Encounter

1.3K 111 81
                                    


 
 
Luhan kembali masuk ke dalam rumahnya yang berbentuk nyaris seperti panggung yang terbuat dari kayu tersebut. Kerumunan dan bermacam-macam celoteh dari para tetangga yang bernasib sama dengannya saling berbagi cerita mengenai kabar yang mereka dapat pagi tadi.
 

Sebetulnya bukan kabar melainkan rumor yang entah siapa pendahulunya. Semuanya tampak antusias karena beberapa di antara yang berkerumun mengaku ada yang sudah mengenali orang yang tengah dibicarakan.
 

Sedangkan Luhan hanya mengedikkan bahu tanpa mencari tahu lebih banyak meskipun sebenarnya ia juga dilanda penasaran. Tapi yasudahlah, jika orang yang tengah diperbincangkan sudah datang ke kota kecil nan makmur ini maka ia pun akan tahu rupanya.
 

“Mau ku buatkan kopi..?”. Tanyanya sembari sedikit berteriak pada sang suami yang berada di teras belakang dengan tangan yang sibuk meraut jaring-jaring ikan.
 

“Boleh, gulanya setengah yaa sayang. Jika terlalu manis, kadar ketampanan suamimu akan semakin bertambah..”. Sahut sang lelaki yang diketahui bermarga Kim tersebut.
 

Luhan mencibir pelan lalu melangkah menuju dapur untuk membuat kopi sang suami. Setelah selesai, ia menaruh cairan kehitaman tersebut di atas dudukan kayu sembari turut mendudukkan dirinya disana.
 

“Apa yang kalian gosipkan pagi ini..? Ramai sekali tampaknya di luar..”. Seloroh Jongin dengan fokus yang terpaku pada jaring-jaring yang ia rajut.
 

“Aku hanya mendengarkan, katanya tuan tanah kota kecil ini akan pindah kemari beserta isterinya. Mereka juga mengatakan bahwa nyaris semua usaha yang rata-rata karyawannya penduduk desa adalah milik tuan tanah tersebut. Makanya di depan rumah masih hangat jadi bahan perbincangan..”.
 

Tangan diangkat untuk memijit pundak sang suami yang tegap namun terkesan kasar karena pekerjaan yang mengharuskannya berada di tengah laut.
 

“Oh itu, tadi para nelayan dan bibi-bibi di pasar yang membeli ikan juga ramai membicarakan. Astaga, seperti artis saja..”.
 

“Berlebihan, bukan..? Tapi karena orang itu adalah tuan tanah besar di kota ini jadi cukup tidak heran sih..”.
 

“Sudahlah, bukan urusan kita juga. Jam berapa sekarang..?”.
 

“Hampir masuk jam sebelas siang. Kenapa..? Kau lelah..? Mau istirahat..?”. Tanya Luhan sembari mengencangkan pijatannya agar otot-otot sang suami sedikit regang.
 

“Mau tidur sebentar..”.
 

“Jongin-ah..”.
 

“Hm..? Kenapa lagi..? Ini masih pagi aku tidak mau bertengkar, Lu..”.
 

“Aku tidak ingin mengajakmu bertengkar..”.
 

“Dari nada bicaramu mengatakan demikian. Apa..? Kali ini apa lagi kesalahanku..?”. Tanya Jongin dengan tangan yang tetap merajut jaring-jaring ikannya.
 

“Kau bekerja malam hari dan pulang pagi hari, sedangkan aku dari pagi sampai matahari terbenam. Oke maaf karena aku sudah membahas ini berkali-kali denganmu tapi bisakah kau benar-benar melakukan janjimu..? Kemarin aku melihat banyak sekali ketombe yang sudah mengeras di kulit kepala Nana, jika dibiarkan itu akan membuatnya sakit..”.
 

Jongin menghela nafas. Ia jengah. Sungguh. Akar masalah yang kerap membuatnya berseteru dengan Luhan tidaklah berubah, selalu tentang anak mereka.
 

“Aku lupa. Sepulang sekolah Nana langsung mengganti baju, makan siang lalu pergi bermain. Aku baru mengingatnya ketika Nana sudah keasikan bermain dengan teman-temannya di lapangan..”.
 

Addicting Lies (HunHan KaiLu GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang