7

9 1 0
                                    

       Musik merupakan rekreasi jiwa. Kata-kata itu selalu terbayang oleh Lucia. Terpampang jelas di brosur les musik tempatnya menimba ilmu sampai dia bisa menjadi maestra hebat seperti ini. Dan sekolahnya juga sudah mengakui jika Lucia memang berbakat. Buktinya dia memiliki prestasi yang tidak biasa. Prestasi yang terhormat.
       Sedangkan Lucio? Bakatnya lebih hebat lagi. Tanpa les atau pelajaran tambahan dia sudah unggul dari teman-temannya. Pemuda itu bahkan sampai jarang masuk sekolah karena mendapat tawaran konser dari mana-mana. Selain itu, Lucio juga rajin membantu Ibunya. Sopan dan gentle, membuatnya banyak disukai wanita. Tapi yang sangat aneh, wanita yang dia sukai satu-satunya hanya Lucia. Sudah lama pemuda itu memendam rasa suka, dan akhirnya menyatakan perasaannya. Namun saat cintanya terbalas, dia tidak ingin melakukan apapun. Mengapa?
"Lucia, Kamu tak apa?"
"Lucio, ketahuan ya kalau ada yang tidak beres dari diriku?"
"Terlihat jelas dari raut wajahmu. Sini kubantu mengerjakan tugas."
"Terima kasih, Lucio. Tapi tugasnya fisika yang susah-susah lho!"
"Apalagi fisika! Aku paling suka pelajaran ini! Fisika itu bagian dari ilmu alam."
"Benar-benar Lucio banget, ya!"
"Yang jelas, ilmu alam itu luas. Isaac Newton, Albert Einstein, Leonardo da Vinci, Claude Monet, dan orang hebat lainnya terus meneliti sampai akhir hidupnya."
"Hebat sekali! Kamu meneliti apa, Lucio?" Sahut Lucia.
"Aku meneliti diriku sendiri, alias menelitimu Lucia. Hebat kan?"
"Karena itu Kamu sama sekali tidak mau melakukan hal-hal romantis? Meski sudah dewasa? Mengapa Lucio? Beritahu Aku jawabannya."
"..." Lucio hanya diam saja, tapi kemudian dia lanjut berkata.
"Karena ini prinsipku."
Seketika itu Lucia terdiam seribu bahasa. Kemudian, perlahan tersenyum getir. Lucia hanya bisa menunggu kejelasan tentang masa depan gadis itu dan Lucio. Sekarang Lucia mulai menyadari perasaan Lucio dan dia menghormatinya. Lucia juga ingin membalas perasaan Lucio akan tetapi, Lucia sudah nyaman dengan pertemanannya dengan Lucio. Bagaimana perkembangan hubungan cinta segitiga ini masih Lucia pikirkan. Sedih?!
       Tanggal 29 Februari, tanggal yang hanya muncul 4 tahun sekali. Karena tahun ini merupakan tahun kabisat. Muncullah tanggal ini. Tanggal yang spesial karena Lucia ingin pergi bersama keluarganya.
"Inilah nyanyianku untukku dan untukmu~"
"Lucia, Kamu lebih senang jadi komposer ya? Lagumu bagus!"
"Aku senang menciptakan lagu, tapi kerapihan sebagai maestra yang utama, karena ini pekerjaanku. Aku bersyukur menjadi maestra." Sambil  berbinar-binar Lucia mengatakan perasaan tentang pekerjaannya sebagai maestra. Benar-benar seperti ada bola api yang bersinar di mata, Lucio kaget.
"Lucia benar-benar senang?!" Tanya Lucio serius.
"Ya, inilah pekerjaan yang sesuai passionku."
"Baguslah kalau begitu, Lucia. Aku ikut senang karenanya."
"Hmm... Kalau begitu, Aku duluan ya! Mau ada acara kel-"
"Eh tunggu-tunggu! Bagaimana kalau kuantar? Aku sudah bilang pada Ibuku dan boleh." Lucio mencegat gadis anggun itu. Khawatir.
"Boleh kok kalau mau mengantarku pulang." Angguk Lucia.
       Di perjalanan, Lucio hanya diam saja. Pemuda super cool itu memang diam-diam menghanyutkan. Pemuda yang aneh, dingin, tapi tidak menyebalkan. Saat sampai rumah, Lucio disambut hangat oleh keluarganya Lucia. Bahkan, sampai diajak ikut pergi dengan keluarganya.
"Pacarnya Lucia ya? Ganteng banget, ayo ikut pergi bersama kami." Sahut Tantenya.
"Tidak, Tante. Saya ini temannya Lucia. Maaf."
"Tidak apa-apa! Ikut saja, lagipula Kamu sudah dekat dengan Lucia kan?"
"Lucio, ini, bukan kencan kan?" Muka Lucia memerah seketika, manis sekali.
"Bukan kok, lagipula kita bersama-sama, lihat!" Sambil jalan Lucio menunjuk ke arah keluarga Lucia. Ekspresi Lucio menjadi lebih tenang karena sudah mengatakan kejelasan pertemanan dengan gadis anggun itu pada keluarganya Lucia.

ChilhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang