8. Jebakan

128 49 4
                                    

Dulu saat Abi masih berstatus penggemar, ia hanya bisa memandang Feyrasha dari bangku belakang di kelas. Ia tidak pernah bermimpi untuk bisa dekat, apalagi menerima perhatian dari Fey.

Tapi di sini lah ia sekarang, di perpustakaan dengan Fey yang memutuskan bolos makan siang karena beralasan bosan dengan makanan kantin.

Kelakuan Fey yang mengekori Abi rupanya tidak berakhir di malam itu. Sudah nyaris seminggu ini gadis itu bertingkah nyaris seperti anak itik yang mengikuti induknya kemanapun. Untung saja Fey masih sadar diri untuk tidak ikut masuk saat Abi ke toilet.

Namun tetap saja, tingkahnya yang terang-terangan menempeli Abi kemanapun sudah mengundang perhatian seluruh teman sekolahnya. Wilsya sudah menyerah dalam usahanya menasehati. Mbak Ginsta juga sudah kehabisan akal menyadarkan Fey bahwa ia telah menjadikan Abi pusat perhatian karena tingkahnya.

"Fey lagi cari buku apa?" tanya Abi.

"Akuntansi," jawab Fey singkat.

Orang bodoh pun tau, karena sejak tadi Fey berdiri di dekat jajaran buku bertema akuntansi. Abi yang duduk di dekat barisan rak tersebut hanya mengangguk, lalu kembali fokus pada kegiatannya yang sedang membuat referensi untuk tugas bahasa Indonesia.

Sekitar 10 menit kemudian, Abi meringkas alat tulisnya. Fey seketika berdiri di dekatnya. "Udah selesai?"

Abi mengangguk. Ia mengembalikan buku lalu berjalan ke luar perpustakaan diikuti Fey yang setia mengekor.

"Fey cari buku Akuntansi untuk apa?"

"Nggak untuk apa-apa." Fey mengangkat bahu. "Cuma mau belajar dikit, kan besok ada ulangannya Bu Maria."

Abi hanya ber-ooh singkat. Mereka berjalan dalam diam, mengabaikan tatapan penasaran anak lain. Namun Fey mengerutkan alis pertanda bingung ketika Abi tidak melangkah kembali ke kelas, justru berbelok ke arah kantin.

"Kamu masih mau makan?" Fey memeriksa jam di handphonenya. "Jam istirahat hampir selesai lho, Bi."

"Kita tetep harus isi perut walau sedikit, Fey. Biar nggak sakit." Abi akhirnya berhenti di kedai roti. Setelah membeli 2 bungkus sandwich isi ayam dan 2 botol air mineral, ia berbalik dan menyerahkan satu ke Fey. "Kali ini air mineralnya bisa diminum?"

Fey nyengir, teringat malam pertama Abi memberinya air mineral saat di halte dulu. Ia mengangguk sambil menerima roti dan air tersebut. Lalu segera membuka bungkus sandwich dan nyaris menggigitnya. Namun tiba-tiba ia berhenti.

"Bi, kata orang kalo anak perempuan itu gak boleh makan sambil berdiri atau sambil jalan."

Abi mengerjap sedetik, lalu ikut membuka bungkus sandwichnya. "Soalnya nanti takut kesedak mungkin. Yang penting hati-hati makannya."

Fey mengangguk. Mereka melenggang pergi sambil menikmati sandwich di tangan. Tanpa mereka sadari, ada beberapa pasang mata yang menangkap semua adegan itu dengan rasa penuh kebencian.

****

Gadis cantik itu menendang-nendang kerikil dengan wajah cemberut, lalu menjejakkan kaki ke tanah seakan punya dendam pribadi.

"Fey ...."

Yang dipanggil masih bergeming, menunduk sambil menghentak-hentakkan kaki persis bocah balita yang tantrum.

Abi menghela napas sabar. "Ini kerjaan kamu, Fey. Tanggung jawab kamu."

"Lagu itu udah beres, Bi. Harusnya nggak ada lagi yang perlu didiskusikan." Fey akhirnya menyahut dengan nada kesal.

"Tapi rekan-rekan kerja kamu gak mungkin ngadain meeting kalau memang gak ada yang perlu didiskusikan."

Fey melirik sekilas, lalu kembali menunduk. "Kamu kenapa gak ikut aja sih?"

Simple Love (One Shot - On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang