sesuai info aku kemarin, ada spesial part yeayyy,
sekedar informasi part ini tuh bukan bagian dari cerita ini cuma part yg nunjukin sisi lain mereka sama sedikit kisah mereka jadi gak akan ada sambungannya di part selanjutnya.oke, happy reading.
tolong baca pengumuman dibawah and turutin yg aku minta ya 😉*^^*
Laura dan Jessi kini sedang duduk dipinggir danau, benar benar hanya mereka berdua tanpa Amanda. Tadi pagi pagi buta sekitar pukul 3 Jessi datang kerumahnya dan mengatakan ingin pergi ke danau. Agak sedikit mengesalkan tetapi Laura menurutinya saat melihat wajah Jessi yang biasanya judes berubah sayu.
Mereka sudah berdiam diri sejak satu jam lalu, sekarang pukul setengah enam dan matahari nampaknya akan segera datang namun masih belum ada yang berbicara diantara mereka. Sampai akhirnya Jessi mengawali topik yang akan mereka bahas.
"Lau, apa mimpi terbesar lo?" Laura melirik Jessi sekilas lalu kembali menatap kedepan.
"Bahagia, mimpi semua orang jadi gak ada alasan buat gue bilang mimpi terbesar gue bahagia. Sampai sekarang gue masih belum nemuin mimpi gue yang sebenernya."
Benar, Laura sampai saat ini belum menemukan mimpi yang sesungguhnya. Menurutnya sukses, memiliki pendidikan bergelar, bekerja, menghasilkan uang, kaya, menikah, punya anak lalu berbahagia dengan keluarga adalah mimpi semua orang. Semua orang sama sama berjuang untuk mimpi mereka bersama, namun nyatanya mereka masih belum memiliki mimpi yang sesungguhnya.
Menurut Laura, mimpi yang sesungguhnya adalah keinginan kecil yang sangat sulit dia wujudkan walaupun dia sudah merasa sangat hebat.
"Mimpi gue, gue mau kita selalu bareng dalam kondisi apapun." Laura menatap Jessi dengan pandangan rumit saat mendengar ucapan Jessi.
"Gue gapunya siapapun selain lo, hidup gue terlalu hitam dan hampa sampai lo datang ngasih warna disana lalu Amanda juga datang nambahin warna yang belum lengkap." Jessi tersenyum tipis, dia memang terlihat tidak peduli dengan sekitarnya namun diam diam dia selalu menjaga Laura dan Amanda.
Dan Laura menyadari itu, dia sadar jika Jessi tidak pernah menunjukkan rasa pedulinya secara langsung. Dia lebih suka melindungi orang terdekatnya dari belakang seperti bayangan namun sangat terasa nyata.
"Jess, hitam juga warna. Gak semua warna hitam itu menyedihkan dalam hidup. Justru lo harusnya bahagia punya warna hitam dihidup lo, warna hitam itu yang nemenin lo sebelum semua warna ada." Jessi menganggukan kepalanya, benar hitam bukan warna yang menyedihkan.
Keadaan kembali hening, lima belas menit lagi jam enam tepat dan mereka masih belum mau beranjak. Masih banyak yang harus dibicarakan dan itu harus saat ini karna kesempatan berbicara seperti ini tidak selalu datang.
"Gimana sama keluarga lo?" Jessi memejamkan matanya mendengar pertanyaan Laura, Laura memang suka membuka luka lama namun itu dilakukan agar dirinya kuat saat orang lain membahas luka itu.
"Mereka nyari gue bahkan kemarin 'orang itu' datang ke apartemen." Laura menganggukan kepalanya, Jessi dan keluarganya adalah hal yang sulit disatukan dan penyebabnya adalah keluarga Jessi sendiri.
Mereka rela kehilangan sebuah berlian hanya karna keegoisan mereka. Tidak heran jika Jessi memiliki sifat yang sama dan bahkan pernah memiliki hubungan dengan orang yang memiliki sifat melebihi dirinya sendiri, yang Laura maksud sifat egois dan keras kepala.
"Gak ada salahnya buat bicara sekali, tapi kalau lo gak mau gak usah."
"Kalau gue mau?" Laura menatap Jessi lekat lalu tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis and Protagonis Become Friends
Fantasy☁️TERIMA KASIH UNTUK YANG SUDAH MAMPIR, HAPPY READING //☁️☁️☁️// Gania, gadis penuh kebebasan dengan segala sikap seenaknya dan semaunya mendadak bertransmigrasi ke tubuh antagonis sebuah novel yang ia baca dua minggu lalu sebelum kecelakaan. Dan s...