[16] Confession Jalur Berantem

641 82 9
                                    

Mau kasih informasi, cerita ini sebentar lagi akan selesai. Saya nggak tahu berapa chapter lagi, yang jelas dikit lagi hehe.

Makasih buat yang akan baca sampai akhir^^

Cicak cicak di dinding, hai readers happy reading! wkwkwk

Rated: agak M (18+)
Yang belum 18 silakan minggir, jika terjadi sesuatu pada kalian semuanya bukan tanggung jawab saya:)

CW ⚠️
Mention of kiss (saya lupa terus mau kasih warning ini di chapter yang membahas kissing, gomennnn T___T)

---

Hembusan similiar angin yang cukup kencang menerpa wajah apas seorang padusi berumur seperlima abad saat dirinya sedang membuka pagar rumah kontrakan yang disewanya sejak 1 tahun lalu.

Ia memasukkan motornya ke dalam halaman depan rumah, kemudian menutup kembali pagar besi berwarna hitam yang tadi Ia buka.

Bersamaan dengan tertutupnya gerbang pagar, buliran-buliran air hujan mulai turun membasahi buana. Debit air yang turun tidak terlalu deras, tapi justru hujan gerimis yang seperti itu yang paling handal membuat pusing setiap kali airnya jatuh di atas kepala.

"Huahhh anjir. Untung Gue udah sampe." Yuri menghembuskan napas lega karena hujan tidak turun saat Ia sedang dalam perjalanan dari rumah salah satu teman kelasnya menuju rumah kontrakannya.

Ceklek

Seorang penghuni lain dari rumah khas berwarna biru-kuning tersebut membuka pintu selagi Yuri merapihkan motornya. Ia datang menghampiri Yuri yang belum juga menengok ke arah dirinya. "Gue kira temen Gue."

"Emang Gue bukan temen Lo?" Tanya Yuri pada Minju yang sudah berdiri di sampingnya. Ia bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari motor.

"Bukan gitu maksudnya. Ada temen kelas Gue mau mampir sebentar."

"Ohhh." Jawab Yuri singkat dengan satu kata, masih sibuk memarkirkan motornya agar terparkir dengan lurus.

Yuri yang sudah selesai memarkirkan motornya dengan sempurna, mendongakan kepalanya. Ia refleks menahan napasnya saat manik matanya bertemu dengan rupa Minju yang elok. Yuri menelan ludahnya, sembari mengedarkan pandangannya dari atas kepala Minju sampai ujung kaki Minju.

Di mata nya, teman satu atapnya itu terlihat sangat cantik hanya dengan hoodie polos kebesaran berwarna abu-abu tua dan celana pendek yang tertutup dengan hoodie. Rambut hitamnya yang digerai serta kacamata yang bertengger di batang hidungnya menambah kesan cantik perempuan itu sore ini.

"Heh kok diem?" Tanya Minju membubarkan lamunan Yuri.

"E-eh, nggak. Lo.. Cantik sore ini." Ucap Yuri terbata-bata.

Dipuji seperti itu oleh Yuri malah membuat Minju mengerutkan keningnya. Ia menaruh punggung telapak tangannya pada dahi Yuri. "Sakit Lo?"

"Kaga, ege! Ayo masuk." Yuri menepis tangan Minju, kemudian buru-buru melangkahkan kakinya mendahului Minju untuk masuk ke dalam rumah. Ia takut salah tingkah sendiri jika semakin lama menatap rupa Minju.

Minju menarik napasnya perlahan. Sebenarnya sikapnya tadi hanya untuk menyembunyikan rasa senangnya akibat dipuji seperti itu oleh Yuri. Diam-diam senyumnya merekah, bahkan pipinya pun merah merona karena malu.

"Sialan." Minju mengibas-ngibaskan kedua tangan di depan wajahnya. Ia terus mengatur napasnya agar terlihat biasa saja. Setelah dirasa cukup, remaja tersebut menyusul temannya itu masuk ke dalam rumah.

---

Yuri dan Minju sama-sama larut dalam hening. Kedua teman rumah tersebut kini duduk bersampingan di atas sofa ruang tengah, namun sibuk bermain ponselnya masing-masing.

Housemate - Minyul [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang