III

637 39 0
                                    

Gadis dengan cepol tinggi menyemprotkan parfum pada baju Seungkwan. Kini ia berbalut jas putih dengan veil sederhana di kepalanya. Tak terasa waktu berlari terlalu cepat dan kini ia akan berganti marga. Seungkwan bukannya tak suka pada suaminya hanya saja ia tak mau jika harus hidup selamanya dengan pria kaku itu. Si workaholic yang tak pandai berekspresi kecuali memuntahkan gombalan cringe. Hampir setiap bertemu pria blasteran itu selalu memuji dirinya seakan tak bosan, bahkan dalam waktu sejam ia bisa tiga kali memuji wajah Seungkwan.

"Perfect." Gadis bercepol tadi menepuk punggung Seungkwan pelan. Senyumnya terlalu lebar.

"Thank you, Ms. Mira." Seungkwan membungkuk kecil pada MUA yang diterbangkan langsung dari Paris itu.

"You look so beautiful, Seungkwan. White is match with your blonde hair," ucap gadis itu.

"Really? I think i wanna touch up my hair. Can you give me recommend color for my hair?"

"Oh, i think brown or pink it's cute. You have your own color that you want to try?"

"Blue. Midnight blue or red?" Seungkwan menatap gadis itu.

"Wow. Brave color. I think you'll be beautiful with every color," jawab gadis itu.

"Thank you." Seungkwan tersenyum mendengar jawaban gadis itu.

Tak lama pintu terbuka menampilkan sosok ayahnya dalam balutan jas hitam dan rambut klimis. Pria itu berjalan cepat dan segera mendekap Seungkwan.

"Aegi-ya siap?" Tuan Boo bertanya. Wajah putranya benar-benar cantik.

"Tentu, Appa. Kurasa Appa yang tidak siap," goda Seungkwan.

"Benar. Appa terlalu payah menyerahkanmu pada Vernon. Appa takut menangis."

Seungkwan tertawa dan mengecup pipi ayahnya. "Jangan menangis, my hero. Kajja nanti Eomma mengamuk kalau lama."

Seungkwan menarik tangan ayahnya keluar dari ruangan rias. Gadis bercepol itu melambai sambil menyemangati.

***

Dentang bel mengalun memenuhi ruangan dengan langit-langit tinggi. Pendeta berdiri di balik mimbar. Vernon berada di depan mimbar sambil menanti kedatangan pasangannya. Gereja tempat mereka melangsungkan akad penuh di hadir semua teman Seungkwan dan seluruh kolega Tuan Choi.

Kini Tuan Boo tengah menggandeng tangan sang anak melangkah di altar. Semua menatap penasaran pada wajah Seungkwan yang tertutup veil. Anak-anak kecil berlari riang menabur kelopak mawar di altar. Tuan Boo bergetar saat tangan Seungkwan yang berada di genggamannya kini berpindah pada tangan Vernon. Hampir saja tangisnya pecah jika tidak bertatapan dengan pendeta yang menggeleng memperingati.

"Saya Choi Hansol memilih engkau menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup."

"Saya Boo Seungkwan memilih engkau menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup."

Pendeta tersenyum lalu mulai membaca doa yang diamini semua tamu undangan. "Kini pengantin boleh berciuman."

Vernon perlahan membuka veil yang menutupi wajah Seungkwan. Napasnya tercekat melihat wajah manis lelaki itu kini berbalut make up. Benda berglitter pada kelopak matanya benar-benar indah. Vernon perlahan menyentuh pipi Seungkwan dan membawa bibirnya menuju dahi pasangannya.

Sorak ricuh tamu undangan terdengar. Vernon melepaskan kecupannya dan membiarkan Seungkwan mengecup tangannya.

"Maaf saya tidak mengecupmu dengan benar," bisik Vernon. Seungkwan hanya mengangguk.

Baby Boo || VerKwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang