Bangunan itu masih terlihat sama, tidak banyak perubahan kecuali pada beberapa bagian yang tampaknya dicat dengan warna baru. Suasana pun cukup lenggang, hanya ada 6 orang anak balita yang sedang bermain di halaman depan ditemani Bu Kanti dan Pak Malih. Sedangkan anak-anak lain yang lebih dewasa sedang sekolah.
Fey duduk bersama Bu Indri di kantor, sejenak mengamati pemandangan di halaman depan sana. Anak-anak itu menyambutnya dengan baik, begitupun Bu Indri, Pak Malih dan istrinya. Tapi rasa canggung dan bersalah tetap dirasakan Fey. Sudah terlalu lama ia menjauh dari tempat ini. Tempat di mana ia merasa menemukan keluarga baru.
"Fey ke sini beneran cuma untuk silahturahmi?" tanya Bu Indri setelah beberapa saat mereka saling terdiam.
Fey tahu ia tidak bisa mengulur waktu lebih lama lagi. "Saya ... mau tahu kabar Abi, Bu. Dia sekarang tinggal dimana?"
Bu Indri terdiam sejenak, menatapnya dengan campuran rasa iba dan khawatir. "Fey yakin sudah baik-baik saja?"
Bu Indri pasti tahu semuanya, dan dia benar-benar peduli. Fey tersenyum lembut seraya mengangguk. "Saya ... melakukan terapi untuk menyembuhkan trauma. Saya sudah nggak papa kok."
Bu Indri menghela napas dan tersenyum lega. Ia mengalihkan pandangan kembali pada anak-anak yang bermain di halaman depan. "Fey sudah tahu soal Bima?"
"Bima itu kembarannya Abi kan? Abi sekarang tinggal sama dia?" tebak Fey.
Namun Bu Indri tidak menjawab, justru balas bertanya. "Seberapa banyak yang Fey tahu soal Bima?"
Fey mengerjap sejenak, lalu menggeleng sekilas. "Saya nggak tahu banyak, Bu. Saya belum sempat menanyakannya waktu Abi masih sama saya," ujarnya dengan tatapan redup.
Bu Indri mengangguk paham, lalu berteriak melalui jendela. "Pak Malih." Ia melambaikan tangan, memanggilnya.
Fey menatapnya bingung, tapi Bu Indri hanya tersenyum lembut. Tidak lama kemudian Pak Malih pun masuk. "Iya, Bu?"
"Fey mau tanya soal Abi," ujar Bu indri.
Pak Malih menelengkan kepala dengan wajah penasaran. "Kenapa?"
Pertanyaan itu membuat wajah Fey bersemu merah. "Saya kangen Abi," akunya dengan suara lirih.
Pak Malih terdiam sejenak, mengamati Fey. "Mari Non, ikut saya. Akan saya ceritakan semua yang saya tahu tentang Abi."
Fey menatap bingung bergantian antara Pak Malih dan Bu Indri. Wanita itu hanya tersenyum. "Kalau ada yang bisa menjelaskan tentang Abi dan Bima, Pak Malih lah orangnya."
Pak Malih mengajak Fey ke halaman belakang. Mereka duduk di sebuah kursi taman yang cukup panjang, tempat Fey dulu biasa bersantai dengan Abi. "Kalau Bu Indri meminta saya cerita soal Abi, saya simpulkan Non Fey sekarang sudah baik-baik saja. Benar?"
Fey menatapnya dengan mata membelalak kaget. Seberapa banyak sebenarnya yang diketahui para penghuni panti ini tentang insiden waktu itu?
Pak Malih tersenyum. "Jangan khawatir, hanya Bu Indri, saya dan istri saya yang tahu. Anak-anak nggak tahu apa-apa."
Fey mengerjap sejenak, lalu mengangguk. "Saya sudah baik-baik saja, Pak."
"Syukurlah," ujar Pak Malih. Ia menghela napas besar, lalu mengalihkan pandangan ke arah kebun. "Sebenarnya saya pun bingung, harus cerita dari mana."
Fey menatapnya penasaran. Sebenarnya siapa pria ini? Kenapa Pak Malih justru lebih bisa bercerita tentang Abi daripada Bu Indri?
"Abi dan Bima mungkin memang anak panti ini. Tapi mereka bukan anak-anak yang tidak tahu atau tidak punya latar belakang keluarga," tutur Pak Malih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple Love (One Shot - On Going)
Romance"Cintaku padamu hanyalah sebuah cinta yang sederhana." -Young Adult Love Story- Kalau kalian berharap kisah CEO tampan nan dingin, maka maaf, ini bukan kisah yang kalian cari. Tokoh pria di cerita ini hanyalah pemuda yang tuli dan sederhana, jelas b...