oleh R i c k y
Perihal menutupi perasaan, lelaki bertubuh tegap ini sangat mahir. Katanya, abang-abang maupun adik-adiknya tidak perlu tahu menahu apa saja yang sedang ia lalui dan hadapi di balik tirai hatinya.
Ricky, lelaki dewasa muda, ada kalanya harus mengalah untuk tidak menyajikan secara gamblang rasa yang ia punya. Tidak seperti Shandy, ia hanya bisa memendam kalau seorang kakak sekaligus adik sepertinya ini punya posisi yang membingungkan.
Ia, yang berada di tengah nyatanya tidak menjadi pusatnya. Kata siapa anak tengah merasakan aman dan nyaman? Harusnya, entah yang pertama atau yang terakhir paham kalau yang di tengah juga pernah terlahir.
Cup kopi yang baru ia sesap beberapa menit lalu sedikit bergeser, membuatnya seketika mendongak kaget.
"Besok lo siaran bareng Farhan ya, Rick?"
Entah nada bicara seperti apa yang dibangun, namun kedengarannya perempuan yang baru saja masuk ke studio siaran dan duduk di samping Ricky itu melontarkan kalimat pinta.
"Hah? Eh, i-iya, Mbak Ariella," katanya sedikit gelagapan, ia menggeser mikrofon ke arahnya agar dapat melihat wajah rekan kerjanya yang lebih senior itu dengan jelas.
Ariella terkikik kecil. "Lo kenapa? Ngelamun mulu, ngelamun mulu. Rejeki lo bisa bisa dipatok sama abang lo sendiri kalo gini!"
Meski terdengar seperti guyonan sarkas ringan, Ricky menanggapi ini cukup serius dalam hati. Iya, soal abangnya juga. Selain tidak terlalu dekat dengan Farhan, ia juga sedikit sulit membangun kerjasama dengan lelaki itu di ranah pekerjaan. Dalam pandangan Ricky, seorang Farhan akan sulit bekerjasama dengan manusia pemikir seperti Ricky. Farhan itu tegas dan cekatan dalam bekerja, sedangkan Ricky, ia selalu memikirkan segala sesuatunya dengan matang sehingga terlihat seperti bertele-tele dalam mengambil keputusan. Keduanya begitu bersimpangan.
"Apaan sih, Mbak? Lagian rejeki udah diatur sedemikian rupa sama yang di atas, hehe." Mau tak mau, akhirnya Ricky ikuti alur tertawa dari perempuan bernama Ariella Stradivari tersebut.
"Ya iya, gue nggak nyangkal kalo rezeki udah diatur sama Tuhan dengan masing-masing porsinya. Tapi, kalo lo enggak berusaha juga, yang tadinya porsi buat lo bakalan jadi orang lain juga, 'kan?"
"..."
Ariella berdiri, menatap sekilas ke kaca tembus pandang ruangan sebelum akhirnya pergi.
Tiba-tiba ada saja hal yang selalu Ricky renungkan soal perkataan orang lain. Seperti tadi contohnya. Ariella, dengan gaya bicara ceplos-ceplos dapat membuat pikiran seorang Ricky karut-marut.
Overthinking isn't bad, but it can be worst at sometimes.
"Kalo nggak mau siaran sama Farhan, Auriga juga bisa, Rick! Besok ya, jam 7 pagi! On time!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat-Jerat yang Tersuar Belum Tentu Tersiar
أدب الهواة[TAMAT] Melalui tulisan ini, tiap-tiap insan akan menjatuhkan kalimat panjang tentang ia dan juga manusia sekitarnya. Direngkuh oleh delapan babak, fase pertama hingga fase terakhir akan menghajar--mungkin menampar ulang-alik sepasang pipi yang tak...