Empat Belas

5.5K 788 25
                                    

"Ayolah, Ka! Cepetan pilih mau sarapan apa? Aku nggak mau ya gara-gara sarapan mendadak kita kamu jadi terlambat sama tugas dan tanggung jawabmu."

Akira Maharani Pramoedya. Wanita cantik yang nampak sempurna hanya dengan sebuah kemeja biru dongker berpotongan slimfit dan juga skiny jeansnya, walau sudah bertahun-tahun berada jauh dari Ibukota, penampilan simple khas kota metropolitan masih melekat di diri Akira. Sedari awal Naraka mengenal Akira hingga sekarang mereka menyandang status sebagai tunangan gadis tersebut sama sekali tidak berubah.

Penampilan sederhana namun elegan, hal yang membedakan Akira dengan wanita lain di mata Naraka, sesuatu yang tetap membuat Akira tetap istimewa di hati Naraka tanpa tergeser sedikit pun.

Memang banyak wanita silih berganti di kehidupan Naraka, tapi sekian banyak mereka yang singgah dan mencoba peruntungan, hati Naraka tetap pada perempuan naif yang masih berjuang mengejar Coassnya sekarang ini. Entahlah, Naraka juga tidak mengerti kenapa hatinya selalu bertaut pada Akira, Naraka hanya merasa jika dia tidak bisa melepaskan sesuatu yang sedari awal dia klaim adalah miliknya.

Ya, Naraka mencintai Akira.
Mencintainya terlalu dalam hingga tidak mampu membuka hatinya kepada mereka yang berusaha mendekat. Segala sikapnya yang seolah brengsek dengan bergonta-ganti perempuan hanyalah bentuk pelariannya agar tidak gila mendapati fakta Jika Akira mencintai orang lain.
Naraka diam, tidak pernah mengusik hubungan Akira dengan Gilang, apapun Naraka lakukan asalkan wanita yang tidak pernah menganggapnya ada itu bahagia, tapi di saat kesetiaan Gilang yang sudah bertahan tujuh tahun tersebut goyah, membuat Naraka merasa sudah cukup dia menahan dirinya untuk tidak masuk ke dalam hidup seorang Akira.

Perjodohan yang memang sudah di rencanakan bahkan saat mereka baru saja lahir ke dunia yang menjadi awal masuknya Naraka ke dalam hidup Akira lebih jauh.

Tidak peduli Akira menolaknya, tidak peduli Akira mengumpatnya dengan banyak sebutan menjijikkan, atau bahkan menganggap Naraka monster yang begitu arogan memaksakan kehendaknya untuk menjadikan Akira miliknya, kini Akira ada di dalam genggaman Naraka. Bagi Naraka itu sudah lebih dari cukup.

Perlahan waktu yang akan menjawab segala penantian Naraka dalam menunggu cintanya, mendapati gadis di hadapannya masih begitu lugu dan polos tentang cinta membuat Naraka merasa kesabarannya menunggu waktu untuk mereka bersama terbayar dengan pantas.

Akira adalah gadis naif tentang cinta yang terjebak dalam kehidupan modern, untuk sebuah ciuman saja merupakan hal yang asing untuknya, Naraka tidak bisa mengatakan jika dia begitu beruntung menghabiskan nyaris seumur hidupnya menunggu seorang Akira.

Naraka akan mencoba menuruti apa yang di inginkan oleh Akira, dia menginginkan perkenalan secara perlahan, maka Naraka akan memberikannya. Seperti sekarang ini, melupakan jika beberapa waktu yang lalu Akira memukul wajahnya dengan kuat karena lancang mencium bibir ranum wanita tersebut, mereka berdua, lebih tepatnya Naraka, menjemput Akira untuk sarapan sebelum perempuan tersebut ke rumah sakit, dan juga sebelum Naraka bertugas, menjadi seorang Komandan Kompi membuat Naraka mempunyai jadwal dan tugas yang cukup sibuk.

"Aku sudah selesai apel pagi, dan dapat izin dari atasan langsung untuk beberapa waktu, Ki. Berhenti buat buru-buru ngusir aku! Aku tahu apa kewajibanku sebagai seorang Komandan, Ki. Jika tidak mana mungkin aku ada di posisiku sekarang."

Apa yang di ucapkan oleh Naraka membuat Akira nampak bersalah, Naraka paham jika hubungan mereka terlalu mengejutkan untuk Akira, di tambah dengan reputasi playboynya selama ini, Naraka maklum jika Akira masih enggan berdekatan dengannya.

Mendadak Naraka menyesal sudah membiarkan banyak perempuan mendekatinya, kini dia merasa caranya melupakan kekesalannya pada Akira justru menjadi boomerang untuk dirinya sendiri dalam meraih hati Akira. Seharusnya dia menjadi jomblo mengenaskan saja karena cintanya tidak bersambut, mungkin jika Naraka melakukan hal itu Akira akan tersentuh.

"Sorry, Ka!" Cicitan pelan dari Akira membuat Naraka menarik nafas panjang, yeeaaah, di sini salah Naraka yang sudah brengsek, dan tidak bisa menahan kalimat pedasnya.

Susah memang hidup di lingkungan militer yang sebagian besar anggotanya selalu meremehkan kemampuannya menjadi seorang pemimpin, mereka semua menganggap posisi yang di dapatkan Naraka hanyalah karena nama Winarta yang tersemat, hal itulah yang membuat Naraka bersembunyi di balik topeng arogan dan sombongnya, Naraka tidak ingin orang-orang tahu jika apa yang mereka lontarkan mempengaruhi kepercayaan dirinya.

Kini demi Akira, Naraka kembali menekan egonya, jika dia terus menerus mempertahankan sikap arogan yang selama ini menjadi pertahanannya, bukan tidak mungkin Akira akan semakin jauh darinya.

"Nggak perlu meminta maaf, Ki. Dari pada meminta maaf, lebih baik pesankan sarapan untuk kita. Aku dan kamu perlu tenaga lebih untuk membahas masa depan kita."

Mata tajam dan juga gesture tegas dari seorang yang berseragam loreng sama seperti Papanya tersebut membuat perasaan Akira campur aduk, tidak bisa Akira pungkiri jika Naraka adalah salah satu Perwira Militer yang begitu populer di luar Kesatuan tempatnya mengabdi, tentu saja itu karena wajah Adonis Sang Kapten. Dan sekarang di tatap Naraka dengan tatapan yang begitu lekat seolah ingin menyelam jauh ke dasar matanya, bohong jika Akira tidak merasakan rasa gugup.

Perutnya sudah melilit semenjak kehadiran Naraka di depan rumah dinas Papanya beberapa saat yang lalu, dan semakin menjadi saat kini mereka duduk bersama di meja kecil sebuah resto untuk sarapan pagi.

Akira memang sudah lama mengenal Naraka, tapi di tatap sedemikian intens oleh pria memukau dengan mata indahnya, tetap saja membuat jantung Akira tidak bisa di kontrol, mungkin jika stetoskop yang biasanya menggantung di lehernya dia letakkan di jantungnya, telinganya mungkin akan tuli karena detakan tersebut.

Sialan, Naraka dan segala pesonanya pagi ini dengan stok kesabaran yang melimpah mampu membuat Akira melupakan Gilang dan segala masalahnya untuk beberapa saat. Yaaah, Gilang bukan tandingan untuk Naraka, dan dengan berat hati Akira harus mengakui hal itu. Satu-satunya yang membuat Gilang menang adalah kesetiaan mantan pacarnya dan sekarang Gilang pun tidak memiliki hal itu.

Akira menyampirkan snellinya di punggung kursi, mengabaikan jantungnya yang kurang ajar terus menerus berdetak, dia menatap Naraka yang masih betah menatapnya. Kewarasan Akira lama-lama akan menghilang jika terus di tatap seperti sekarang. "Apa yang harus kita bahas, Ka? Mengenai perjodohan kita?"

Naraka menarik kursi Akira mendekat, sebelum wanita itu memberontak, dengan cepat Naraka memerangkap kaki jenjang terbalut skiny jeans dan sneaker tersebut di antara pahanya, tenaga seorang Akira bukan apa-apa dibandingkan Naraka di saat Akira memberontak.

Kedua tangan besar tersebut meraih tangan Akira, melihat bagaimana Akira begitu kalut menghindari berdekatan dengannya membuat Naraka mengulum senyum di balik wajahnya yang mengeras.

Wanita ini menggemaskan. Caranya menghadapi Naraka dengan gugup ini menunjukkan kepolosan dokter muda yang cantik dan menawan ini. Ya Tuhan, Akira. Terimakasih sudah menjaga dirimu di tengah dunia modern ini.

"Mari kita bahas bagaimana caranya kita supaya terbiasa saling mendekat, Ki. Saling berpegangan tangan contohnya seperti sekarang."

My Arrogant KaptenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang