s

2.7K 200 49
                                    


Raib diturunkan oleh Ali di depan rumah orangtuanya. Si biang kerok itu cepat-cepat pergi, sepertinya ada sesuatu yang mendesak.

Pagar rumah tertutup rapat, digembok. Raib menekan bel berkali-kali, namun dia tak kunjung mendengar teriakan suara Mama.

Aduh, Raib membuka ponselnya, menelpon Mama. Panggilan telepon itu segera diangkat. Setelah percakapan singkat, Raib baru tahu bahwa Mamanya sedang ke luar kota. Saudara mereka melahirkan.

Untung saja Raib tidak ikut. Kalau dia ikut pasti orang-orang akan sibuk bertanya perihal kehamilan. Repot.

Lalu apa yang dia lakukan sekarang?

Raib menatap aspal dengan bingung. Baiklah, akhirnya dia memesan taksi online, pergi ke rumah mewah Ali.

Kota mereka sudah banyak berubah sejak mereka SMA. Raib banyak menemukan gedung baru, taman baru. Ah, Raib tersenyum kecil.

Dua puluh menit, Raib sudah turun di depan rumah Ali. Sopir taksi meneguk ludah ketika melihat Raib masuk ke halaman rumah Ali setelah satpam membuka pintu. Ternyata yang menumpang taksinya barusan adalah orang super duper kaya.

Sementara itu, Raib tidak melihat adanya mobil Ali di halaman rumah. Itu artinya Ali pergi ke tempat lain.

Puh, baiklah. Raib menghabiskan waktu sendirian di rumah Ali sampai sore. Hanya ditemani beberapa maid yang tersisa. Eli juga jarang ke sini, lebih sering berada di SagaraS.

Hari sudah petang. Ali ke mana, sih? Kenapa lama sekali?

Raib perlu mengecek sesuatu. Kemarin seseorang memberitahunya tentang suatu hal.

Eh, tapi sepertinya Raib tidak perlu melakukan apapun. Sebuah mobil justru masuk ke dalam istana Ali. Itu jelas sekali mobil miliknya. Raib memperhatikan dari jendela besar.

Dia turun dari mobil dengan senyum lebar, berlari kecil ke pintu penumpang dan membukanya. Seorang perempuan keluar, juga dengan tawa lebar.

Itu April.

Eh? Raib terpaku, melihat pemandangan di depannya dengan getir. Tangannya mengepal.

Jadi selama ini Ali pergi ke Klan Bumi untuk menemui April? Bahkan Ali kemarin tidak pulang. Raib sedih, bercampur dengan cemburu, eh, kecewa juga, dan marah. Semua perasaan negatif timbul di hatinya.

Apa selama ini Ali memang lebih memilih April ketimbang dirinya? Itukah alasan Ali tidak mencintainya? Apa arti pernikahan mereka bagi Ali?

Salju berguguran di sekitar Raib. Bersamaan dengan air mata yang jatuh dari matanya.

Ternyata yang dia katakan kemarin benar.

Astaga. Dengan nafas berat Raib kembali berteleportasi ke rumah Ali sebelum semuanya lepas kendali, kemudian membuka buku kehidupan, pulang ke rumahnya di Klan Bulan.

Hampir tengah malam Ali baru pulang. Wajahnya cemas, kemudian dia tersenyum melihat Raib masih terbangun, duduk di ruang tamu.

Tapi kemudian Ali mengerutkan keningnya. Kenapa di sini banyak salju?

"Raib, kenapa tidak bilang kalau kamu pulang? Kan kita bisa--"

"Bagaimana aku bisa bilang kalau kamu sibuk berduaan dengan cewekmu, Ali?!" Raib berseru kesal, wajahnya penuh air mata.

Salju kembali turun. Ini sudah kesekian kalinya. Ali menatap Raib bingung, juga menatap salju yang berguguran dengan ngeri.

"Apa maksudmu, Ra?"

Plak!

Satu tamparan lolos dari tangan Raib. Dia sangat kesal. Bahkan teknik sugesti tidak membantu banyak.

"Jangan pura-pura bodoh, Ali!" Raib kembali berseru. "Kamu pikir aku tidak tahu kalau selama ini urusan pentingmu di Klan Bumi itu adalah April?!"

Ali terbelalak, "Tidak, Ra. Eh, maksudnya iya, tapi itu karena--"

"Kenapa kamu menikahiku kalau kamu masih suka dengan April?!" Raib kembali berseru, tidak memberi Ali jeda untuk menjelaskan. "Kalau kamu tidak mencintaiku kenapa kamu menikahiku? Dua tahun, Ali. Aku terus bersabar, menunggumu betulan mencintaiku, mengikuti sandiwaramu. Tapi... tapi ternyata itu tidak akan terjadi, bukan?"

Astaga, ini salah paham. Ali berjalan mendekat, "Raib--"

"Pergi!" Raib malah berjalan mundur sambil menghapus air mata di pipinya, tidak mau didekati. "Jika kamu memang tidak mencintaiku setidaknya hargai aku sebagai istrimu, Ali. Kemarin kamu tidak pulang, padahal aku menunggumu hingga tengah malam! Dasar cowok brengsek!"

"Brengsek?!" Ali ikut sebal. Sudah ditampar, diejek, dan Raib sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya. "Kamu juga sama! Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu pergi ke apartemen Jen beberapa waktu lalu, memberinya bakso! Padahal aku juga ingin bakso itu, tapi kamu malah memberikannya pada Jen?! Kamu juga tidak menghargaiku sebagai suami!"

"Kamu kan sudah makan?!"

"Tapi kamu kan bisa bilang kalau kamu sudah terlanjur membuatkanku makan malam, aku akan dengan senang hati memakannya, Ra!"

"Hentikan, Ali!" Raib menangis makin kencang, "Jangan pura-pura peduli padaku lagi, aku muak!"

"Aku tidak pura-pura!"

"Lalu kenapa kamu menemui April belakangan ini, apalagi kalian berduaan di rumahmu yang sepi. Ngapain?!"

"Dia mau menikah, Raib! April ingin menghabiskan waktu bersama teman-temannya sebelum dia menikah! Tadi dia ke rumahku untuk menunggu dijemput oleh calon suaminya di sana! Aku tidak aneh-aneh, aku bukan cowok brengsek!"

"Omong kosong!" Raib menghentakkan satu kakinya. Kemudian dia mengambil tablet tipis miliknya, melemparkannya pada Ali.

Si genius itu mengambil tablet tipis yang tergeletak di atas lantai. Ali memencet rekaman suara yang terdapat pada layar tablet tersebut. Suara percakapan dua perempuan terdengar.

"Maaf ya, Raib. Beberapa hari ini Ali sibuk denganku."

"Iya, tidak apa-apa, April."

Tubuh Ali menegang. Itu suara April dan Raib.

━━━━━━━━━━━━━━━

roller coaster | raib ali fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang