XV

125 15 5
                                    

Aleena berada di bus umun, keluar dari jalan distrik, menuju bandara. Menghela nafas sejenak, menguatkan diri untuk tidak menoleh ke belakang. Ke jalanan distrik yang ia hafal dan pepohonan hutan yang menyembunyikan desa Druig.

Ia mengeluarkan ponselnya dari tas ransel lalu mengaktifkannya. Itu adalah ponsel barunya semenjak "kematian palsu"nya. Hanya ada kontak nomor rahasia Rai, Marcus dan Druig.

Druig.

Mengingat namanya saja sudah membuat Aleena ingin kembali ke desanya. Menghabiskan waktu bersama  laki-laki itu. Ditambah sejak kemarin ia dan Druig menghabiskan waktu bersama, menambah memori mereka bersama. Membuat Aleena semakin merasa bersalah dan sesak di dadanya karena meninggalkan Druig. 

Aleena segera menggelengkan kepala, menyadarkan dirinya untuk fokus menyelesaikan urusannya dengan Union. Ia tak ingin memperpanjang waktu membiarkan masalahnya dengan Union dibiarkan. Pengkhianatan dari Union sudah membuatnya merasa kecewa, meskipun ia menutupinya selama bersembunyi di desa Druig. Jauh di dalam hatinya, ia terluka karena Union yang bertahun-tahun menjadi tempatnya bekerja dan seperti keluarga baginya, malah mengkhianatinya. 

Aleena menghembuskan nafas sejenak, sebelum ia memulai rencananya. Mula-mula ia harus menghubungi Rai. Menyusun rencana, lalu pergi ke markas Union. Segera saja ia mengetik pesan singkat ke Rai, meminta waktu untuk janji bertemu.

~~~**~~~

Sehari setelah kepergiannya dari desa Druig, Aleena telah sampai ke negaranya. Kini, ia sedang bersembunyi di sebuah motel murahan di pinggiran kota. Ia tak melepaskan masker dan topinya sejak sampai. Menunggu di dalam kamar motel yang beraroma debu, dengan desain kamar yang seadanya. Menatap sesekali ke arah dua ponselnya. Ponsel yang satunya adalah ponsel sekali pakai yang dibelinya, untuk persiapan menjalankan misinya.

Waktu menunjukkan petang. Di luar kamar samar-samar terdengar suara gaduh pengunjung motel, suara mobil pengunjung lain dan ramainya kendaraan besar di jalanan pinggir kota. Tiba-tiba Aleena teringat dengan suasana malam di desa Druig. Suasana tenang, diiringi suara khas hutan di malam hari, aroma pepohonan hutan dan Druig yang sering berada di dekatnya. 

Druig lagi. Laki-laki itu kini sulit pergi dari pikiran Aleena. Membuat gadis itu takut, ia tak mampu kembali. Melawan Union tak mudah, sama saja masuk ke kandang macan. Meskipun Aleena tau beberapa elite Union, tapi melawan mereka artinya harus siap menerima segala hasil mengerikan. Ada rasa penasaran yang selalu menggantung di kepala Aleena selama ini. 

Sejak ia dituntut balik oleh Daniel Lee, Union yang mengacau, hingga "kematian palsunya", Jaksa Ronald tiba-tiba muncul beberapa hari lalu. Bersama Union. Aleena terdorong menciptakan dugaan bahwa Jaksa Ronald terkait dengan Union. 

"Apakah Jaksa Ronald salah satu  elite Union yang tidak ku ketahui?" batin Aleena, rasa marah dan kecewa membuatnya ingin segera menyelesaikan urusannya dengan Union.

Ditengah lamunannya tentang Jaksa Ronald dan rencananya untuk Union, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. Aleena berdiri diam di belakang pintu sejenak, membalas ketukan itu tiga kali. Kemudian sosok di balik pintu membalas ketukan tiga kali dengan tempo lebih lambat. Gadis itu segera membuka pintu, begitu terbuka ia disambut sosok Rai dengan masker dan topi menutupi wajahnya. Membawa tas ransel hitam di punggungnya. Segera dipersilahkan Rai masuk kamar motel.

"Kau cukup hebat bisa masuk kemari tanpa terdeteksi Union. Banyak penjagaan mereka di bandara sejak kematianmu." ujar Rai sambil melepas topi dan maskernya. Aleena menatap wajah rekannya itu dengan tatapan terkejut. Ada bekas luka baru di pipi Rai, sudah mengering namun terlihat cukup dalam dan panjang. Nyaris menggores area mata.

"Misi apa yang membuatmu terluka begitu?" tanya Aleena dengan cemas. Rai hanya terkekeh ringan.

"Bukan apa-apa. Jadi, apa rencanamu?" Rai menjawab, terdengar mengalihkan pembicaraan.

Be With You | Druig's FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang