puasa sunnah

165 170 151
                                    

Hari itu adalah hari Kamis, hari di mana puasa sunnah menjadi wajib, hari di mana Embun tidak bersemangat. Ia duduk di tangga sambil berkali-kali melihat jam tangan miliknya.

Kenapa jamnya lama banget?

Dari arah belakang Deraa menghampiri Embun.

"Assalamu'alaaikum," salam Deraa

"Wa'alaikumussalam"

"Semangat puasanya." Ikut duduk di dekat Embun dengan senyuman manisnya.

"Raa, padahal ini, kan bukan bulan Romadhon masa kita di wajibkan puasa sih? Ini sudah puasa sunnah jadi wajib." Deraa mengelus-elus punggung Embun.

"Loyo banget." Embun melihat jam tangannya.

"Ukhti, tau gak? ini semua karena ukhti Nia sayang sama kita"

"Kok, sayang?" tanya Embun bingung.

"Kenapa? Karena diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiallahu'anhu bahwa Nabi Shollaallahu 'Alaihi Wa Sallam berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Lalu ada yang bertanya, sesungguhnya engkau senantiasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis? Beliu menjawab 'dibuka pintu-pintu Surga pada hari Senin dan Kamis, lalu diampuni dosa setiap orang yang tidak menyekutukan ALLAAH dengan sesuatu pun, kecuali dua orang yang saling bertikai, di katakan, biarkan mereka berdua sampai keduanya berbaikan'," jelas Deraa.

"Tapi saya gak kuat." Embun Kembali melihat jam tangannya.

"Ibadah itu butuh paksakan Ukhti, saya juga dulu males-malesan. Tapi saya paksakan, dulu saya tidak suka sholat tahajjud, dan juga dzikir pagi dan petang tapi setelah saya mencoba memaksakan diri, Alhamdulillaah sekarang kecanduan"

"Enak banget yah, Raa. Bisa kayak gitu, saya juga pengen, do'ain yah!" Menoleh ke arah Deraa.

"In Syaa ALLAAH.... Sekarang mending kita ke luar saja beli menu buka puasa! Daripada kamu liatin mulu jamnya, waktu itu kalau lagi di tunggu berasa lama banget kalau kita keluar jalan waktunya gak kerasa." Yang hanya di sertai anggukan dari Embun.

***

Mereka berdua keluar dari gerbang ma'had mencari menu buka puasa yang diinginkannya.

"Raa, risoles kemarin dari warung yang pernah kita kunjungin, kan?"

"Na'am"

"Boleh gak kita kesana lagi? Gorengannya tuh enak banget gak kayak warung lain"

"Saya gak mau, Ukhti saja yang kesana tidak apa-apa, kan?" tolak Deraa

Embun tau alasan Deraa menolak untuk ke sana. Akan tetapi Embun juga tidak mau ke sana sendirian.

"Temenin sampai depan warung, yah!" pinta Embun.

"Kalau mereka ada lagi di sana bagaimana?"

"Baca Ta'awudz,"canda Embun.

"Coba di tempat lain saja, deh!" saran Deraa.

"Tapi di sana, kan paling enak." Memasang muka cemberut.

Melihat Embun yang sekarang semangat berpuasa, akhirnya meluluhkan hati Deraa.

"Yaudah, deh"

Mereka pun berjalan menuju warung pak Rio. Nampak jelas kecemasan di muka Deraa yang berharap tidak bertemu Inggat di sana. Mereka berhenti tepat di depan warung pak Rio.

Pelengkap ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang