Tidak terasa hari sudah berganti. Namun kecanggungan diantara kedua kakak-adik itu masih berlanjut. Keduanya sedang berdiam diri selagi Aurel numpang diantar oleh adiknya, Sabian.
Walaupun atmosfir mereka kurang baik. Aurel dan Sabian masih saling membantu. Lagipula kedua orang tua mereka berpesan agar Sabian selalu mengantar jemput kakak kembarnya.
Dan disinilah mereka. Sekolah.
Habis memarkirkan motornya, Aurel dengan cepat memberikan helmnya kepada Sabian dan pergi ke kelasnya.
Aurel menghela napasnya. Memperlambat jalannya sambil memperhatikan ubin lantai sekolah.
Demi apa, moodnya hari ini sangat tidak bagus.
Rasanya ingin bolos.
Tunggu.
Bolos?
Kakinya seketika berhenti dan pergi menuju ke kelas yang lain dengan sedikit mempercepat langkahan kakinya. Dirinya mencari-cari papan nama kelas yang Aurel cari.
Aurel mengembangkan senyumnya.
Dia sudah mendapatkan kelas dan di waktu yang sangat tepat, Aurel bertemu dengan Yuda.
"Aurel? Ngapain disini?" Senyumnya luntur.
Tumben Yuda tidak mau mengombalnya lagi. Apa Yuda membencinya? Apa Yuda menyerah?
Aurel menggelengkan kepalanya. Tidak, tidak, Aurel tidak boleh berpikiran negatif. Lagipula kenapa dia harus memikirkan itu.
Baru saja Yuda ingin kembali bertanya tapi Aurel dengan cepat mengeluarkan kata-katanya. "Ayo bolos!" Ucapnya dengan lantang.
Yuda dan orang-orang disekitarnya terkejut mendengar lontaran dua kalimat yang diucapkan oleh anak dari kelas IPA.
Tapi tidak lama kemudian, orang-orang itu berteriak menggoda Yuda dan Aurel seperti 'cie'.
Yuda bingung, kenapa orang bolos di-ciein. Terutama bingung ke Aurel, tumben dirinya diajak bolos. Padahal biasanya Yuda yang selalu ajak bolos.
"Kamu bawa motor, 'kan?" Suara sorakan tambah besar saat Aurel menggunakan bahasa aku-kamu.
Sumpah, Yuda lagi speechless karena kelakuan Aurel sekarang. Kenapa malah Aurel yang mencoba mendekatinya? Ah, Yuda mulai paham. "Bawa. Kamu mau bolos dimana, cantik?"
Aurel tersenyum senang. "Tempat bolos mu. Ada 'kan?"
Tidak usah ditanyakan ada atau tidak karena pastinya ada.
Yuda segera menggenggam tangan Aurel dan membawanya pergi ke tempat parkiran. Sementara orang-orang yang dari tadi memperhatikan mereka tambah menggila dan sorakan malah semakin menjadi-jadi.
Yuda dan Aurel bergegas keluar dari gerbang sekolah selagi belum ada yang menjaga disana. Motor Yuda sengaja diparkir di luar karena alasannya biar gampang bolos, dan ternyata itu betul.
Mereka akhirnya bisa pergi dari sekolah dengan mudah.
Sedangkan orang yang sedari tadi berada di parkiran sekolah hanya memerhatikan keduanya.
Orang itu menggelengkan kepalanya. "Mau lu apa sih, kak?"
—
"Yuda, kalau ketahuan gimana?"
"Hah?" Yuda memberhentikan motornya disaat lampu merah menyala. "Lu ngomong apa tadi?"
"Kalau ketahuan gimanaaa?"
"Gak bakalan. Tapi kalau ketahuan ya sudah, nasib." Dapat Yuda lihat wajah masam Aurel dari kaca spionnya. "Kalau takut ketahuan kita balik saja."
"Gak gitu juga." Aurel memajukan bibirnya membuat Yuda gemas sendiri dan mengelus tangan Aurel yang berpegang pada pinggangnya.
"Santai saja sayang, lu aman kalau bolos bareng gue."
Aurel mengangguk tepat di punggung Yuda membuat sang empu menggigit bibirnya karena menahan gemas terhadap Aurel.
Jika saja sifat Aurel dari dulu seperti ini, pasti dari jauh hari Yuda berhasil menyatakan perasaannya dengan benar.
Lampu lalu lintas sudah berubah menjadi warna hijau, Yuda melanjutkan kegiatan mengenderai motornya lagi sambil pinggangnya yang masih setia dipeluk oleh Aurel.
Tidak lama kemudian motornya berhenti di depan warung.
"Lu mau makan mie ayam?"
Aurel cemburut membuat Yuda merasa tidak enak hati mengajak orang bolos di tempat makan. Tapi mau bagaimana lagi, tempat bolos favoritnya hanya disini, warung mie ayam milik mbak Iin.
"Kalau gak mau kita pindah tempat saja, gimana?" Aurel menggelengkan kepalanya. Maksud cemburutnya itu cuman karena Yuda tidak memakai aku-kamu.
"Aku lapar," ucap Aurel yang sengaja menekan kata 'aku'.
Tapi yang namanya cowok ya pastinya susah peka, jadi Yuda hanya mengangguk saja dan mengajak Aurel duduk didalam.
"Mbak Iin, dua mie ayam sama dua teh ya," ucap Yuda sambil menaikkan dua jarinya dan dibalas dengan jempol oleh mbak Iin.
Selagi menunggu pesanan mereka tiba, sesekali Yuda melirik Aurel.
"Apa lirik-lirik?"
Yuda menggelengkan kepalanya, "tumben lu mau bolos."
"Aku bosan."
Kalau dipikir-pikir sepertinya sudah tiga kali Aurel mengucapkan kata 'aku', Yuda hanya bingung mengapa Aurel seperti itu.
"Lu kesambet?" Yuda langsung dihadiahi tatapan tajam, "Lu tiba-tiba banget ngajak bolos sama pake kata itu."
"Emangnya kenapa? Gak suka?"
"Suka, gue cuman bingung."
Yuda bingung apalagi Aurel, dia bingung mengapa sifatnya tiba-tiba begini. Mungkin dia akan bertanya di Wina.
Sedangkan Yuda, dia akan bertanya di Sabian. Kata orang, anak kembar selalu punya pemikiran yang sama.
-
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan || Yeonjun ft. Arin
FanfictionHujan menjadi saksi bisu antara Yuda si paling buat emosi dan Aurel si paling emosian. Mereka membuat banyak memori dengan kehadiran sang hujan.