꒰⚘݄꒱Apa dia akan datang?

705 174 32
                                    

DOR!

"JEAN!"

Suara tembakan yang melengking berpadu dengan suara teriakan seorang pemuda. Jean menjauhkan senapan dari jangkauan matanya. Menoleh ke samping dan mendapati sosok Armin menghampirinya dengan langkah yang tergesa.

"Ada apa, Armin?" Connie yang berdiri tidak jauh darinya bertanya, bersiap untuk menembak sebuah target di depan sana.

"Dokter [Name] diculik!"

DOR!

Bersama dengan tembakan yang Connie layangkan, sontak tubuh Jean membeku. Kedua mata pemuda itu membelak yang perlahan berubah menjadi sedikit memicing. "Kau tidak bercandakan?"

Armin berdecak. "Aku serius! Kau bisa mengecek ruang kesehatan dengan matamu itu, di sana sangat berant-"

Ucapan Armin terhenti kala Jean berlalu pergi. Pemuda yang selalu membanggakan janggut tipisnya itu berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam markas. Menyusuri lorong hingga ia berpapasan dengan Hange.

"Komandan!" Jean berseru hingga Hange menatapnya. "Di mana [Name]?" tanya Jean, seketika wajah pemuda itu terlihat sedikit panik.

Hange terdiam kemudian menghela nafas kecewa. "Ruang kesehatan benar-benar berantakan. Aku yakin ada penyusup masuk dan mereka mungkin menangkap [Name] karena ketahuan," jelas Hange.

Wanita itu menyandarkan punggungnya pada dinding lorong, memasukkan kedua tangan ke dalam saku seragam Pasukan Pengintainya dan menghela nafas panjang. Hange sangat lelah dan kini masalah lain menyerang dirinya.

Insiden yang [Name] alami akan menjadi tanggung jawab Hange.

Melihat Jean hendak berlalu pergi, Hange dengan segera menahan tangan pemuda itu. "Jangan terburu-buru, Jean, kita harus menyelidikinya terlebih dahulu. Memangnya kau tahu [Name] di mana?" Seakan tahu apa yang akan Jean katakan, Hange berucap demikian. Hampir lima tahun bersama, mustahil Hange tidak mengenal Jean dengan baik.

Sesaat Jean berpikir. Bertindak gegabah pun tak ada gunanya. Namun, jika waktu terus dipukul mundur, apa ada jaminan [Name] akan aman?

Seketika, raut wajah berubah menjadi murung. Jean tak ingin nasib buruk yang Carlie alami terjadi pada [Name].

"Ikut aku, kita cari tahu pelakunya."

***

"Apa kita bisa menjualnya dengan harga mahal?"

"Percayalah denganku!"

"Lalu, bagaimana dengan jejak yang kau tinggalkan?"

"Sedikit berantakan karena aku ingin mencari barang-barang berharga yang bisa kujual."

Ketika kedua matanya mengerjap beberapa kali, samar-samar pembicaraan dua orang yang berada di dalam satu ruang yang sama dengannya terdengar. Di depan sana, di dekat pintu tepatnya, dua orang pria berbadan atletis sedang saling berbicara. Masing-masing di tangan mereka dibekalin dengan senjata api.

Sekarang [Name] berada di mana? Kepalanya terasa sakit. Bukan hanya kepalanya saja, tetapi sekujur tubuhnya pun begitu.

"Dia sudah sadar." Salah satu pria yang menjadi dalang dari kondisi [Name] saat ini menyadari bahwa gadis yang mereka culik telah sadarkan diri.

Melangkahkan kedua kakinya, pemuda berambut merah gelap itu berhenti tepat di hadapan [Name] yang terikat di atas sebuah kursi. Dia terlihat tidak asing bagi [Name]. Di bawah penerangan lampu kerosin, tangan besar nan kasar itu membelai pelan rambut [Name].

"AWWH!" Belaian pelan lamban laun berubah menjadi sebuah jambakan. Membuat [Name] berteriak kesakitan ketika kulit kepalanya terasa pedih. Bahkan dapat [Name] rasakan jika beberapa helai rambutnya rontok karena jambakan tersebut.

𝐏𝐑𝐎𝐌𝐈𝐒𝐄 || Jean Kirstein || FAP ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang