11. Bodyguard Baru

147 50 8
                                    

"Ehem." Deheman Fey membuat dua pasang mata seketika mendongak menatapnya. "Jadi, gimana ceritanya kalian bisa bareng-bareng gini? Terus Abi, kenapa tadi sampai bolos?"

Abi dan Ferdian saling melihat sekilas. Lalu akhirnya Ferdian yang mulai bercerita.

"Jadi, gue tuh berapa minggu ini sengaja nanya-nanya ke Wilsya, lo tuh sibuk di panti ngapain? Biasanya juga kalau ada acara baksos, lo dateng pas ada acaranya doang. Bukan tiap hari kayak sekarang kan?" Ferdi berhenti sejenak untuk menyesap colanya.

"Fey tadi udah makan siang?" Abi tiba-tiba menyela.

Fey menatapnya bingung. "Bang Ferdi lagi cerita, Bi, jangan dipotong."

"Kamu sering lupa makan siang, Fey," ujar Abi.

Wajah Fey memerah, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tadi aku nggak kepikiran makan, Bi."

Abi mendengus kecil. "Karena mikirin aku?"

Fey menggigit bibirnya, tersenyum menyesal.

Abi bangkit dari tempat duduk, membawa tasnya. "Chicken Burger, kentang, sama susu coklat mau?"

Fey mengangguk cepat, Abi tahu benar seleranya.

"Abang mau nitip sekalian?" tanya Abi pada Ferdian.

Ferdian menggeleng sekilas. Abi pun melenggang pergi ke counter, sedangkan Ferdian melanjutkan ceritanya.

"Wilsya sering nyebut-nyebut nama Abi. Sampai gue ngira, Abi itu cowok yang ditaksir Wilsya."

Fey seketika melotot. "Sembarangan!"

Ferdian tergelak. "Itu juga jawaban Wilsya pas gue tanya. Akhirnya dia keceplosan, bahwa lo yang naksir Abi."

Dalam hati, Fey mengutuki sahabatnya itu. "Dasar mulut ember!" batinnya keki.

"Karena itu gue berusaha cari tahu Abi melalui medsos dan semua pemberitaan di pers yang sehubungan ama penggalangan dana panti itu. Tapi nihil, Abi nggak terlalu aktif di sosmed dan pers juga nggak meliput dia. Pers cuma fokus di lo dan penggalangan dana itu," lanjut Ferdian.

Fey lega mendengarnya. Selama ini ia takut terlalu mengeksploitasi Abi. Tapi rupanya dugaannya salah, Abi tetap aman dari pers.

"Makanya gue mutusin pulang ke Indo. Gue mau ketemu langsung sama cowok yang kelihatannya kere dan menyedihkan itu, tapi justru bisa bikin adek gue ini klepek-klepek nggak tertolong."

Wajah Fey memerah, tapi ia tidak menampik sedikitpun. "Terus, Abang mutusin nyulik Abi dan bikin dia bolos sekolah gitu? Buat apa, Bang?"

Ferdian seketika mengangkat tangannya. "Woy, hold on, sister." Ia tampak tersinggung dengan tuduhan Fey. "Abang nggak nyulik dia. Abang cuma buntutin dia."

Fey melongo. Stalking dan penculikkan cuma beda dikit level kriminalitasnya, setidaknya itu menurut Fey.

"Abi pekerja keras, itu point pertama yang abang catat." Ferdian kembali menyesap kolanya sekilas. "Sepulang dari kerja ngangkut barang, dia mampir ke sebuah rumah. Kecil dan reyot, terus Abang lihat ternyata dia kasih uang hasil kerjanya ke seorang bapak-bapak tua di sana."

Kali ini Fey mengerjap kaget. Untuk apa Abi kerja keras kalau akhirnya malah ngasih uangnya ke orang lain?

"Abang gak terlalu jelas mereka ngomongin apa, tapi kelihatan jelas Abi akrab sama anaknya bapak tua itu yang masih kecil. Masih SD kayaknya," lanjut Ferdi mengingat-ingat. "Terus, kamu tau, abang kayak lagi nonton adegan FTV Indonesia."

Fey menatap bingung pada abangnya.

"Tiba-tiba ada sekelompok preman datang, terus nagih-nagih duit ke si bapak itu. Katanya si bapak utang sama mereka. Nah, saat itu abang denger, Abi bilang dia tahu bahwa mereka semua bohong. Hutang bapak itu udah lunas sejak bulan lalu karena Abi sendiri yang bantu lunasin."

Simple Love (One Shot - On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang