𖠵៸៸ ❛ ² ' doit se terminer જ claude de alger obelia ⸝⸝

1K 87 15
                                    

𓏲࣪ ،، Doit Se Terminer ˊˎ-

"You and I, can't be 'us'."

🦋ꪶ Claude de Alger Obelia x You ˒༢

⌨ ⋮ Who Made Me A Princess © Plutus Spoon

✎ ⋮ Story © BadassMochi

────────────

Suara flat shoes-nya yang beradu dengan lantai keramik menjadi soundtrack di kala dirinya masih menunggu. Kakinya mengetuk-ngetuk ke atas permukaan lantai. Sementara raga merasa bimbang dirasa orang yang sedari tadi ditunggunya belum hadir.

Sekali lagi, jarum panjang pada jam di tengah kota bergeser. Menunjukkan pukul tepat lima sore. Sudah merupakan waktu perjanjian mereka hari ini.

Wanita itu hanya terus menunggu. Di saat orang lain merasa bosan karena menunggu seseorang, ia justru berbeda. Sebuah senyum terpatri pada paras ayunya. Sementara jantungnya berdegup kencang seiring waktu yang terus berjalan.

Wajar saja jika demikian. Pertemuan yang lebih sering terjadi di akhir pekan itu merupakan momen yang paling ia tunggu. Sekalipun jarang bertemu, tetap saja akhir pekan menjadi saat di mana keduanya bisa meluangkan waktu bersama.

"Maaf, aku baru datang."

Suara bariton itu menyapa telinga sang wanita. Ditolehkanlah kepalanya ke sisi kiri. Di mana seorang pria bersurai pirang tengah berdiri menjulang di sana.

Sontak senyumnya kian melebar kala mendapati seseorang yang sudah ia tunggu sejak tadi kini berada di hadapannya. Dengan tanpa keraguan sedikit pun, tangan wanita itu menyusup ke pinggang sang pria. Melingkarkannya hingga ke balik punggung tegap milik pria itu.

"Aku merindukanmu, Claude."

Ucapan itu dilontarkan dengan penuh kasih sayang. Tidak peduli jika kenyataannya saat ini mereka sedang berada di taman kota yang tampak sepi. Wanita itu hanya ingin menumpahkan rasa rindunya. Itu saja.

"Hm."

Namun, jawaban yang ia tunggu tak kunjung datang. Hanya jawaban serupa yang selalu sama ketika dirinya mengujarkan kerinduan di dalam benaknya. Ia mengharapkan jawaban yang seperti 'aku juga merindukanmu' atau 'aku lebih merindukanmu'. Kini, kenyataan kembali menamparnya.

Ia pun melonggarkan sedikit dekapannya, menatap lurus ke arah manik biru yang selalu menghipnotisnya itu. Sang pemiliknya pun tengah memandang ke arahnya. Membiarkan waktu terus bergerak sementara keduanya terjebak dalam tatapan yang sama.

"Kau tak ingin mengatakan hal lain?"

"Tidak."

Lihatlah. Claude bahkan menjawabnya dengan sangat cepat. Seolah-olah tak perlu berpikir terlebih dahulu. Napasnya dihela. Pelukan yang tak terbalas itu pun dilepasnya dengan enggan dan berat hati. Rasa rindu itu sudah meluap. Meluap bukan karena sudah berhasil tersampaikan, melainkan meluap karena telah lenyap terbawa angin senja yang berhembus saat ini.

***

Sebuah paperbag berlogo brand terkenal disodorkan ke arahnya. Seketika yang diberikan paperbag itu hanya termenung. Tangannya belum bergerak meraih benda tersebut.

"Untukmu, (Y/n)."

Setelah berucap demikian, barulah (Y/n) mengambil alih paperbag itu. Ditatapnya selama beberapa saat. Menimbang-nimbang apa isi di dalamnya.

"Terima kasih, Claude," sahut (Y/n) setelah terdiam beberapa lama. Tak perlu menunggu sedetik, Claude pun mengangguk samar ke arahnya.

Sesaat keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Restoran yang disinari dengan cahaya remang-remang itu tampak tak terlalu ramai. Hanya ada segelintir orang di dalam sana. Bahkan masih bisa dihitung menggunakan jari.

REQUEST'S CLOSED ━━ # . 'Rêveuse ✧ Your HusbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang