akrab, tetapi ketika remaja hubungan kami renggang."

Sang kusir yang menerima jawaban ringan dari [Name] sangat ingin bertanya mengenai alasan mengapa hubungan tersebut bisa merenggang. Namun, sang kusir mengurungkan niatnya karena itu sudah menyetuh ranah pribadi dokter muda ini.

Tak lama kemudian hujan yang menjadi penghambat mereda. Menandakan bahwa [Name] dan sang kusir bisa kembali melanjutkan perjalanan mereka. Bangkit dari duduk secara bersamaan, [Name] merapikan mantel kulit yang tersemat ditubuhnya sejenak.

"Pak, ayo kita berangkat. Komandan Hange pasti sudah menungguku."

Kepala akademi medis mengatakan bahwa komandan pasukan pengintai yang bernama Hange Zoe akan menyambut kedatangannya sekaligus melantik sederet kapten baru.

***

Sesuai dugaan, dia terlambat.

Bahkan setibanya [Name] di markas pasukan pengintai, acara pelantikan kapten baru sudah selesai. Yang ia lihat hanya berupa bekas-bekas perayaanya saja.

Dia mengedarkan pandangannya. Menyaksikan setiap infrastruktur bangunan markas pasukan pengintai yang begitu antik. Markas ini terlihat seperti sebuah kastil kuno yang menyeramkan karena faktor hari yang sudah gelap. Ditambah lagi dengan suasana lembab semakin menambah kesan mistis di sini.

𝐏𝐑𝐎𝐌𝐈𝐒𝐄 || Jean Kirstein || FAP ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang