l

2.8K 224 27
                                    



Ali perlahan membuka pintu kamar mandi di rumah Raib. Hari ini mereka mengunjungi rumah Mama Raib di bumi. Beberapa hari lalu saat Raib bilang bahwa dia ingin pulang ke rumah Mamanya, ternyata dia hanya ingin numpang mandi di bathtub. Bosan mandi dengan uap di Klan Bulan.

"Ali, kenapa kamu masuk?" Wajah Raib memerah. Dia kan sedang berendam, sedang merenung tentang masalahnya akhir-akhir ini.

Dari dulu, Raib memang suka berendam di bathtub. Sambil berendam dan bermain busa, Raib bisa melamun dan memikirkan apa saja yang sedang mengganggunya.

Ali mengangkat bahu, duduk beralaskan lantai di sebelah bathtub. "Cuma ingin menemanimu, Ra. Tidak boleh? Lagian nggak kelihatan kok..."

Puh, Raib bersandar ke bathtub, wajahnya merah. "Tetap saja, aku kan sedang berendam, Ali."

"Yang kelihatan kan cuma bahu sama wajahmu. Lagipula kita kan sudah menikah, Ra. Bahkan berkali-kali kamu melihatku tidak pakai baju, tapi aku belum pernah lihat kamu. Itu curang," Ali cemberut.

Raib memelotot, menyipratkan air ke wajah Ali.

"Kemarin malam aku pergi ke rumah Seli dan Ily. Tapi tidak ada Seli di sana. Cuma ada Ily." Raib kembali jinak, kakinya bermain-main di dalam air.

"Eh, kenapa kamu ke sana sendirian? Tidak mengajakku?"

"Memang aku nggak niat mengajakmu, Ali. Aku cuma ingin bertemu Seli. Tapi dia tidak ada."

Wajah Ali cemberut. "Lalu apa yang Ily lakukan?"

"Tidak ada. Dia cuma bilang kalau Seli tidak ada di rumah, lalu aku pamit pulang."

"Dia tidak menyuruhmu masuk?"

"Nanti kalau dia menyuruhku masuk, kamu marah-marah cemburu lagi..."

Ali nyengir. Tentu saja dia akan cemburu. Enak saja Ily mau berduaan dengan istrinya.

"Aku sedih, Ali..." kepala Raib bertumpu pada pinggiran bathtub, mengarah pada Ali.

"Sedih kenapa?" Ali menatap Raib lamat.

"Seli itu baik sekali... Kenapa Ily malah jatuh cinta pada perempuan lain, sih? Seharusnya dia menghormati Seli sebagai istrinya!"

Ali menatap Raib lekat sambil tertawa kecil.

"Padahal Seli sudah banyak berkorban untuk kita, tapi Ily malah seenaknya! Aku jadi tidak suka pada Ily, aku ingin mengumpati dia tapi keluarganya baik padaku, aku jadi tidak enak mau mengumpat padanya!" Alis Raib bertaut, wajahnya terlihat sebal.

Ali hanya menonton Raib mengonel menatapnya lamat. "Ayo lanjutkan, kenapa berhenti, Ra?"

"Apa maksudmu?"

"Senang saja melihat kamu marah-marah sambil mandi." Ali nyengir, mendekat ke arah Raib.

"Ali, kamu jangan ngintip!" Raib melotot, "Sudah ah, kamu keluar sana. Aku mau ganti baju."


Hari ini, Raib bekerja dengan senyum lebar. Padahal di kantornya sedang ada masalah. Perusahaan tempat Raib bekerja sedang banyak diserang karena mereka menerbitkan buku yang menjelaskan tentang sejarah yang disembunyikan.

Tapi perusahaan Raib tidak bisa bubar begitu saja. Itu adalah perusahaan penerbit buku terbesar di Klan Bulan. Buku fisik maupun digitalnya selalu memiliki kualitas baik, juga isi dari buku yang diterbitkan selalu membuat hati para pembaca terketuk. Itu karena mereka punya editor yang hebat.

"Kamu tahu kalau salah satu mantan Panglima Bayangan hendak menyerang gedung ini dengan para pengkhianat yang mengikutinya?" Jen yang meja kerjanya ada di sebelah Raib bertanya.

"Iya, tahu."

"Mereka batal menyerang karena kamu bekerja di sini--"

"Jen, maaf. Boleh aku bertanya?" Raib mengalihkan pandangannya dari komputer, berganti menatap Jen lekat.

Eh? Jen meneguk ludahnya, mengangguk. "Boleh, mau tanya apa?"

"Bagaimana caranya agar seseorang jatuh cinta padamu?"

Pertanyaan itu membuat Jen menaikkan alisnya. "Kamu mau membuat orang lain jatuh cinta padamu, Raib? Memangnya Ali saja tidak cukup, ya?"

"Bukan. Eh, maksudnya, Ali dan aku kan saling jatuh cinta dari awal, aku tidak melakukan apapun tapi dia tiba-tiba jatuh cinta. Aku cuma ingin tahu, bagaimana rasanya membuat orang lain jatuh cinta padamu?"

Aduh. Raib menggigit bibir bawahnya. Malu. Bisa-bisanya dia berbohong dengan sangat buruk.

Baiklah, dia mengaku. Jatuh cinta rasanya menyenangkan. Seperti saat dia dan Ali berbincang di depan televisi, di bathtub, atau saat Ali memeluknya waktu tidur. Raib berpikir bahwa itu semua Ali lakukan karena dia menyayangi Raib sebagai sahabat, bukan karena cinta.

Raib ingin agar Ali mencintainya betulan. Karena itulah dia bertanya kepada Jen.

"Yeah, kamu bisa memberi banyak perhatian pada orang tersebut. Jangan cari perhatian, tapi berilah dia perhatian."

"Perhatian?"

Jen mengangguk. "Iya, lalu kalau orang tersebut suka sentuhan fisik--"

"Eh?"

"--kamu bisa memeluknya, atau menciumnya tiba-tiba." Jen nyengir.

Wajah Raib merah. Betulkah itu? Tapi sepertinya Ali tidak suka sentuhan fisik. Dulu sebelum menikah dia juga tidak mau dipeluk oleh siapapun kecuali Ibunya.

"Tapi, yang paling penting adalah perhatian, Ra. Dari semua novel roman yang kuedit, tokoh yang jatuh cinta kebanyakan karena perhatian. Selalu memperhatikan hal-hal kecil tentang orang yang kau cintai, menghiburnya saat sedih. Seperti itulah." Jen tersenyum lembut.

"Terima kasih, Jen."

"Eh, kupikir itu tidak akan mempan lagi buat Ali dan kamu yang sudah menikah, Ra. Kalian pasti lebih romantis."

Raib tertawa, mengangguk. Berbohong lagi.

━━━━━━━━━━━━━━━


ayo berdoa semoga besok pas sahur om tere upload cerpen bumi series. aamiin 🙏

roller coaster | raib ali fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang