melepas rindu

182 162 457
                                    

Hari Jum'at adalah hari yang ditunggu-tunggu semua mahasiswi Ma'had. Setelah sepekan lamanya, terdengar sebentar tapi tidak menurut mereka. Terutama Embun yang pertama kalinya harus berpisah dengan benda kesangannya itu dan baru memegangnya kembali. Begitupun dengan Deraa yang baru pertama kali berpisah dengan kedua orang tuanya.

Di aula tempat yang biasanya orang tua menemui putrinya. Embun berlari menghamburkan pelukan kepada kedua orang yang sangat dia sayangi.

"Kok Mama sama Papa baru datang, emang gak rindu?"

"Gak dong," jelas Adit yang dia panggil papa itu.

"Jahat." Dengan muka cemberut.

"Tapi kangen banget 'kan, Pa?" timpal mama Embun.

"Gimana belajarnya sayang?" tanya Adit.

Embun tidak menjawab pertanyaan papanya. Dan lagi-lagi memasang muka cemberutnya.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya mama Embun sambil mengusap kepada anak yang sangat dia sayang itu.

"Embun gak suka disini, Ma. Embun tidak betah pengen balik"

"Astagfirullah, Nak," kata Adit.

"Emang apa yang membuat kamu tidak betah?" tanya mama Embun.

Adit tau kalau anaknya itu sangat manja sehingga dia tidak betah tinggal di asrama, sehingga ia sangat kekeh agar Embun tetap berada di sana.

"Gak sayang, Papa dan Mama gak mau tau alasan kamu. Yang membuat kamu tidak betah. Kamu tau 'kan kenapa Papa memasukkan kamu di sini? Salah satunya karena itu Papa gak mau kamu manja seperti ini. Papa gak mau kamu cengeng. Papa sama Mama cuma pengen kamu sungguh-sungguh belajarnya, biar kamu juga menjadi orang yang paham. Paham terhadap agama, tidak seperti Papa dan Mama. Menuntut ilmu itu butuh paksaan, Nak," ucap Adit.

Embun terdiam, hampir saja ia menumpakan air matanya yang dari tadi berusaha ia tahan. ia merasa tidak punya pilihan lain selain tetap berada di sana.

"Tunggu! Pa, lihat anak kita" Mamanya kaget dan terharu tidak percaya melihat perubahan penampilan anaknya. Yang baru mereka sadari sedari tadi.

"Maa Syaa ALLAAH, Ma. Kamu lihat sendiri 'kan baru satu pekan anak kita di sini tapi sudah menjadi wanita sholehah seperti ini, Papa gak salah memilih pondok untuk Embun"

Adit hampir saja menumpahkan air matanya di depan istri dan juga anaknya karena merasa baru saja menjadi seorang papa yang sesungguhnya. Akan tetapi ia malu jika harus menangis di depan istrinya apalagi di sana ada Embun.

"Gak, Pa ini juga cuma paksaan dari ketua kamar yang ngeselin itu, untung ada Deraa yang baik banget sama saya, selalu  support saya dan selalu ngajarin saya yang baik-baik dia itu sudah seperti ustadzah buat saya ini saja apa yang Embun pakai sekarang semuanya dari dia." Sambil memegang jilbab yang di kenakannya.

Mama Embun tersenyum lebar dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Itu artinya ALLAAH sudah kasih hidayah-Nya kepadamu melalui orang itu, alhamdulillah. Panggil temanmu itu, Nak. Mama mau ketemu sekalian Mama mau ucapin terimakasih"

Embun tersenyum dan segera masuk kedalam asrama, kemudian menuju lantai tiga di mana kamarnya berada. Di dalam kamar Deraa yang tengah asik bermain dengan ponselnya. Terlihat jelas mukanya begitu gelisah sambil terus melihat HP yang ada di tangannya. Yang kemudian disamperin sama Embun.

"Raa, ada yang mau ketemu di depan sama kamu"

Hah, ketemu sama saya?

"Siapa, Ukhti?" tanya Deraa bingung.

Pelengkap ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang