mnic / #24

113 25 23
                                    

PERHATIAN!
Untuk tidak memberikan komentar tajam pada karakter/tokoh yang ada di cerita ini.
Jika ditemukan adanya komentar tajam, komentar AKAN DIHAPUS tanpa pemberitahuan.
Terima kasih.

my name is c̶̶i̶̶n̶̶d̶̶e̶̶r̶̶e̶̶l̶̶l̶̶a̶ / #24

🄴🄽🄹🄾🅈

***

Langit mulai gelap. Matahari sudah bersembunyi, sedangkan bulan dan bintang menggantikan untuk menghiasi langit malam.

Wu Chanyeol yang tampak sedang duduk di tepi sungai terlihat murung. Semuanya itu tidak perlu dijelaskan lagi. Semuanya terlihat dari mimik wajah laki-laki itu. Di tangannya bahkan sudah ada satu botol arak, yang sedari tadi sudah ia teguk isinya. Matanya memandang kosong ke arah aliran sungai dan tampak seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup. Semenjak kepulangannya ke istana tadi siang, hatinya merasa gundah. Ia hanya sedang memikirkan, bagaimana keadaan Selir Hwang saat ini? Apakah wanita itu baik-baik saja? Apa wanita itu sudah makan? Ke mana wanita itu dibawa lari oleh sang suami? Di mana wanita itu singgah untuk beristirahat malam ini?

"Aku menyesal, karena bukan aku yang membawamu lari dari kejaran para pemberontak itu." Wu Chanyeol membatin.

Di sisi lain, tampak Permaisuri Lim sedang berjalan bersamaan dengan para Dayang, serta para Pelayan-Pelayannya. Mata wanita itu tidak sengaja menangkap sosok Wu Chanyeol yang masih setia duduk di tepi sungai Kerajaan.

"Tinggalkan aku. Aku akan kembali ke kediamanku sendiri." Ujar Permaisuri Lim, tertuju pada para Dayang dan Pelayan, serta Kasim dan para pengawal.

Tak lama, semuanya menunduk dan memberi hormat, kemudian berbalik badan dan meninggalkan sang Permaisuri. Wanita itu kini berjalan dan mendekati Wu Chanyeol yang nampaknya sudah mulai dikuasai oleh rasa mabuk.

"Air tampak tenang, namun sepertinya... tidak dengan perasaanmu, Guru Besar Wu Chanyeol?" Ujar Permaisuri Lim, begitu dirinya sudah berdiri persis di belakang Wu Chanyeol.

Wu Chanyeol yang tidak tahu dengan siapa ia berhadapan, akhirnya hanya menyahut asal karena sudah dilanda oleh rasa mabuk.

"Pergilah... jangan ganggu aku, jika kau tidak punya kabar burung mengenai keberadaan Hwang Miyoung-ku." Sahut Wu Chanyeol.

Permaisuri Lim langsung tertegun. Harusnya, tidak perlu diragukan lagi. Sejak Permaisuri Lim melihat adegan di mana Wu Chanyeol memegang lengan Selir Hwang —sesaat sebelum Selir Hwang akan bertolak ke Negeri Selatan—, Permaisuri Lim tampaknya sudah mengetahui sesuatu, yang melibatkan Wu Chanyeol dengan Selir suaminya itu. Kini, terjawab sudah, bahwa Wu Chanyeol... memiliki perasaan terlarang terhadap Selir sang suami.

Apakah... ini akan menjadi kesempatan emas bagiku?—

"Maksudmu, Selir dari suamiku? Hwang Miyoung?" Balas Permaisuri Lim, sengaja mengulang pernyataan Wu Chanyeol agar bisa menjebak laki-laki itu.

Saat itu juga, Wu Chanyeol membulatkan kedua matanya dan berbalik badan. Saat ia tahu bahwa Permaisuri Lim-lah yang sedang mengajaknya berbincang, Wu Chanyeol langsung berlutut sembari memohon ampun pada Permaisuri Lim.

"Ham-hamba memohon ampun, Yang Mulia Permaisuri. Hamba... meracau yang tidak jelas...." Ujar Wu Chanyeol, panik.

"Ingin... meminum secangkir teh herbal di kediamanku?" Tanya Permaisuri Lim.

my name is c̶̶i̶̶n̶̶d̶̶e̶̶r̶̶e̶̶l̶̶l̶̶a̶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang