mnic / #14

337 53 169
                                    

Abis dibaca, di-vote yaw!
Jangan maen kaboor!😏

my name is c̶̶i̶̶n̶̶d̶̶e̶̶r̶̶e̶̶l̶̶l̶̶a̶ / #14

🄴🄽🄹🄾🅈

***

Saat memutuskan dirinya untuk terjun langsung ke medan perang, keputusan Wang Hun ditentang oleh Ibu Suri Wang. Bagaimana tidak? Wang Hun adalah seorang Raja yang bahkan belum lama ini naik takhta menggantikan posisi sang Ayah. Bagaimana jika hal buruk terjadi? Dalam sebuah peperangan, segala hal bisa saja terjadi. Termasuk momen di mana laki-laki itu bisa saja terbunuh akibat serangan lawan. Apalagi, mereka (Kerajaan Utara) sama sekali tidak mengetahui... taktik apa yang akan digunakan oleh musuh mereka demi menumbangkan pasukan Kerajaan Utara.

Tapi, siapa yang dapat melawan Wang Hun. Dia adalah penguasa di Negeri Utara. Tidak ada yang dapat melarang dan mencegahnya untuk ikut bertempur di medan perang. Baginya, hal ini sudah wajib ia lakukan demi kemakmuran dan ketenteraman Negeri-nya. Lagipula... Wang Hun yakin bahwa dirinya akan baik-baik saja selama peperangan nanti. Hitung-hitung, dirinya ingin menunjukan pada semua orang. Bahwa dirinya pantas menjadi Raja karena mampu menumbangkan musuh dengan tangan dan usahanya sendiri.

Semua pasukan kini sedang berkumpul di depan Balai Agung. Mereka berkumpul demi mendengarkan arahan dari Raja mereka beserta Jenderal besar yang rencananya akan memimpin di barisan paling depan. Saat selesai memberikan arahan, seluruh pasukan mulai bergerak dengan tombak dan pedang mereka. Pasukan berpanah pun sudah menyiapkan dan menambah amunisi perbekalan mereka. Mereka lebih banyak membawa anak panah untuk persiapan, dan dibekali dengan pedang pula untuk berjaga-jaga jika seandainya musuh semakin banyak.

Wang Hun sendiri dilengkapi dengan perlengkapan perang yang memadai. Mulai dari baju besi, tombak, serta pedang miliknya yang dibuatkan khusus untuknya. Memang... setiap Pangeran di Kerajaan Utara memiliki pedangnya masing-masing. Dan itu adalah simbol mereka (para Pangeran).

Sebelum naik ke atas kudanya, Wang Hun berdiri di hadapan sang Permaisuri. Laki-laki itu membawa dirinya sendiri untuk mencium kening wanita yang tak lain dan tak bukan adalah istri pertamanya.

"Aku akan kembali ke istana secepat mungkin. Kembali kepada mu, Permaisuri-ku..." ujar Wang Hun.

Bagaimana dengan istri kedua?

Jika Wang Hun mencium tulus kening Permaisuri-nya, tapi tidak dengan Selir Hwang. Wanita itu sedang berdiri di kejauhan dan melihat dengan kedua matanya sendiri, adegan sang suami dan si istri pertama. Cemburu? Apa kalian tidak cemburu saat melihat seorang yang juga suami mu mencium istri pertamanya, sedangkan kalian diabaikan?

Selir Hwang menelan semua kenyataan pahit itu. Perlahan, ia pun melangkahkan kakinya demi menghampiri Wang Hun dan Permaisuri Lim. Ibu Suri Wang juga baru saja tiba di hadapan kedua orang itu.

Saat Selir Hwang sudah sampai di hadapan Wang Hun dan Permaisuri-nya, Selir Hwang memberikan hormat. Ia tertunduk sembari menahan air mata, agar tidak terjatuh kembali.

"Kembalilah ke istana ini secepat mungkin Yang Mulia. Kami semua yang ada di istana, akan menunggu kepulangan mu," ujar Selir Hwang dengan tulus, lalu kembali membungkukan badannya.

Seperti biasa. Tidak ada respon dari laki-laki itu. Sakit? Selir Hwang sudah akrab dengan perasaan itu. Jadi, tidak perlu ditanya lagi.

my name is c̶̶i̶̶n̶̶d̶̶e̶̶r̶̶e̶̶l̶̶l̶̶a̶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang