***
Embun mengayunkan kakinya pelan. Ia memandang teman teman kelasnya yang sudah mulai berdiskusi. Ia menghela nafas gusar.
Listrik kelas mereka sedang konslet sehingga kelas terasa panas karena AC mati. Hanya ada satu kipas yang berputar di plafon bagian tengah, itu saja Embun tidak bisa merasakan anginnya karena duduk di barisan belakang. Ia tak menyangka ini akan terjadi pada sekolah elite sekelas Dalton.
Teman yang lain mulai berkipas dengan buku, membuka blazer dan menyisakan kemeja sekolah. Embun juga melalukan hal itu karena tak tahan dengan panas.
Bayangkan siang terik, mata mengantuk dan panas ia harus belajar matematika peminatan. Bu lili selaku pengajar Matematika peminatan memerintahkan untuk berdiskusi untuk 5 soal yang sudah diberikan selagi ia ke kantor.
Ia baru akrab dengan Jio, sedangkan Jio duduk di barisan depan kemudian Jef pun sama dan sudah terlihat serius mengerjakan tugas. Ia mulai berpikir bahwa kelas nya ini termasuk kelas ambis. Embun ingin mengajak dua perempuan yang berada di samping kanan kiri nya, namun entah kenapa mereka seperti menolak Embun dalam arti sinis dan mengabaikan Embun.
Pada akhirnya Embun memberanikan diri, membalikkan tubuhnya menatap seseorang yang tengah tidur dengan menelungkupkan kepala di lipatan tangan. Saga.
"Saga..." Embun mengetuk beberapa kali lengan Saga.
Karena tak kunjung bangun, Embun mulai mengguncangkan lengan Saga. "Saga!"
Cowok itu mulai terusik, ia mendongak menatap tajam Embun yang matanya sudah merah hampir berkaca kaca. Ia menepis kuat tangan Embun.
"Lo mau mati?"
Embun menggeleng, mengusap tangannya. "Nggak mau."
"Mau gue tonjok?"
"Nggak mau! Saga kenapa sih? Kan aku cuman mau ajak diskusi, teman teman yang lain udah ngerjain soal loh."
Saga menatap tak minat Embun dengan mata ngantuk nya.
"Lo bisa ke yang lain."
Embun menghela nafas. "Bilang aja Saga juga bodoh kayak Embun," ucapnya tanpa sadar. Teman kelasnya yang mendengar langsung tertawa. Bisa bisanya Embun mengatai sang Saga yang terkenal dengan kecerdasan nya.
Embun mendengus malu, kemudian berbalik mencoba mengerjakan sendiri walau ujungnya hanya mencoret coret kertas. Sedangkan Saga menatapnya remeh.
Jef menoleh ke belakang, menatap Embun yang tampak murung. Ia rasa Embun mengalami kesulitan, apalagi ini hari pertamanya. Ia mendekat ke bangku gadis itu.
"Mbun. Let me..."
Belum Lagi Jef menyelesaikan kalimatnya, bunyi decitan meja dan kursi terdengar melengking hingga mengambil atensi murid kelas. Sedangkan pelaku yang berbuat hanya berekspresi datar. Saga kembali menarik kursi yang diduduki Embun, menariknya ke belakang hingga sekarang Embun duduk berdampingan dengan Saga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga's Favorite
Teen FictionPerempuan sempurna seperti Embun tidak mungkin mencintai monster sepertinya. Tidak. Mungkin saja... jika ia tidak punya pilihan?