Sembilan

5.2K 755 36
                                    

"Namanya Hestia Nugroho, seharusnya tanpa aku harus beritahu kamu tahu siapa dia, Ki! Calon istri mantan pacarmu kalau kamu lupa siapa yang kita omongin sekarang."

Sekaleng soda di barengi dengan decakan di berikan Raka kepadaku, berbeda dengan minuman yang di berikan kepadaku laki-laki yang tampak mengerikan dalam seragam PDLnya tersebut justru meminum air mineral dingin dengan cepat, seperti sengaja memberikan minuman kesukaanku itu kepadaku untuk sedikit menghiburku atas apa yang aku alami.

"Aku nggak tahu sama sekali siapa dia dan aku juga nggak mau tahu!" Ujarku acuh sembari membuang muka, aku tidak ingin menampilkan kesedihan dan juga kemarahanku di depan Naraka, dia, Hestia, dan bahkan Gilang, mereka sama saja, sama-sama menyakiti aku.

Sofa yang ada di dalam rumah dinas seorang Naraka ini kurasakan melesak di satu sisi, membuatku tahu jika Naraka sekarang duduk di sebelahku, namun hal itu tidak membuat perhatianku yang tengah memandang jalanan melalui jendela teralihkan. Berbeda dengan wanita lain yang akan memuja wajah tampan Naraka, aku sangat sebal melihat wajahnya yang arogan.

"Itulah buruknya dirimu, Akira. Kamu cuma melihat satu orang di hidupmu, di matamu cuma ada Gilang dan menganggapnya begitu sempurna tanpa pernah kamu melihat ada siapa saja di sekelilingmu dan di sekeliling Gilang."

Aku meminum soda yang sukai ini dalam diam, walau aku menyukainya, tapi sebagai tenaga medis aku sangat membatasi konsumsi atas minuman manis menyegarkan ini, tapi hatiku yang sedang hancur berantakan membuatku merasa gula lebih baik untukku daripada kalimat penghiburan apapun.

Aku tidak fokus dengan tugasku di rumah sakit, meninggalkan segala kewajibanku di sana untuk mengejar orang yang aku cintai, dan ternyata ini yang aku dapatkan.

Kekecewaan, juga kemarahan.

"Sejak kapan Gilang mengenal Hestia, dan sejak kapan kamu tahu mereka mulai berhubungan, Ka?"

Semua kekhawatiran Papa, kalimat teka-teki yang terlontar dari Naraka yang sebelumnya tidak aku pahami kini terjawab dengan sendirinya, mereka tidak mau bersusah payah menjelaskan padaku karena tahu aku tidak akan mau mendengarkan dan membiarkan aku tahu dengan sendirinya agar tersadar. Benar yang di katakan semua orang. Aku terlalu naif soal orang yang aku cintai hingga tidak mau membuka mata terhadap hal yang lain.

"Setahuku mereka saling kenal dua tahun ini dan semakin dekat setahun belakangan." Desisan sebal tanpa sadar aku keluarkan mendengar sudah selama itu mereka saling mengenal, dan buruknya aku tidak tahu apa-apa sama sekali. "Kembali lagi, Akira. Jangan terlalu naif, apa yang di lakukan Gilang hal yang normal, untuk segelintir orang di Kemiliteran mengincar para Putri Atasan untuk memuluskan jalan karier mereka hal yang halal dan lumrah. Dia mencintaimu, mungkin? Tapi dia juga sadar diri kamu mungkin tidak bisa di raihnya, dan yaaahhh sepertinya setahun ini hatinya goyah, lihat sendiri kan?"

Pernahkah aku bilang bagaimana diriku? Aku orang yang mencintai sepenuh hati hingga mampu memberikan dunia pada orang yang aku cintai, tapi sekali aku di kecewakan atau di bohongi apalagi di khianati aku tidak bisa melupakan hal buruk itu.

Memaafkan, mungkin.
Melupakan tidak.

Aku menatap Naraka, bukan satu dua tahun aku mengenalnya, terlalu kenal hingga aku tidak menyukai sikapnya yang terlalu jujur dan terlalu terbuka hingga terkesan menyombongkan dirinya sendiri bahkan bisa di bilang arogan, dia berbicara apapun yang ada di otaknya tanpa peduli apa ucapannya menyakiti orang lain.

"Kenapa kamu nggak ngasih tahu aku kalau setahun belakangan ini Gilang deketin cewek lain?"

Cibiran terlihat di wajahnya, membuatnya terlihat berkali-kali lebih menyebalkan. "Buat apa ngasih tahu kamu? Memangnya kamu bakal lebih percaya aku daripada pacarmu yang sempurna itu? Toh cepat atau lambat kamu juga tahu sendiri kalau pacarmu itu tidak mau berjuang untukmu karena bersama Hestia dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa harus berjuang! Ayahnya Hestia seorang Laksamana Pertama, memang tidak setinggi Papamu atau Papaku, tapi cukup membuat jalannya di Kemiliteran mulus. Yeeeaaah, aku juga tidak menyangka seorang Trio Nugroho mau menerima seorang Bintara sebagai menantunya, sudah pasti beliau akan melakukan apapun supaya menantunya itu secepatnya menjadi 'layak'." ......... "Aaah, sebelum hal itu terjadi aku pastikan aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk menyiksanya yang sudah membuat tunanganku bersedih."

Aku memutar bola malas saat mendengar rencana licik Naraka menggunakan kuasanya tersebut, "dasar Setan! Lucifer saja mungkin sujud pada sikap iblismu itu, Ka!"

"Kenapa? Tidak rela aku menyiksanya? Masih cinta sama orang yang sudah jelas-jelas pengkhianat!"

Setiap kalimat yang keluar dari Naraka bukannya mendinginkan kepalaku yang panas tapi justru menyulut kekesalan semakin menjadi. "Terserahlah, lakukan sesuka hatimu!"

Seringai miring terlihat di wajah gahar Naraka, tampak puas bisa menamparku bolak-balik dengan ucapannya yang membuatku benar-benar tidak bisa berkutik.

"Jadi berhentilah meratapi hubungan kalian yang sudah berakhir. Dunia tidak akan kiamat hanya karena Gilang tidak bersamamu. Kamu terlalu menyedihkan saat patah hati, Akira!"

Menyedihkan?
Benarkah? Tanpa sadar aku tertawa mendengar apa yang di katakan oleh Naraka barusan. Dia benar, aku terlalu menyedihkan meratapi Gilang, hari-hariku belakangan ini begitu suram memikirkannya, merangkai banyak kalimat maaf dan upaya agar bisa membujuk Papa memuluskan restu untuk kami berdua, tapi ternyata di saat aku sedang meratap, Gilang justru menyiapkan pernikahan.

Pantas saja Gilang ogah-ogahan selama beberapa waktu ini, aku kira karena dia terlalu lama menungguku menyelesaikan S1 kedokteranku untuk menuju ke jenjang yang lebih serius, tapi ternyata dia sudah ada hati yang lain. Entah betul karena cinta, atau karena seperti yang di ucapkan oleh Naraka, opsi lain dalam memuluskan karier militernya. Di lihat dalam sekejap Gilang bisa memuluskan pengajuan nikah yang panjang, sudah pasti ucapan Naraka tentang calon mertua Gilang yang mempunyai kuasa tidak perlu di ragukan.

Tuhan, ternyata aku meratapi seorang yang menjadikan aku pilihan, bukan tujuan. Ingin sekali rasanya aku menceburkan kepalaku berulang kali ke wastafel yang berisi air penuh membuang segala pikiranku yang berisi penuh tentang kenangan akan Gilang.

Kenangan manis menjadi begitu mengerikan. Cinta yang ternodai pengkhianatan. Cinta yang berselimut kebodohan yang berakhir menyakitkan.

"Laki-laki di dunia ini bukan hanya Gilang Saputra, Ki. Lagi pula kurang baik apa takdir kepadamu, di tinggal batu kali dapat berlian sepertiku."

Aku bertopang dagu menatap Naraka, tindakannya yang meluangkan waktu di saat aku butuh topangan membuatku mau tidak mau harus berterimakasih kepadanya, seperti yang selalu dia sombongkan, dia seorang Komandan Kompi, sudah pasti dia bukan seorang yang bisa berleha-leha seperti sekarang, itulah sebabnya aku heran kenapa seorang Naraka masih memiliki waktu untuk mengencani banyak wanita, bukankah dia seharusnya terlalu sibuk? Seperti para Perwira di kisah wattpad yang dingin, irit bicara, dan menjomblo?

Lupakan khayalan kalian tentang Tentara macam di atas, karena Naraka adalan Tentara sombong, cerewet dengan semua kata-katanya yang arogan, dan playboy jangan lupakan.

"Playboy sepertimu tahu apa soal patah hati, Kapten?"

"........... "

"Dirimu terlalu banyak mematahkan hati, sudah pasti kamu nggak akan tahu pedihnya hatiku sekarang."

My Arrogant KaptenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang