d

3.1K 261 55
                                    


Minggu-minggu itu, Raib super duper sibuk. Sepulang kerja, dia langsung membuka portal menuju Klan Bumi. Membantu Seli menyiapkan semua keperluan untuk pernikahan di Bumi nanti.

Jadi, pernikahan Seli dan Ily akan dilakukan di dua klan. Sama seperti pernikahan Ali dan Raib.

Lagi-lagi Ali makan malam sendirian. Ini sudah kelima kalimya Ali makan sendirian. Lusa sudah hari pernikahan Seli di Klan Bumi, dan besoknya pernikahan di Klan Bulan.

Meskipun biasanya dia dan Raib makan dalam diam, tetap saja Ali lebih suka kalau ada Raib.

Apakah Raib semuak itu dengan keadaan ini, sampai dia tidak menyisakan waktu untuk makan bersama?

Di klan lain, Raib sedang makan sushi dengan Seli.

"Raib, aku ingin bertanya. Tapi kamu janji jangan marah, jangan sedih, dan jangan kepikiran," Seli meletakkan sumpitnya.

Raib jadi takut melihat Seli mendadak serius seperti ini. "Apa, Seli?"

"Eh, bagaimana perasaanmu melihat Miss Selena dan Tazk dekat lagi?"

Pertanyaan itu. Raib meletakkan sumpitnya, mendesah pelan.

"Tidak dijawab juga tidak apa-apa, Ra. Maaf kalau membuatmu sedih, seharusnya malam ini--"

"Ibuku... ibu akan sangat suka melihatnya, Sel. Akhirnya mantan suaminya bisa bahagia lagi dengan sahabat terbaiknya. Itu lebih baik daripada Tazk dekat dengan perempuan yang Ibu tidak kenal..."

Seli terdiam sejenak. "Tapi aku bertanya tentang perasaanmu, Ra, bukan Ibumu. Bagaimana denganmu?"

"Selama Ibu senang, aku juga pasti senang, Seli. Walaupun rasanya aneh. Seseorang yang membuat Ibu harus mengorbankan nyawanya malah berpacaran dengan Ayahku. Bukankah kalau dari sudut pandang orang lain itu lucu, Seli?" Raib nyengir.

"Bagaimana kabar Ali, Ra?" Seli berbelok ke topik yang lain. Tidak ingin membuat Raib lebih sedih lagi.

Raib mengangguk. "Baik."

"Eh, apakah di malam pertama setelah menikah kalian canggung, Ra? Aku ingin sedikit spoiler. Bagaimana rasanya?" Seli menatap Raib, matanya berbinar.

Wajah Raib mendadak memerah. Di malam pertama, dia dan Ali tidur terpisah di kamar masing-masing. Tidak ada yang berbeda dengan malam malam sebelumnya.

"Yeah... Rasanya mendebarkan," Raib malu sendiri mengatakannya. Berbohong sedikit bukan masalah, kan?

"Wah!" Seli melebarkan senyumnya. "Apa yang Ali lakukan padamu, Ra?"

"Tidak ada. Hanya tidur biasa."

Puh. Seli menghela nafasnya pelan.

"Mungkin akan berbeda jika itu kamu dan Ily, Sel. Hal spesial akan terjadi, aku yakin itu. Ily kan romantis," Raib membesarkan hati Seli.

"Betul juga. Si biang kerok itu kan tidak tahu cara meluluhkan hati perempuan. Bahkan di awal pernikahan kalian dia selalu minta saran padaku," Seli melanjutkan makan.

Eh? Raib hampir tersedak salmon. "Saran apa?"

"Banyak. Seperti, apa yang sebaiknya dilakukan agar kamu mau bergandengan tangan dengannya, atau bagaimana cara mengatasi kamu yang tiba-tiba mengomel," Seli mengangkat bahunya.

Betulkah itu?

"Bahkan Ali memintaku untuk mencatat daftar topik percakapan yang kamu sukai, Ra. Dia berusaha keras untuk membuatmu nyaman."

Mendengarnya, Raib hampir menangis. Tapi batal. Itu pasti hanya untuk bahan sandiwara.

"Aduh, aku kok jadi sedih, sih. Beberapa hari lagi aku sudah bukan gadis, Ra." Seli senyum-senyum sendiri, menatap sushi di piringnya. Mungkin dalam bayangan Seli sushi itu berubah jadi wajah Ily.

Raib tersenyum miris. Bahkan setelah dua tahun pernikahan dia juga tetap menjadi gadis.

"Kamu tahu, Ra?"

"Apa, Sel?"

"Ali sangat mencintaimu," Seli memainkan sushi di piringnya. "Apakah Ily akan mencintaiku sama seperti Ali mencintaimu?"

Apa maksudnya? Raib menggigit bibir bawahnya. Ali terlalu pintar melakukan sandiwara. Tapi jujur saja, Raib sungguh tidak ingin berbohong kepada Seli.

Mungkin dia akan memberitahu Seli tentang kebenarannya suatu saat nanti.

"Ily juga mencintaimu, Sel. Lebih dari yang kau kira. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Memang di hari menjelang pernikahan, kecemasan seperti itu akan datang karena kamu akan memulai hidup baru. Tapi tidak perlu cemas berlebihan."

Ceramah macam apa itu. Raib merutuki dirinya sendiri. Pernikahan dia dan Ali saja tidak berjalan lancar, kenapa dengan tidak tahu diri dia malah memberi saran kepada Seli?

Di tengah pertengkaran antara Raib dan dirinya sendiri, Seli tiba-tiba menangis. Ya ampun! Raib pindah duduk ke sebelah Seli, mengusap-usap bahunya.

"Kenapa kamu menangis, Sel?"

Seli menggeleng.

"Kamu baik-baik saja?"

Seli mengangguk. "Aku hanya tidak menyangka, Ra. Tiba-tiba aku akan menikah. Aku terharu..."

Raib tertawa kecil. Dasar Seli.





***




Tengah malam, Raib kembali pulang ke Klan Bulan. Pukul setengah satu. Raib segera mengganti bajunya.

Apa Ali sudah tidur? Haruskah Raib mengintipnya?

Perlahan, Raib menuju kamar Ali. Membuka pintunya. Eh? Apa Ali betulan sudah tidur?

Mendekat, Raib akhirnya melihat Ali bergelung sendirian di balik selimut tebalnya. Sepertinya Ali betulan sudah tidur.

Tapi ada yang aneh.

Raib menyingkap selimut Ali. Benar saja. Si biang kerok ini tidak pakai baju! Kebiasaan.

Raib diam sebentar. Lihatlah badan Ali. Persis seperti badan tokoh laki-laki di webtoon yang dibacanya. Ototnya terlihat jelas.

Dengkuran halus keluar dari mulut Ali. Imut sekali. Raib tersenyum kecil, hendak kembali menyelimuti Ali.

"Kenapa kamu ke sini, Ra?"

Eh? Itu suara Ali. Suaranya serak seperti orang bangun tidur pada umumnya. Tapi kenapa, eh, kenapa terdengar sangat seksi?

"Tidak apa-apa. Hanya saja--eh?!"

Ali menarik Raib, membuatnya terbaring di sebelah Ali. "Kamu harus tidur. Jangan mentang-mentang besok libur, kamu jadi tidur larut."

"I-iya..."

Dengan gerakan cepat, Ali menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan Raib. Kemudian memeluk Raib, merasakan aroma lavender dari rambut panjangnya.

Diam-diam, Ali tersenyum kecil. Akhirnya setelah ratusan malam dia menganggap guling sebagai Raib, malam ini dia bisa memeluk Raib sungguhan.

Memeluk istrinya.

"Eh, Ali..."

"Ya?" Ali semakin mengeratkan pelukan.

"Lusa saat Seli menikah di Klan Bumi, kita tidur di rumah Mama, ya?"

Kita.

Ali tersenyum lebar, "Iya. Kita tidur di rumah Mama."

"Aku juga ingin minta maaf, Ali. Belakangan ini aku sibuk--"

"Sst, tidak ada yang perlu dimaafkan. Sudah, ayo tidur saja."

Dalam dekapan Ali, Raib mengangguk kecil. Wajahnya tersipu. Lihatlah Ali memeluknya seakan itu adalah malam terakhir mereka. Pelukan erat.

━━━━━━━━━━━━━━━

roller coaster | raib ali fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang