VI

131 22 5
                                    

Aleena terlihat masih mencerna seluruh cerita Druig sebelumnya. Wajah keheranan dan terkejut tidak dapat ia sembunyikan. Sesekali gadis itu melirik ke arah Druig. Seolah ingin menanyakan berbagai hal di kepalanya, tentang eternals, deviant, domo, dan rekan eternals Druig yang lain.

"Sebaiknya tanyakan saja padaku, daripada kau pendam sendiri." ujar Druig melihat Aleena yang masih ragu-ragu bertanya.

Aleena menggeleng pelan. Terlalu banyak pertanyaan di benaknya, tapi ia memilih menyimpannya sementara. Berusaha memahami cerita Druig yang mengaku sebagai eternal, sudah ada di bumi sejak tujuh ribu tahun yang lalu dan tidak menua sama sekali.

Ekspresi serius di wajah Aleena yang sedang mencerna cerita Druig, membuat Druig mengulum senyum. Ekspresi wajah Aleena membuatnya ingin terus menatap gadis itu. Ia ingin terus mengamati ekspresi wajah Aleena, membaca secara tersirat pikiran gadis itu melalui ekspresi wajahnya.

"Jadi, kau dan eternals lain semacam..
dewa?" tanya Aleena.

"Manusia menganggapnya begitu, tapi sebenarnya bukan. Seperti yang kukatakan sebelumnya, kami datang untuk menyelesaikan misi membantu peradaban manusia dan melindungi dari deviant." ujar Druig. Sejenak ingatannya terlempar pada pertengkarannya dengan Ajak ribuan tahun lalu di Tenochtitlan, saat ia mendebat Ajak tentang misi eternals di bumi.

"Wow, kau pasti melihat banyak kejadian di peradaban manusia." gumam Aleena.

"Tentu, semua perang dan kejadian peradaban manusia." jawab Druig sambil menghembuskan nafas berat. Mengingat banyak perang yang tidak bisa ia intervensi karena larangan Ajak, hingga saat ia memutuskan membuat koloni di pedalaman Amazon.

"Apa kau membenci manusia? setelah melihat banyak hal yang manusia lakukan selama ribuan tahun..." Aleena bertanya sambil menatap Druig dengan penuh tanya. Mata Druig membalas tatapan itu dengan dalam. Untuk pertama kalinya ada manusia yang menanyakan tentang rasa bencinya terhadap manusia.

"Aku selalu ingin melindungi manusia, membuat dunia yang lebih baik. Tidak ada perang atau konflik. Tapi aku muak karena ribuan tahun harus menahan diri, tidak mengintervensi konflik manusia. Aku tidak tahu apa aku membenci manusia..." ujar Druig kemudian menundukkan pandangannya.

"Ratusan tahun warga desa di Amazon itu kau lindungi. Aku belum melihat ada yang disakiti di sana, tapi keinginanmu untuk melindungi mereka terlihat." sahut Aleena.

"Tapi bukan berarti itu sepenuhnya benar," sambung Aleena. Membuat Druig kembali menatap Aleena.

"Aku tidak merasakan bahwa kau orang jahat, karena sejauh ini pun kau tidak menyakitiku. Tapi menahan warga desa selama puluhan generasi di sana, aku rasa itu-"

"Jika mereka berada di dunia luar, mereka tak akan selamat. Mereka akan bertemu dengan konflik dan perang. Aku tak menyukai itu. Kau tak akan memahaminya, Aleena." potong Druig. Dalam tatapan matanya Druig menyimpan amarah. Aleena kembali membahas tentang Druig yang menurutnya, seperti memenjarakan warga desanya.

"Druig, manusia menghadapi konflik agar mereka bisa berkembang. Konflik ada untuk dihadapi dan diselesaikan, tidak mungkin satu pemikiran yang dipaksakan untuk banyak orang. Manusia punya hak untuk memilih jalan hidupnya." Aleena membantah Druig dengan tegas.

Druig terlihat tertegun sejenak saat mendengar perkataan Aleena. Kalimat yang baru didengarnya, tidak mungkin satu pemikiran yang dipaksakan untuk banyak orang, manusia punya hak untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Kemudian ia kembali merasa marah. Ia merasa marah, karena ada gadis yang baru dikenalnya yang bahkan tidak bisa ia kendalikan pikirannya, dengan sesuka hati membantahnya.

"Kau hanya manusia, kau tak akan paham bagaimana rasanya ribuan tahun menahan rasa sakit melihat manusia saling menyakiti dan banyak korban dalam konflik. Semuanya aturan terasa konyol, jika aku bisa membuat mereka tidak berkonflik, kenapa aku harus menahannya??" ujar Druig dengan nada bicara lebih tinggi dari sebelumnya.

Be With You | Druig's FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang