07 || ᴮᴬᴮᴬᴷ ᴷᴱᵀᵁᴶᵁᴴ

93 24 15
                                    

oleh   Z w e i t s o n

Di antara tujuh lainnya, dapat dikatakan kalau yang masih dapat diajak diskusi soal permasalahan anak muda ya cuma Fenly

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di antara tujuh lainnya, dapat dikatakan kalau yang masih dapat diajak diskusi soal permasalahan anak muda ya cuma Fenly. Iya, Zweitson sendiri yang berkata demikian. Selain sepantaran, Zweitson dan Fenly memiliki satu kesamaan yang tidak dapat ditemukan oleh abang-abangnya yang lain. Keduanya telah lulus SMA setahun yang lalu. Keduanya juga masih mencari jati diri masing-masing dan enggan—atau lebih tepatnya ragu untuk mengambil langkah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu universitas.

Sebenarnya keduanya ingin, namun entah kenapa hati kecil mereka masih memberi pedal rem untuk keputusan itu.

Sekarang, mereka sedang duduk santai di atas bangku kayu dan menikmati riuh rendah yang diciptakan oleh anak-anak berusia Sekolah Dasar berjumlah kurang lebih 30 orang. Seluruhnya bersuka ria, menyambut berbagai macam alat tulis dan buku bacaan yang sejak 5 menit lalu Zweitson dan Fenly bawakan.

Zweitson menggoyang sebuah wadah putih berukuran kecil di depan Fenly, suaranya berkelotak rendah. "Jangan lupa diminum obatnya."

"Eh?" Sedikit terkejut, lalu akhirnya ia sambung dengan kekehan. "Ahahaha, siap, Dokter!" Fenly tertawa jenaka, meletakkan telapak tangannya di pelipis ala penghormatan kepada pemimpin.

"Ah, ya gini deh. Selain jadi adik, gue juga harus siap jadi alarm minum obat setiap sama lo."

"Adik ... adik ... lo sama gue itu sepantaran kalau perlu gue ingatkan." Fenly membuka tutup botol air mineral, menenggaknya setelah berhasil memasukkan beberapa butir obat oral ke dalam mulut. Selanjutnya ia tersenyum sambil mengangguk paham.

"Kalo enggak gini, bisa bisa gue dilemparin batu hias sama Bunda."

"Iya deh yang paling patuh sama Bunda!"

Zweitson hanya tertawa samar, sedikit membenahi kacamatanya yang melorot ke pangkal hidung. Selanjutnya matanya menyipit, matahari pagi rasanya dewasa ini benar-benar tidak dapat diterka. Pukul sepuluh lewat lima belas nyatanya sudah terasa mampu menjadi juara dalam hal membakar lapisan terluar kulit manusia.

Sedikit yang ia pelajari, perubahan ini disinyalir dikarenakan adanya pemanasan global. Banyak yang berubah, termasuk kehidupannya dengan orang-orang yang hidup di dunia. Semuanya saling beradaptasi.

"Karena cuma lo sama Bunda yang minum obat, gue jadi inget deh siapa-siapa aja yang harus gue ingetin."

Fenly terpaku beberapa detik setelah menutup rapat botol air mineral di genggaman lalu menoleh dengan raut wajah tak kalah terkejut dari milik Zweitson.

"Maksud lo?"

Astaga. Kali ini Zweitson benar-benar salah bicara. Mulutnya kelepasan dan hampir menguak lembar rahasia yang Bunda dan dirinya simpan erat-erat.

Jerat-Jerat yang Tersuar Belum Tentu TersiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang