oleh f e n l y
Seseorang yang bertambah usia ternyata hanya dimainkan oleh delusi. Pada kenyataannya, umur untuk hidupnya di dunia kian berkurang. Dan Fenly, baru saja telak menyadarinya kala mengamati tiap senti keriput pada wajah orang kesayangannya.
Bunda.
Sejak kapan wanita cantik itu memiliki gurat-gurat tipis di area mata dan sekitarnya? Ini sekarang menjadi urusan Fenly untuk menghitung berapa banyak jumlahnya sembari terus menatap bundanya dari jauh.
Di ambang pintu kamar Elena, pukul 11 malam, dan lampu temaram menjadi kawan Fenly sekarang. Ia tak berani meringsek masuk. Kenyataannya ia hanya termangu dengan jemari yang masih tertaut pada gagang pintu kamar, ia hanya takut bundanya terusik dan bangun dari tidur lelapnya.
Kalau bertanya seberapa besar rasa sayang Fenly kepada bundanya yang satu itu, sudah pasti tidak pernah ada jawaban yang melompat keluar dari mulutnya. Kalau diperhatikan, di keluarga ini hanya Zweitson-lah yang paling terlihat perhatian kepada Elena. Jauh di dalam itu, Fenly-lah pemenangnya.
Memerhatikan dari jauh, membantu memasak sarapan dan sejenisnya, hingga rutin berkunjung ke toko bunga sederhana milik Elena hanya Fenly yang mampu melakoninya tanpa diminta. Lelaki itu terhitung cukup manis untuk seorang anak bungsu yang seharusnya dimanja semua kakaknya.
Fenly tahu, wanita yang sedang mendengkur halus di matras sana bukan ibu kandungnya. Fenly juga paham, wanita bernama Elena Seruni itu bukanlah rumah dari pertama kalinya yang ia tinggali.
Sama seperti nasib yang lainnya, Fenly hanya anak yang Elena temukan di tempat yang tidak terduga. Waktu itu, pipi dan tubuh mungilnya masih merah muda, jemari seukuran kelopak bunga yang baru saja mekar, dan lilitan selimut begitu hangat memeluk Fenly yang tengah kehujanan di dalam keranjang kecil.
Entah takdir seperti apa yang Tuhan rencanakan untuk Elena, selepas mengurus gugatan perceraiannya dengan sang mantan suami di pengadilan, ia malah diberikan banyak berkah oleh Sang Pencipta. Dan Fenly adalah salah satunya.
Fenly berkali-kali mengerjapkan mata. Hatinya dipenuhi haru dan banyak perasaan yang sulit dijelaskan. Kini, bulir-bulir yang berbinar di pelupuk hampir tumpah mengingat sesuatu lagi. Ia tidak pernah lupa kalau ada seseorang yang tidak menyukainya di sini.
Apa kabar Shandy sekarang?
Semenjak kepulangan Fenly dari rumah sakit, lelaki itu tidak pernah sekalipun membangun konversasi ataupun sekadar bertegur sapa ketika berpapasan. Shandy hanya ingat untuk berangkat kerja ke kantor dan kembali menjadi budak korporat.
Fenly tahu itu.
Shandy tidak benar-benar menyukai posisi jabatannya sekarang. Pekerjaan yang lebih kompleks, waktu istirahat yang berkurang, hingga tumpukan berkas setinggi Monas terus menjadi momok mengerikan di kehidupan Shandy dalam rentang waktu seminggu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat-Jerat yang Tersuar Belum Tentu Tersiar
Fanfic[TAMAT] Melalui tulisan ini, tiap-tiap insan akan menjatuhkan kalimat panjang tentang ia dan juga manusia sekitarnya. Direngkuh oleh delapan babak, fase pertama hingga fase terakhir akan menghajar--mungkin menampar ulang-alik sepasang pipi yang tak...