IV

156 20 2
                                    

Setelah Aleena masuk ke kamarnya, Druig memulai recananya. Ya, selama setengah hari ini ia menyiapkan rencana agar Aleena bisa ia bawa keluar dari desanya tanpa melihat jalan. Diam-diam ia menyuruh seorang warga desa untuk menawarkan pie pada Aleena, pie yang khusus ia racik dengan tanaman hutan yang bisa membuat gadis itu mengantuk. Druig bisa melihat efeknya sekilas saat Aleena bertanya padanya tadi. Sesaat kemudian ia menggunakan kekuatannya untuk mengendalikan seorang warga desa untuk membakar tanaman lain yang memiliki efek lebih kuat untuk membuat seseorang tertidur.

Druig perlahan memasuki kamar tempat Aleena berbaring (yang sebenarnya adalah kamar miliknya). Ia menatap gadis berambut coklat gelap itu. Mengamati sejenak wajah Aleena yang tertidur pulas. Hidung kecil dan bibir yang penuh, sekilas ingatan Druig memutar senyum dan tawa gadis itu tadi siang. Senyuman manis dengan lesung pipi..

"Apa-apaan tadi? Sialan!" gumam Druig kesal. Sejenak ia teralihkan pikirannya dan malah mengingat senyum Aleena.

"Kau harus segera pergi dari sini nona." ujar Druig. Lalu perlahan mulai mengangkat tubuh Aleena. Wajah gadis itu berada di dekat jarak pandangnya, membuat Druig sekali lagi teralihkan pikirannya.

"Oke cukup. Kau harus segera pergi dari sini."

Druig mulai berjalan keluar dari desanya, mengantarkan tubuh Aleena kembali ke penginapan tempat ia menjemput tiga warga desanya. Lebih tepatnya, laki-laki itu meletakkan tubuh Aleena di depan penginapan dan meninggalkannya begitu saja.

Kemudian diam-diam mengawasi dari jauh, memastikan gadis itu tidak terancam.

Hingga tak lama kemudian, Druig menatap Aleena yang dibangunkan oleh penjaga penginapan dan beberapa pengunjung. Karena ia tidak bisa mengendalikan gadis itu, semalaman ia berjaga dari kejauhan, memastikan Aleena tidak disakiti. Sekaligus meyakinkan dirinya, Aleena bukan orang yang bermaksud buruk untuk desanya.

Ia melihat Aleena telah selesai berkemas dan bersiap pergi meninggalkan penginapan. Bersembunyi dibalik pepohonan hutan, Druig melihat Aleena yang memandang ke arah hutan cukup lama. Hingga akhirnya gadis itu beranjak ke mobil untuk benar-benar meninggalkan distrik itu.

"Bagus, dia sudah pergi." gumam Druig, ia segera kembali ke desanya. Meskipun dalam pikirannya masih dipenuhi pertanyaan mengenai Aleena.

~~~**~~~

Dua tahun sejak kejadian di Brazil. Aleena berusaha melupakannya, melupakan desa yang aneh dan Druig. Ya, laki-laki itu. Druig memang menyebalkan, namun membuatnya terus memikirkannya. Selama dua tahun ia berusaha menyibukkan diri dengan berbagai kasus di kejaksaan dan organisasinya. Tetap saja, di pikirannya terlintas sosok laki-laki itu. Ada perasaan aneh yang menyelimutinya saat teringat tentang Druig.

"Astaga, berhentilah memikirkannya!" gumam Aleena pada dirinya sendiri.

"Apa kau baik-baik saja, Al?" tanya Richard. Aleena dan dua asistennya sedang menikmati brunch di sebuah café tak jauh dari kantornya. Aleena yang ditanya hanya tersenyum sambil menggeleng.

"Bukan masalah, hanya terlalu memikirkan kasus tadi." jawab Aleena dengan asal.

"Ah iya, Al. Apa kau ingin mengajukan cuti akhir tahun? Belakangan ini kan sudah bekerja keras, apa tidak ingin berlibur?" tanya Anne.

"Mungkin saja. Aku ingin berlibur ke Australia, menikmati alam di sana."

"Wah selamat berlibur kalau begitu! Kalau boleh... aku mau oleh-oleh." ujar Richard sambil tersenyum manis. Aleena tertawa melihat tingkah asistennya yang usdah seperti sahabatnya itu.

"Oke, akan kuusahakan," jawab Aleena.

~~~**~~~

Cuti yang Aleena maksud bukanlah menikmati hari dengan santai seperti berlibur. Melainkan sebuah tugas dari organisasi untuk menangkap anak politisi yang berkasus dua tahun lalu, yang telah kabur ke Australia. Aleena juga harus memastikan aset anak politisi itu di Australia dibekukan.

Be With You | Druig's FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang