Jika dalam mencintai tidak membutuhkan alasan bagaimana rasa itu dapat tercipta. Agaknya kalimat tersebut juga bisa diterapkan pada lawan katanya; yaitu benci. Bukankah cinta dan benci itu beda tipis?
Seseorang bisa dengan mudah mengubah rasa cinta menjadi benci. Pun begitu sebaliknya. Setidaknya hal tersebutlah yang selama ini Na Alisa percaya dan selalu ia genggam erat. Ia tidak tahu, mengapa dirinya amat sangat membenci seorang pemuda bernama Han Jungkook.
Lisa tidak punya alasan kuat mengapa rasa benci itu terpatri begitu erat dalam hatinya, tidak mau lepas dan seolah dirinya dilahirkan memang untuk membenci pemuda itu. Yang Lisa tahu saat ini dan entah sampai kapan, ia sangat membenci pemuda itu. Pokoknya benci! Benci sekali.
Sebenarnya nama itu sudah lama terkubur dan nyaris terlupakan. Tapi kehadiran sang ibu yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar seraya membawa sebuah berita, membuat gadis bermata bulat itu terpaksa harus mengingat kembali seseorang di masa lalunya.
"Kau masih mengingat mereka 'kan?" Tanya Na Suhee--Ibu Lisa. "Bukankah Jungkook juga teman dekatmu?" Sambungnya lagi.
Lisa melebarkan kedua matanya, sesaat ia menunjukkan raut wajah tidak terima. Hah, apa katanya teman dekat? Gadis itu berdecak. Jungkook itu musuh bukan teman!. Apa ibunya ini lupa jika semasa kecil dulu Lisa dan Jungkook tidak pernah akur dan kerap kali terlibat pertengkaran? Jika seperti itu saja disebut teman dekat, lantas definisi musuh menurut sang ibu itu seperti apa?
Lisa benar-benar tak habis pikir dibuatnya.
Tapi jika Lisa pikir-pikir lagi, memang seharusnya rasa benci itu sudah hilang mengingat mereka yang sudah lama tidak berjumpa. Tidak sepatutnya Lisa terus memelihara rasa tidak baik itu.
Dan asal kau tahu saja ya, sebenarnya tidak ada konflik besar yang mendasari Lisa membenci Jungkook. Hal itu terjadi, hanya karena permasalah anak kecil yang sebenarnya sangat sepele, seperti dulu; Jungkook yang sering sekali mengganggu Lisa--mengusili sampai membuat gadis itu berteriak dan menangis, juga beberapa tingkah menyebalkan lainnya.
Yah, hanya sebatas itu saja kok, sepele sekali bukan? Tapi bagi Lisa kecil, itu sangat-sangat menyebalkan! Sampai-sampai Lisa menempatkan Jungkook ke dalam jajaran utama orang yang paling tidak ia sukai dalam hidupnya.
Tapi biarku ingatkan lagi, bukankah itu sudah lama berlalu? Jadi biarkanlah hal tersebut menjadi sebuah kenangan di masa lalu saja. Lagipula kini Lisa sudah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa yang cantik.
Seharusnya gadis berusia dua puluh dua tahun itu sudah bisa bersikap lebih bijak dengan tidak mengungkit-ungkit kejadian itu lagi, apalagi sampai terus membawa kembali perasaan itu sampai sekarang.
Gadis itu menghembuskan napas kasar. 'Iya jangan seperti itu, Lisa.' Peringatnya pada diri sendiri.
Kemudian Lisa mengangguk pelan seraya berujar. "Iya, aku mengingatnya, Bu." Jawabnya atas pertanyaan sang ibu tadi.
"Baguslah jika kau mengingat mereka." Kata Suhee. "Malam ini, mereka akan berkunjung ke rumah kita. Jadi bersiaplah. Dandan secantik mungkin, jangan sampai mempermalukan Ibu di depan tamu istimewa kita, ya?"
Lisa tersenyum tipis seraya mengangguk. Hhmm, tamu istimewa ya? Yah mungkin saja begitu, sebab ibu dan mendiang ayah Lisa memang sudah mengenal mereka sejak lama, sejak kedua keluarga itu masih bertetangga.
Bahkan dulu mereka sudah seperti keluarga saking dekatnya. Saling membantu dalam hal apapun sampai sering menitipkan anak-anak mereka jika salah satunya sibuk.
Tapi agaknya keakraban para orang tua itu tidak terjalin pada anak-anaknya.
Huh sudahlah...
Balik dalam keadaan terkini. Di sana Suhee menyunggingkan senyum pada sang putri, ia berdiri lalu mengelus lembut surai panjangnya. "Kalau begitu Ibu ke dapur dulu," Ujarnya, kemudian ia berlalu ke luar kamar setelah mendapat anggukan dari Lisa.
Lisa yang masih terduduk seraya menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, tiba-tiba saja dihantam rasa penasaran luar biasa pada seseorang yang ia akui sebagai musuh. Gadis itu kemudian bergumam. "Hhmm Jungkook ya, seperti apa dia sekarang?"
***
Suhee meletakan toples terakhir yang berisi cookies ke atas meja ruang tamu. Di atas meja itu sekarang sudah tersaji berbagai jenis snack dari mulai yang basah seperti bolu, kue-kue tradisional sampai snack kering lainnya untuk menyebut teman lama. Hari ini Suhee bahkan sengaja menutup kedai makanan (yang menjadi mata mencahariannya) lebih cepat dari biasa, ibu dari Lisa itu sengaja ingin meluangkan waktu untuk membuat sendiri beberapa cemilannya.
Pokoknya ia harus memberikan yang terbaik untuk tamu istimewa, apalagi ini merupakan pertemuan pertama mereka setelah sekian tahun tidak bertemu.
Tok.. Tok.. Tok..
Terdengar sebuah ketukan pintu, Suhee sangat yakin bahwa itu adalah tamu yang sangat ia tunggu-tunggu kehadirannya sedari tadi.
Lantas dengan senyum yang sudah terpatri di bibir, wanita paruh baya itu melangkah menuju pintu utama untuk menyambut kedatangan mereka.
"Ahrin ... "
"Eonni ... "
Serunya bersamaan. Tanpa basa-basi, kedua wanita itu langsung berhambur saling memeluk ketika pintu berwarna coklat itu terbuka.
Sesaat, kedua wanita itu larut dalam rasa rindu yang membuncah sampai mengabaikan dua presentasi lain yang turut hadir.
Hingga suara dehaman yang berasal dari seorang lelaki yang merupakan suami dari Ahrin menyadarkan mereka.
"Saking rindunya sampai lupa kalau masih ada kami di sini." Ujar Han Suho--suami Ahrin, dengan nada jenaka. Kedua wanita itu lantas mengurai pelukan mereka.
"Iya habisnya aku sangat rindu dengan eonni-ku ini." Kata Ahrin seraya menghapus setitik air disudut matanya.
Iya, Suho tahu dan mengerti kok, ia berbicara seperti hanya untuk bercanda saja.
"Maaf ya mengabaikanmu." Ujar Suhee, kemudian ia memeluk Suho dan setelahnya beralih pada lelaki muda yang merupakan anak dari sahabatnya tersebut. Suhee Tempak tertegun sebelum kemudian tersenyum. "Oh apakah ini putra kalian? Jungkook?"
"Iya eonni, itu putra kami. Han Jungkook." Balas Ahrin.
Suhee membingkai wajah Jungkook. "Kau sudah tumbuh menjadi laki-laki yang gagah dan tampan, Nak." Lalu memeluknya.
"Terima kasih bibi." Balas Jungkook tersenyum.
"Ayo silakan masuk. Maaf jika rumahnya kecil." Ajak Suhee ketika melepas pelukannya.
"Ah tidak apa-apa eonni." Kata Ahrin lalu mereka semua masuk ke dalam rumah.
Tujuh belas tahun tidak bertemu banyak sekali yang terjadi pada kedua keluarga itu yang masing-masing dari mereka tidak ketahui. Seperti; Meninggalnya suami Suhee akibat penyakit diabetes yang sudah lama diderita, kesulitan finansial yang Suhee alami sepeninggal sang suami sehingga memaksanya untuk menjual rumah tempat tinggalnya dulu kemudian pindah ke rumah sederhana ini dan membangun usaha rumah makan kecil-kecilan untuk bertahan hidup.
Hal tersebut juga yang sebenarnya menyebabkan kedua keluarga itu sempat kehilangan kontak karena tidak tahu alamat rumah Suhee yang baru, sedangkan teknologi saat itu tidak secanggih sekarang.
Namun berbanding terbalik dengan kondisi yang dialami oleh Suhee. Keluarga Han justru mengalami nasib baik Setelah kepindahannya ke negara matahari terbit, Jepang. Bisnis yang digeluti Suho berkembang dengan pesat di sana sampai menghantarkannya menjadi seorang pengusaha sukses yang namanya cukup besar.
Bersambung...
Tinggalkan jejak guys😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Husband | lizkook
Fiksi Penggemar[M] Jika dalam mencintai tidak membutuhkan alasan bagaimana rasa itu dapat tercipta. Agaknya kalimat tersebut juga bisa diterapkan pada lawan katanya; yaitu benci. Bukankah cinta dan benci itu beda tipis? Na Alisa tidak tahu mengapa ia sangat memben...