4 - Teman Baru

223 56 5
                                    

"Abi ... maafin dong," rengek Fey untuk kesekian kalinya.

"Saya nggak lagi marah." Abi pun berkata entah untuk yang keberapa kali.

"Tapi dari tadi kamu nggak mau ngelihat aku sama sekali. Kalau bukan marah, apa namanya?" balas Fey. "Aku kan udah bilang, nggak ada maksud apa-apa waktu bilang kamu manis kemarin itu. ya, ya, please ... maafin ya."

Fey sendiri tidak tahu, kenapa ia mendadak jadi belingsatan begini sewaktu menyadari Abi menghindarinya. Yang ia tahu, rasanya sungguh tidak tenang didiamkan oleh Abi. Bahkan ketika Fey mengajaknya ngobrol, Abi hanya menjawab seperlunya sambil menghindari pandangan gadis itu.

"Kalau nggak marah, coba lihat mataku sekarang," tantang Fey. Ia percaya pada kiasan bahwa 'Mata adalah Jendela Hati Manusia'.

Abi menghela napas pelan, lalu akhirnya menatap Fey lekat-lekat. "Kamu mau tahu kenapa saya nggak berani melihat kamu kayak gini? Karena saya fans berat kamu. Dan kalau kamu belum sadar juga, kamu itu terlalu cantik."

Fey terdiam dengan mata terbelalak. Sejenak, ia kehabisan kata-kata. Abimanyu mungkin sosok yang pendiam, bahkan pemalu. Tapi cowok itu juga rupanya terlalu jujur. "Terlalu ... cantik?" ulang Fey masih setengah kaget.

Abi mengangguk singkat, lalu kembali menunduk. "Iya, sampai silau rasanya kalau saya berusaha melihat kamu."

Fey kembali terdiam, kali ini cukup lama.

Abi sedikit mendongak, mengintip reaksi Fey atas ucapannya barusan.

"Harusnya kan aku senang dibilang terlalu cantik," ucap Fey. "Tapi nggak tahu kenapa, kok rasanya kesel ya?" Lalu gadis itu melenggang pergi dengan wajah cemberut, meninggalkan Abi yang kini menatapnya dengan perasaan serba salah.

***

"Fey, Maaf ....." Kali ini permohonan Abi yang terdengar.

"Aku nggak marah, Bi." Fey mengabaikannya dan terus saja berkeliling perpustakaan panti seraya menata buku sesuai kode yang tertera.

"Tapi kan omongan saya tadi udah nyinggung kamu."

"Nggak, Bi. Dibilang cantik gini, cewek normal mana sih yang tersinggung?"

"Tapi buktinya kamu merasa nggak nyaman kan? Saya beneran minta maaf, nggak ada maksud ...."

Kali ini Fey menoleh dan menatapnya tajam. "Ngapain sih, kok terus-terusan pakai bahasa 'saya' gitu?"

Abi gelagapan. Tidak tahu harus menjawab apa. Baginya sapaan kepada Fey sudah seharusnya sopan dengan kata 'Saya'.

"Aku lebih marah kalau kamu terus-terusan kayak orang asing gini," tukas Fey. Lalu meletakkan buku-buku di atas meja dan berlalu keluar.

Abi kembali belingsatan dan mengejarnya.

***

"Tuh orang berdua udah kayak anak ayam ama induknya. Dari tadi saling ngebuntutin melulu," ujar Wilsya seraya cekikikan.

"Seumur-umur, gue nggak pernah ngelihat si Fey segitunya ama cowok," ujar Dea. "Lo yakin, si Abi itu nggak akan macem-macem sama Fey?"

"Bocah polos nan lugu kayak begitu mau lo curigain apaan si De?" Nuri mendorong kepala temannya tersebut.

"Ya, kan siapa tahu. Gue cuma khawatir aja. Lo kayak nggak tahu, sahabat kita satu itu kan terlalu sering dimodusin orang." Dea membela diri sambil mengelus-elus kepalanya.

"Dan lo juga kayak nggak tahu aja, si Fey nggak pernah segoblok itu sampai kemakan modusnya orang," ujar Wilsya.

"Iya juga sih." Dea mengangguk-angguk.

Simple Love (One Shot - On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang