Slit

367 80 38
                                    


 
 
Berkali-kali Luhan mendesis tatkala dinding kelaminnya yang lecet tidak sengaja bergesekan ketika bergerak. Hari sudah berganti dari hari kemarin dimana Sehun membawanya untuk berperiksa ke dokter.
 

Jam hampir menunjukkan waktu siang. Nana masih di sekolah, dan sebentar lagi suaminya akan pulang setelah menyelesaikan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan laut.
 

“Aku pulang..”.
 

Benar, bukan? Luhan bergumam sebagai respon dari salam suaminya. Ia masih sibuk menuangkan kuah kaldu pada mangkok untuk disajikan sebagai santapan suaminya.
 

“Kau kenapa..?”.
 

Jongin urung meraih handuk yang tergantung di sudut dinding di belokan ke arah kamar mandi setelah menyadari keanehan dari cara jalan sang isteri.
 

“Perih..”. Jawab Luhan seadanya tanpa memberikan pandangan pada sang suami yang ia yakin kini tengah menuntut penjelasan.
 

“Karena..? Kau tampak kesakitan hingga mendesis berkali-kali..”.
 

“Kau lupa kegiatan kita kemarin siang..?”.
 

Jongin mengangguk mengerti. Menangkap penyebab dari rasa perih yang membuat sang isteri mendesis berkali-kali.
 

“Nanti juga sembuh..”. Ujarnya yakin namun terdengar tersampai penuh keacuhan di telinga Luhan.
 

Menaruh mangkok dan beberapa piring berisi nasi dan lauk pauk untuk santapan sang suami. Luhan menghela untuk meredakan emosi yang tiba-tiba menggertak dada setelah mendengar tanggapan lelaki yang telah bertahun-tahun menjadi kepala rumah tangga.
 

“Hanya itu..? Kau pikir akan sembuh begitu saja jika tidak diobati..?”.
 

Langkah kaki Jongin yang hendak pergi ke kamar mandi untuk membasuh dan membersihkan tubuh terhenti, menghadap sang isteri yang kini pelupuknya sudah menggumpal segunung air mata.
 

“Biasanya juga begitu. Dari dulu juga sembuh sendiri jika milikmu lecet karena seks kasar yang kita lakukan..”.
 

Dada Luhan mengembang, kemudian surut bergantian. Menandakan jika percakapannya kali ini dengan Jongin sudah melibatkan amarah yang sejak kemarin sudah menggumpal di kepala.
 

“Kau acuh. Aku tidak suka. Milikku lecet dan itu karena seks kasar yang kau lakukan. Setidaknya tanya keadaanku setelah kita selesai bercinta, tapi kau beranjak begitu saja untuk mandi lalu pamit ke rumah rekan sesama nelayan..”. Air matanya jatuh.
 

Jongin menghela nafas. Ia baru datang bekerja, dan rasa lelah masih memberati pundaknya. Orang yang dikerumuni rasa lelah juga mudah terpantik emosinya. Alih-alih menenangkan sang isteri, sang kepala rumah tangga juga ikut menajamkan netra tanda tak mau kalah disalahi begitu saja.
 

“Kenapa kau jadi sensitive begini..? Masalah kecil dibesar-besarkan. Aku lelah, Luhan. Jangan kekanak-kanakan. Apa kau kelebihan tenaga hingga sengaja mengajakku bertengkar di pagi ini..?”.
 

“Bahkan untuk sekedar sedikit menenangkanku, kau tidak sudi mengalah. Kau hanya mau enaknya saja..”.
 

“Bukan begitu. Aku hanya merasa lelah dan butuh mandi, lalu kau tiba-tiba bersikap tidak biasanya..”.
 

“Aku hanya ingin sedikit perhatianmu. Ingin ditanyai keadaan setelah melakukan seks, ingin diobati jika ada yang lecet. Dan bentuk per__”.
 

“Kau tahu aku tidak memiliki waktu untuk hal-hal tidak berguna seperti itu karena tuntutan kerjaan..”.
 

“Kerjaan—kerjaan—kerjaan saja alasanmu. Kau bekerja di malam hari untuk menangkap ikan. Sedangkan dari siang sampai sore waktumu senggang. Alih-alih menghabiskan waktu dengan isterimu, kau malah memilih berkumpul dengan teman sesama nelayan..”.
 

Addicting Lies (HunHan KaiLu GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang