Lima

5.6K 708 18
                                    

"Aiiissshh, calon mantuku!!"

Aku tersenyum canggung saat dengan hebohnya Tante Mirna, Mamanya Raka menghambur memelukku erat, aku canggung bukan karena Tante Mirna memelukku, tapi panggilan Tante Mirna yang menyebutku Calon Mantu ini yang mengusikku.

Ini memang bukan kali pertama Tante Mirna menyebutku seperti ini, setiap kali bertemu beliau pasti menyebutku demikian, tapi sebelumnya aku hanya menganggap Tante Mirna sedang bercanda mengingat beliau punya selera humor yang tinggi, tapi sekarang setelah mendengar apa yang di ucapkan Papa sebelum aku pergi di tambah dengan kalimat Naraka yang aku sebut ngawur tadi, mendadak aku jadi tidak suka panggilan tersebut.

"Mama, jangan heboh, Ma. Mama bikin Akira takut!" Om Yohan, suami Tante Mirna akhirnya yang menyelamatkanku dari pelukan Tante Mirna yang nyaris membuatku tidak bernafas.

"Maaf, Ki. Tante terlalu senang. Maklum, Tante kan jarang ketemu sama kamu, sekalinya kita ketemu lagi, kamu mau jadi calon istrinya Raka!" Seperti anak kecil Tante Mirna memegang tanganku erat sembari sesekali menggoyangkan tangan beliau, mata beliau berbinar tampak senang saat berbicara mengenai hal yang membuatku merasa mulas, hiiihh calon istri Naraka? Rasanya tubuhku langsung gatal seperti di kerubungi jutaan ulat bulu. "Tante nggak sabar!"

"Mama, kita makan dulu. Nara laper, ya nggak Om Pram? " Jika tadi Om Yohan yang menyelamatkanku, maka sekarang gantian Naraka yang membuat perhatian Mamanya yang terus tertuju padaku beralih, walau Tante Mirna terasa berat melepaskanku beliau menurut dengan permintaan putranya untuk kembali ke meja makan.

Dengan berat hati melawan keinginan hatiku untuk kabur aku menyeret tubuhku menuju meja, duduk di samping Papa sembari meratapi nasibku yang buruk. Aku sedang bertengkar dengan Papa dan juga Gilang yang hingga sekarang tidak ada kabar, dan sekarang, keluarga yang di pilihkan Papa adalah keluarga Winarta.

Tuhan, inikah bentuk sebenarnya ungkapan sudah jatuh tertimpa tangga? Hubunganku dan Gilang hampir kandas, dan aku justru terancam akan di jodohkan dengan manusia terakhir di dunia ini yang ingin aku cintai. Playboy arogan tanpa hati yang suka sekali memaksakan kehendaknya kepadaku?

"Papa, yang Papa maksud orang yang pantas buat Kira menurut Papa bukan Naraka kan, Pa?" Bisikku pelan di sela perbincangan yang menghiasi makan malam ini, walau pun semua makanan dalam porsi seiprit ini menggugah selera, tapi menelannya dengan keadaan sekarang rasanya seperti menelan kerikil.

"Kalau Naraka memangnya kenapa? Kamu nggak percaya sama pilihan Papa? " Papa menatap lurus ke depan seolah tidak mendengar apapun yang aku ucapkan tadi, tapi jawaban yang beliau berikan sukses mengguncang jiwa dan ragaku. Jika saja jantungku bukan buatan Tuhan, mungkin jantungku sudah lepas dari tempatnya karena berulangkali di buat tercengang dengan jawaban-jawaban gila yang masuk ke telingaku.

"Apa Papa sudah nggak waras mau nyerahin Kira ke buaya darat arogan kayak Naraka?" Bodoh amat aku di bilang tidak sopan karena menghina Naraka di depan orangnya dan orangtuanya langsung, aku merasa ada yang salah dengan cara berpikir Papa. "Papa nolak Gilang yang setia sama Akira selama 7 tahun dan justru milih Naraka yang selama ini ganti cewek kayak dia ganti celana dalam dua kali sehari! Apa Papa sudah kehabisan stok anggota Papa? Atau pengertian yang baik untuk anaknya sudah berubah?
"

Sentuhan aku rasakan di bahuku, dan pelakunya adalah Naraka yang ada di sampingku, tatapan matanya terlihat menusuk tajam tidak suka dengan apa yang barusan aku ucapkan. Tapi kembali lagi, aku tidak memedulikannya sekarang ini, keselamatan jiwa, raga, dan hatiku lebih penting.

"Ka, kamu juga nggak setuju kan sama perjodohan ini?" Tanyaku cepat dengan panik, berharap jika Naraka juga sama enggannya sepertiku, membayangkan akan menghabiskan sisa umurku dengan pria yang tidak bisa setia pada satu wanita membuatku ingin menangis keras-keras sekarang ini. "Kalau kamu setuju sama perjodohan ini sama saja kamu kehilangan kebebasanmu, kamu nggak bisa jalan sama cewek-cewek seksimu kayak Raisa tadi!"

Naraka tampak berpikir sejenak, membuatku merasa ada harapan bisa melepaskan diri dari Buaya arogan ini, sayangnya apa yang di ucapkan Naraka jauh melenceng dari apa yang aku harapkan.

"Aku nggak keberatan sama perjodohan ini! Tentang cewek-cewek seksi itu, aku akan menjauh dari mereka setelah kita menikah."

Duuuaaaarrrr, "aku yang keberatan Naraka!" Ujarku keras. Nyaris saja aku membanting gelas yang aku pegang ke kepala pria cepak ini. Bisa-bisanya dia menghadapi situasi seperti di Neraka ini sesantai dia menyantap eskrimnya. "Aku punya Gilang!"

"Aku nggak peduli, kamu nggak mau lepasin Gilang tapi Om Pram sudah bikin dia pergi darimu." Tanggapan acuh dari Naraka sungguh membuatku merasakan kemarahan di puncak tertinggi, Tuhan, kenapa harus ada mahluk menyebalkan seperti dia. "Atau kamu mau aku yang turun tangan buat bikin Gilang menjauh sejauh-jauhnya kalau perlu pergi sekalian dari Kesatuan?"

Seringai mengerikan terlihat di wajah Naraka, walau dia lebih sering tampak menyebalkan di mataku, untuk sekarang dia tampak menakutkan. Aku tahu dengan pasti apa yang di ucapkan seorang Naraka akan dia lakukan. Dia terlalu jujur dengan apa yang di rasakan.

"Kamu tahukan, Ki. Aku dan pacarmu itu satu Batalyon dan kebetulan dia anggota kompiku, kayaknya bukan hal sulit bikin dia kena masalah!"

Gila.
Naraka benar-benar gila. Kenapa psikopat kayak dia bisa masuk Akmil dan sekarang jadi Komandan Peleton? Apa Om Winarta yang membuat anaknya yang psikopat ini bisa lolos segala seleksi kejiwaan? Aku mulai curiga jika ada KKN di dalam karier militernya yang mentereng.

"Ohhhh jadi Akira sudah punya pacar, Pram? Kok kamu nggak bilang?" Ucapan dari Tante Mirna yang sedari tadi hanya diam mendengarku menghina putranya membuatku kembali merasakan secercah harapan.

Dengan cepat aku menjawab, berusaha menjelaskannya agar perjodohan gila ini bisa di urungkan, "Akira punya pacar Tante, dan mohon maaf, Akira merasa nggak cocok sama sekali sama Naraka. Saya seorang yang setia, sementara anak Tante..... " Aku menggantung kalimatku, walaupun tadi aku begitu lancar menyebutkan keburukan Naraka, sekarang melihat tatapan teduh Tante Mirna aku jadi tidak tega.

"Udah, nggak perlu minta maaf." Senyumku mengembang, merasa angin segar masuk ke dalam paru-paruku, lega karena pada akhirnya ada orang di meja ini yang mengerti jika aku punya pacar dan sama sekali tidak tertarik dengan perjodohan. "Lagian siapa itu, si Gilang? Toh cuma pacarmu, kan? Tante sama Om nggak masalahin, yang penting nikahnya sama Nara."

Cuma? Senyumku luntur seketika bersamaan dengan rasa lega yang sempat melingkupi, ternyata Tante Mirna sama saja. Di meja ini tidak ada yang mengerti diriku.

Hell, aku benar-benar masuk ke dalam neraka bernama Naraka 'arogan' Winarta ini. Tangga yang menimpaku saat terjatuh ini menghancurkan hidupku.

"Bersiaplah menjadi Nyonya Naraka Winarta, Akira! Itu kehormatan yang di impikan para wanita di sekelilingku."

My Arrogant KaptenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang