6

11 1 0
                                    

"Rambutnya pirang, matanya biru, ekspesinya damai dan tenang, dia memakai gamis putih, dan yang tak bisa kupercaya, dibelakang punggungnya ada sayapnya." Jelas Lucia.
       Saat Lucia terbangun, dia melihat makhluk itu. Entah masih setengah sadar atau tidak, Lucia melihatnya dengan mata kepala sendiri sedang membangunkannya untuk beribadah shalat Subuh. Oh iya, belum tahu ya? Lucia dan Lucio adalah seorang muslim.
       Lucia heran, dia sudah beberapa kali bertemu dengan malaikat tersebut. Apakah ini balasan dari amal baik seorang Lucia Lawliet yang sederhana dan bersahaja? Syukurlah kalau begitu. Hebat.
"Hebat sekali Kamu bisa melihat wujud malaikat, Lucia!" Tukas Lucio. Matanya berbinar-binar kagum dengan pengalaman gadis itu.
"Tidak juga Lucio, apa yang bisa membuatmu percaya padaku kalau itu asli? Normalnya orang-orang pasti tidak percaya, Aku sendiri saja masih tidak percaya."
"Matamu. Matamu penuh dengan kejujuran, Lucia. Karena itu Aku percaya." Jawab Lucio dengan senyum kepercayaan mengembang di bibirnya.
"Terima kasih, Lucio! Kamu memang temanku yang berharga. Syukurlah Kamu percaya. Aku bingung harus cerita pada siapa."
"Tidak apa-apa kok kalau mau cerita yang aneh-aneh lagi, Aku mengerti. Apa Kamu sering mimpi masuk surga dan neraka?"
"Aku sering Lucio, tapi paling sering Aku mimpi masuk surga."
"Wah hebat sekali! Seperti apa surga itu, Lucia?"
"Indah sekali, tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Banyak sungai dan istana."
       Lucio kagum betapa temannya yang disukainya itu memiliki tingkat keimanan yang tinggi. Pemuda itu hanya berdo'a pada Allah SWT. dan berusaha supaya bisa masuk ke surga. Semoga bahagia. Lucia melanjutkan pembicaraannya karena Lucio menghormati dan mempercayainya.
"Kali ini berbeda. Rambutnya hitam, matanya hijau, ekspesinya lembut, memakai gamis putih, dan yang masih tak bisa kupercaya, dibelakangnya ada sayapnya! Dia mengelus pundakku seraya membangunkannya dan mengatakan hal yang baik padaku." Lucia kembali melanjutkan ceritanya. Kali ini dia sudah sadar seratus persen.
"Masa iya sih, Lucia? Kamu masih setengah sadar kali..." Tepis Lucio.
"Tidak, Aku sudah benar-benar sadar!"
"Iya iya, Aku percaya. Memang sulit diterima akal dan pikiran sih, tapi ini menarik."
"Terima kasih sudah mau percaya, Lucio! Hanya Kamu yang mau percaya."
"Dan kali ini, Kamu mulai percaya?"
"Iya, karena Aku sudah melihatnya dengan mata kepala sendiri dan lebih dari satu kali. Terima kasih sudah menanyakan hal itu, Lucio."
"Sama-sama. Itulah gunanya teman, diriku!"
"Hahahaha!"
       Lucia akan selalu percaya malaikat selalu ada di sisinya dan mencatat amal kebaikannya. Beberapa hari kemudian ramai berita terkait penembak jitu. Kronologisnya yaitu dari kejauhan, terdengar samar-samar suara tembakan. Dor! Siapa yang menembak masih menjadi misteri. Namun yang pasti, penembak itu sangat jitu. Apakah mereka mengincar Lucia dan Lucio? Hmm... Bagaimana ya? Yang jelas nyawa mereka bisa saja diincar karena cerita dan ketenaran mereka. Atau pun karena hal lain. Ingat, mulutmu harimaumu!
"Lucio! Kamu dengar? Suara tembakan!" Bisik Lucia.
"Ya benar sekali, Lucia. Ayo kita cari!"
"Dari arah Barat Daya!"
       Lucio dan Lucia kaget melihat sniper dengan wajah kesal dan jengkel menembakkan peluru berkali-kali. Dari bawah terlihat sasaran sedang menghindar sekuat tenaga. Padahal jitu, tapi mengapa tidak kena? Karena sasaran itu adalah orang yang Lucia dan Lucio kenal, yaitu teman sekelasnya yang merupakan ahli bela diri karate. Namanya adalah Aisyah.

ChilhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang